Raindrops
"Yuki, mending kita main kemana aja gitu." Netra merah itu menatap bingung pemuda yang kini sedang siap-siap untuk menaiki motornya. "Lagian kan udah banyak anak-anak yang ikutan cukup kali buat tanding biasa mah."
"Lo aneh banget sih ? Kenapa emangnya?"
"Kan dibilang perasaan gue ga enak."
"Ya tapi tumben banget ngotot kek gitu ?? Lagian kan cuma tanding basket biasa juga. Bukan tawuran emang apaan sih yang bisa kejadian?!"
"Ya kan bahaya mah bisa Dateng kapan aja— eh woi mau kemana Lo ?" Urung menaiki motornya pemuda bersurai ungu kehitaman itu berjalan terburu menyusul gadis yang sudah berjalan menjauh darinya.
"Naik angkot." Acuh nya. "Lo ga mau ditebengin ya bilang aja."
"Bukan gitu Yuki. Lo ga curiga apa-apa gitu ? Latih tanding bahkan bilang ga perlu bawa pelatih, terus tempatnya juga bukan disekolah mereka ataupun disini."
"Ya emang kenapa si !? Lo tuh terlalu banyak mikirin drama! Udah lah, Lo aja sendiri yang mangkir gue mau ke lokasi. Ga enak sama anak-anak, gue yang ditantang gue yang okein masa gue ga Dateng."
"Yuki! Please—"
"Loh Yuki ?" Saat keduanya masih sibuk beradu argumen secara kebetulan pemuda lainnya datang menghampiri mereka. "Ada apa ?"
"Oh! Kak Mugi. Kakak mau pulang ?" Melihat kedatangan pemuda bersurai biru itu, wajah Yuki yang tadinya terlihat emosi kembali tersenyum cerah membuat pemuda lainnya menatap kecut.
"Mungkin sebentar lagi. Aku ganggu?"
"Ga kok kak. Dia nya aja yang ga jelas daritadi!"
"Maksud Lo ga jelas !? Gue cuma—"
"Dah deh terserah Lo! Pergi Lo."
"Oke! Gue pergi. Ga usah nangis-nangis Dateng ke gue Lo!" Ucap pemuda bersurai unggu kehitaman itu beranjak pergi meninggalkan keduanya dengan pemuda bersurai biru itu menatap bingung padanya.
"Haah dia itu kenapa sih. Maaf ya kak jadi malah ribut didepan kakak."
"Tenang kok. Tapi ga baik loh berantem kayak gitu."
"Udah biasa kok kak. Paling nanti balik lagi kayak biasa." Ucap gadis itu tersenyum manis namun saat melihat kearah jam ditangannya netra merah nya terbelak kaget dan buru-buru untuk beranjak pergi. "Aduh jam segini, maaf ya kak aku duluan ada jadwal tanding basket."
"Wah tanding basket? Semangat ya tanding nya." Ucap pemuda itu tersenyum lembut membuat sedikit semburat merah menghiasi pipi manis sang gadis tanpa diketahui siapapun.
"Iya kak! Aku pasti semangat kalo udah disemangatin kak Mugi! Aku pergi dulu ya kak, dadah!" Ucap sang gadis berlalu pergi sembari melambaikan tangannya pada Tsumugi.
"Iya, Hati-hati!"
Disisi lain seorang pemuda yang tengah mengendarai motor nya dijalanan sepi itu memacu kendaraan dengan kecepatan diatas rata-rata, entah apa yang berputar dikepalanya ia hanya berkendara tanpa arah tujuan dan setelah sekian lamanya ia baru berhenti.
"Cewek ga jelas! Batu banget dibilangin!!" Entah pada siapa ia berbicara, saat ini ia hanya ingin mendinginkan kepalanya. Namun saat baru saja ia ingin melanjutkan perjalanan nya sebuah nada dering terdengar, segera ia menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan tersebut.
"Halo, Yuu Lo dimana !?"
"Apaan, tumben Lo nelpon Hisa?"
"Gue tanya Lo dimana!?" Terdengar nada bicara temannya itu tidak seperti biasa membuat sang pemuda menyerit bingung.
"Lagi dijalan, kenapa ?"
"Lo ga ikut ke tempat tanding basket?"
