Faint Hearted
Derap langkah terdengar jelas menggema, dengan lesu gadis bersurai hitam kemerahan berjalan menyusuri koridor sepi itu sampai akhirnya tangan sang gadis menggapai sebuah pintu dan melangkah masuk kedalam ruangan dibalik pintu itu.
"Apes banget gue hari ini! Tadi kena hukum hormat ke tiang bendera, sekarang bersihin perpus!! Apaan si—"
Entah karena dirinya tidak terlalu fokus untuk berjalan, atau karena pemuda yang berjalan berlawanan arah dengan nya sulit melihat kedepan karena tumpukan kardus yang ia bawa. Untuk kesekian kalinya, atau mungkin setidaknya untuk kali ini gadis itu ikut terduduk dengan buku berserakan disekitarnya yang keluar dari kardus yang sedang dibawa pemuda tersebut.
"Anjir! Apaan lagi ini!!!"
"Eh— Maaf aku ga terlalu liat depan, aku pikir ga ada orang— loh ?" Netra merah sang gadis terbelak kaget menatap pemuda didepannya yang juga terkejut melihatnya.
"Lo lagi !?" "Cewe barbar ?" Ucap kedua nya berbarengan.
"MAKSUD LO CEWE BARBAR ??"
"Maaf! Bukan maksud ku—"
"Haah! Bisa gila gue! Stop minta maaf atau gue robek tu mulut Lo!"
"Ma..., maaf— maksud ku maaf— aduh" melihat pemuda didepannya gelagapan karenanya sang gadis hanya menghela nafas berat nya.
"Nama Lo siapa ?"
"Eh ? Buat ?"
"Buat nyantet Lo!" Ceplos gadis itu membuat sang pemuda bergidik ngeri. Melihatnya gadis bersurai hitam kemerahan itu merasa sedikit lucu dan tertawa kecil sembari mengulurkan tangannya. "Nama gue Yuki, maaf ya kayaknya gue marah-marah sama lu dari pagi padahal ga kenal."
Netra coklat keemasan sang pemuda sejenak menatap ragu uluran tangan gadis itu namun detik selanjutnya ia menyambut uluran tangannya dan tersenyum lembut. "Aku Tsumugi, Tsumugi Aoba. Salam kenal, juga maaf Kayaknya aku bikin kamu jatuh terus."
"Santai aja kali." Yuki, gadis itu tersenyum. Entah sepertinya ia sudah melupakan luapan emosi di menit sebelumnya. Namun saat ia ingin melepaskan jabatan tangannya dengan pemuda itu tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh sang pemuda.
"Tunggu, aduh ini luka gara-gara kena buku ya!?" Ucap sang pemuda memperlihatkan tangan Yuki yang benar saja terlihat sedikit terluka dan mengeluarkan darah.
"Eh iya, ga sadar gue."
"Tunggu sini dulu ya sebentar." Ucap pemuda itu berlalu setelah menuntun sang gadis untuk duduk disebuah kursi yang berada tak jauh dari mereka.
Tak beberapa lama waktu berselang pemuda bersurai biru itu kembali dengan membawa sebuah kotak p3K kecil bersamanya, ia lalu membuka kotak itu dan mengeluarkan obat merah bersama sebuah plester Luka dan kemudian meraih tangan sang gadis.
"Maaf ya, luka nya kecil tapi kalo ga cepet-cepet diobatin nanti bisa infeksi." Ucapnya sembari fokus mengobati luka kecil sang gadis. Netra merah gadis itu hanya menatap dalam diam, entah apa yang ada didalam pikiran sang gadis. "Nah, selesai."
"Makasih...,"
"Ini juga gara-gara aku, Kayaknya tadi kena ujung buku yang cover nya keras jadinya luka kayak gitu."
"Santai aja, luka gini mah kecil."
"Ahaha, oiya ada perlu apa tadi ke perpustakaan? Ada buku yang mau dicari ?"
"Oiya! Lupa gue. Tadi disuruh bantuin beresin perpus!!"
"Beresin perpus? Kenapa ?"
"Kena hukuman pak Bams gara-gara lupa ngerjain PR sekaligus telat gue!" Ucap gadis itu kembali lesu mengingat nasib buruknya hari ini.
"Oh ternyata kamu yang dimaksud pak Bams. Iya, tadi beliau bilang kalau ada yang kena hukum tapi urusan beres-beres di perpustakaan udah mau selesai kok, kardus-kardus ini aja terakhir yang mau aku pindahin ke gudang soalnya isinya buku-buku yang udah rusak."
"Loh ?? Kok udah selesai aja ?!"
"Ahaha, iya dari pagi kelas ku lagi jam kosong sampai istirahat jadi aku izin buat beresin perpustakaan Karena hari ini kebetulan lagi ada kiriman buku baru."
"Wow, rajin banget. Oiya lupa nanya Lo kelas berapa? Kok gue baru liat Lo?"
"Aku ? Kelas ku 3-MIPA 2—"
"Anjir!? Kakak kelas dong?! Aduh maaf kak daritadi ga sopan banget."
"Gapapa kok."
"Ga bisa gitu dong, ga enak nih. Oh iya boleh panggil kak Mugi?"
"Kak Mugi?"
"Iya, kan nama kakak itu Tsumugi. Kalo panggil kak Tsumugi kesan nya terlalu kaku gitu jadi mau aku panggil kak Mugi.., boleh ?"
"Boleh, boleh. Senyamannya Yuki aja."
"Hehe! Makasih kak Mugi. Oiya aku bantuin beresin buku-buku ini ya kak!"
"Eh? Gapapa, ga perlu aku bisa—"
"Udah kak, aku juga harus nuntasin hukuman nya pak Bams. Ga mau aku dapet hukuman lain, bisa-bisanya malah disuruh bersihin kamar mandi!"
"Begitu..., Oke kalau gitu ayo bereskan buku-buku ini bersama."
"Ayo!!"
Seorang gadis kini tengah duduk tentram di bangku kelasnya sembari memandang luka yang tertutup plester ditangannya. Fokus pada pemikiran nya sendiri sampai ia tak menyadari gadis lain yang sedang menatapnya bingung.
"Hei! Ngapain Lo senyam-senyum begitu !? Kesambet setan cengengesan Lo ?"
"Njir! Salam dulu kek dateng-dateng bukannya gebrak meja!"
"Ga mau gue, nanti setan nya jawab wasallam kabur gue."
"Dih!? Sembarang Lo!"
"Lagian ngapain si lu liatin plester sambil senyum-senyum begitu?" Ucap gadis bersurai pendek itu duduk dengan tatapan penuh selidik disamping gadis lainnya.
"Emang gue senyum-senyum?"
"Yee! Bocil satu ini malah ga nyadar. Jelas-jelas Lo senyam-senyum sendiri daritadi udah kayak abis menang tiket lotre 5 juta aja."
"