"Ga. Gue tiba-tiba males—"
"Lo bego atau gimana hah ?" Terdengar jelas gadis diseberang sana sudah benar-benar tersulut emosi. "Lo gue titipin temen gue ya! Malah kabur Lo! Gue baru dapet kabar dari anak-anak ada kecelakaan di tempat tanding!! sampe temen gue kenapa-kenapa habis Lo sama gue!!"
"Hah ? Yuki kenapa ?? Hisa!!" Tanpa mendapat penjelasan sambungan panggilan itu sudah terputus sepihak membuat pemuda itu dengan cepat memeriksa semua pesan yang terkirim padanya.
Ada banyak yang berasal dari anggota nya, setelah membacanya dan mendapatkan lokasi terkini dari gadis bersurai hitam kemerahan itu sang pemuda kembali memacu kendaraan nya dengan kecepatan tinggi. Kini bertujuan kesebuah rumah sakit.
"Permisi suster, apa ada pasien yang namanya Yuki?"
"Pasien rawat inap atau baru saja datang?"
"Kayaknya baru datang tadi."
"Kalau begitu mungkin ada di gedung IGD, bisa lewat dari pintu itu terus diujung lorong langsung ketemu gedungnya."
"Makasih suster." Ucap pemuda itu terburu-buru berlari kearah yang sudah ditunjukkan perawat tadi. Sampai didalam ruang IGD netra keunguan nya menyusuri ruang besar itu sampai menemukan gadis yang ia cari.
"Ngapain Lo kesini ?" Belum juga bersuara pemuda itu sudah lebih dulu diserang nada sinis dari gadis bersurai pendek yang duduk tepat disamping kasur dimana yuki— gadis yang ia cari itu berbaring.
"Hisa, ga perlu marahin yuu. Gue nya juga yang keras kepala, ini juga gue terlalu teledor jadinya cedera." Netra merah itu menatap pemuda yang terlihat panik dengan teduh. "Maaf ya Yuu udah bilang Lo ga jelas, ternyata firasat lo ga salah Ahahaha."
"Maaf...., gue...,"
"Tenang Yuu, ga parah-parah banget kok! Lo liat kan gue masih idup juga, ga perlu lebay Lo ga kayak biasanya hahahahaha!!"
"Ga parah apanya Lo! Kaki Lo ga bisa digerakin gitu! Sampe bulan depan Lo ga boleh olahraga yang berat. Ga parah gundulmu!"
"Yaa kan cuma satu bulan—"
"Terus pertandingan Lo Minggu depan gimana ? Lupa Lo ?"
"Te...tenang aja Hisa! Gue anak kuat kok! Minggu depan pasti udah bisa balik main lagi jadi—"
"Ga."
"Yuu ?"
"Lo batal ikut Minggu depan. Nanti gue yang jelasin ke pelatih."
"Yuu! Ga bisa gitu dong!! Lo tau kan kalo Minggu depan semi final!?"
"Iya gue tau."
"Lo tau kan tim yang ikut itu ga bisa berubah lagi buat final!?"
"Iya gue tau."
"Terus kenapa Lo larang gue !? Lo bahkan tau ini kesempatan terakhir gue buat—"
"Gue tau! Tapi keputusan gue tetep gitu." Netra merah itu menatap tak percaya apa yang ia dengar, membuat pemuda itu semakin merasa bersalah. Namun, ia sama sekali tak goyah untuk keputusan nya.
"Maaf Yuki, gue juga sependapat sama Yuu kali ini. Dokter tadi bahkan bilang kalo Lo maksain bakal jadi lebih buruk dari ini."
Bersusah payah gadis itu menahan airmatanya, ya sejak awal pun ini sudah menjadi salahnya. Kedua temannya selalu menjaga dan bersabar menghadapi pemikiran kekanak-kanakan nya. Bukankah tidak pantas ia marah pada mereka?
"Maaf..., maaf aku..., yuu hisa..., maaf."
"Maafin gue juga ya ga bisa nemenin Lo tadi." Ucap gadis bersurai pendek itu menarik Yuki dalam dekapnya. "Sekarang pulang dulu ya, istirahat dirumah tadi kan dokter bilang boleh langsung pulang."
Dalam diam gadis bersurai hitam kemerahan itu hanya mengangguk menurut. Dan diperjalanan pulang pun tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut nya.
"Yakin gapapa gue anterin sampe sini doang ?" Ucap pemuda itu menatap sang gadis khawatir.
"Iya, gapapa Yuu. Mamah lagi dirumah gue ga mau nambah masalah. Makasih ya udah nganterin."
"Kenapa tadi ga nginep aja dulu di rumah Hisa kalo mamah Lo lagi pulang gitu !? Gue anterin."
"Malah tambah runyam nanti hahahaha! Udah Sono Lo pulang udah malem lagian."
"Kalo ada apa-apa telpon gue ya! Inget Lo."
"Iyaa iyaaa cerewet ah Lo!" Ucap gadis itu mulai berjalan pelan dengan tongkat nya— tongkat? Ya karena kaki kanan nya terkena cedera cukup parah ia disarankan untuk memakai alat bantu berjalan untuk beberapa Minggu kedepan. "Dadah! Besok jemput ya! Udah janji Lo."
"Iye! Udah Sono Lo masuk rumah." Untuk terakhir kalinya gadis itu tersenyum sambil melambaikan tangannya sampai tak bisa terlihat oleh netra keunguan pemuda itu karena sudah berbelok masuk kedalam rumahnya. Kemudian pemuda itu mulai menyalakan motor nya dan pergi berlalu untuk kembali kerumahnya.
Berbeda dengan gadis yang kini masih diam mematung tepat didepan pintu rumahnya. Ia menatap sebuah sepatu hak tinggi yang sangat ia ketahui pemilik nya.
Untuk beberapa saat gadis bersurai hitam kemerahan itu masih terdiam sebelum menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
'Oke, mungkin mamah udah tidur. Ga akan ada apa-apa yuki. Ayo masuk' batinnya menguatkan diri kemudian perlahan membuka pintu.
Namun, sayang sekali pemikiran atas damai sebelum nya terbantah begitu saja saat netra merah itu menemukan seorang wanita paruh baya yang kini menatap tajam kearahnya.
"Wah. Masih inget pulang? " Netra wanita itu melirik jam dinding yang kini menunjukkan tepat jam 11 malam. "Bisa baca sekarang jam berapa? "
Tanpa menjawab gadis itu hanya terdiri menundukkan kepalanya.
"Keluyuran kemana lagi kamu? Kamu itu pelajar. Dan tugas nya belajar, bukannya malah keluyuran sampe tengah malam gini. "
"Maaf mah.. Aku ga maksud—"
"Ga maksud apa hah? Kamu bener-bener ga tau diuntung jadi anak. Saya cape-cape kerja cuma buat ngebesarin anak yang cuma ngelakuin hal-hal ga guna!"
Gadis itu hanya bisa berjuang menahan tangis yang yang sedari tadi siap pecah. Tubuhnya bergetar berusaha menahan emosinya.
"Ini juga apa-apaan kamu pake tongkat kayak gitu. Kamu cari-cari perhatian!? " Ucap wanita itu mendekat sang anak kemudian merebut paksa tongkat yang sedari tadi menompang anaknya sampai ia hampir saja terjatuh jika tidak sigap untuk bertumpu pada dinding yang berada tepat disampingnya. "Harusnya saya milih Yukio daripada gadis ga guna kayak kamu. "
"Cukup..., "
"Dia bahkan jauh lebih pintar dari kamu."
"Cukup..., "
"Kalau saya yang bersama dia pasti saya hidup dengan nyaman. "
"Cukup!! "
"Berani bentak saya kamu!? " Ucap wanita itu siap melayangkan sebuah tamparan namun dengan sigap sang gadis menangkap tangan wanita tersebut dan menepis nya.
"Bahkan mamah ga nanya aku habis darimana, apa yang terjadi hari ini. Oh iya, mamah kan ga pernah peduli. Mamah cuma mau aku jadi pengganti Yukio!! Mau aku berusaha sebaik mungkin pun mamah juga ga pernah anggap aku sebagai yuki kan? "
"Maksud kamu apa ngomong seperti itu ke saya!?"
"Bahkan komunikasi kita aja udah ga terhubung mah. Mamah bahkan ga ngerti apa yang aku omongin walaupun dalam bahasa yang sama. Aku muak mah. Kalau mamah mau Yukio, sana bawa aja dia dari papah!! Buang aja aku. " Ucap gadis itu segera beranjak pergi dari hadapan sang ibu, bahkan kakinya yang cedera ia paksakan untuk berlari menjauh.
Dengan temaram bulan gadis itu terus berlari tanpa mempedulikan apapun sampai ia melihat sebuah taman bermain kecil dan memilih duduk di sebuah ayunan mengistirahatkan kakinya.
Ia hanya termenung entah apa yang ada dipikirannya. Bahkan ia tak bisa lagi menangis sampai rintik hujan mulai turun.
"Ahahaha~ bahkan sampe malem pun nasib ku jelek banget ya!" Ucap gadis itu entah pada siapa, saat wajahnya mengadah kearah langit dengan rintik hujannya ia mulai memejamkan matanya.
Namun, tak beberapa saat kemudian netra merah itu terbuka perlahan saat merasa rintik hujan lembut yang sudah tak mengenai wajahnya. Sebuah payung kelabu meneduhkan dirinya membuat sang gadis sontak melihat siapa pemilik dari payung kelabu itu.
Netra coklat keemasan menatap nya teduh namun terlihat sedikit bingung dengan senyuman lembut menyambutnya.
"Yuki? Kenapa malem-malem ada disini? "
"Kak mugi juga kenapa malem-malem disini? " Mendengar jawaban sang gadis, pemuda itu memilih duduk di ayunan satunya dengan mencodongkan payung kelabu nya pada sang gadis. "Kak mugi! Nanti kakak malah basah kena ujan!! "
"Aku gapapa kan pake jaket tebel, kamu pake baju kaos tipis gitu malah main ujan-ujanan tengah malam. "
"Ga sempet pake jaket ehehehe~" Ucap gadis itu masih saja tersenyum manis. "Kak mugi ga jawab pertanyaan aku? "
"Yuki juga ga jawab pertanyaan ku. " Mendengar jawaban pemuda itu Yuki hanya mendengus kesal membuat kekehan kecil dari sang Pemuda. "Aku cuma beli makanan di minimarket yang buka 24 jam didepan. Nah aku udah jawab pertanyaan nya sekarang giliran Yuki. "
"Ceritaku kalau diceritain panjang banget kak! Ngebosenin juga. " Ucap sang gadis dengan ringannya. "Ya singkatnya mah hari ini jelek pokoknya. "
"Kalo mau ceritain bagian panjang nya juga gapapa kok. " Netra merah itu sejenak menatap pemuda yang masih menatapnya teduh sejak tadi dan terdiam sampai memutuskan untuk bicara dimenit selanjutnya. "Aku cuma ngerasa apapun yang aku usahakan ga pernah bisa aku capai. "
Tanpa bersuara sang pemuda dengan tenang mendengar semua yang diceritakan oleh gadis itu. Ia sangatlah tahu gadis itu hanya membutuhkan orang yang mendengarkannya saat ini.
"Dan akhirnya aku selalu mengacaukan segala nya dan membuat semua orang kerepotan. " Ucap Yuki pada akhirnya dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Melihatnya pemuda itu mengeluskan tangannya dipuncak kepala sang gadis dengan lembut.
"Yuki, saat kamu liat orang yang sudah bekerja dengan sangat keras tapi berakhir gagal apa yang akan Yuki katakan pada orang itu? " Mendengar pertanyaan yang diajukan sang pemuda, Yuki perlahan mengangkat kepalanya dan menatap bingung.
"Makasih atas kerja kerasnya? "
"Meski berakhir gagal? "
"Iya, kan yang namanya usaha itu harus dihargai apapun hasilnya. "
"Kalau begitu kenapa Yuki anggep diri sendiri mengacaukan segalanya padahal Yuki udah mengusahakan yang terbaik? " Airmata yang sedari tadi sudah susah payah ia tahan pun akhirnya jatuh juga. Pemuda itu tersenyum lembut dan membiarkan sang gadis meluapkan semua rasa sedih yang amat sangat berusaha ia sembunyikan sampai langit berhenti menitikan rintik hujan dan senyuman cerah sang gadis kembali terbit.
"Makasih ya kak Mugi. "
"Sama-sama Yuki. "
2045 word
❒Yuki Supriadi❒
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro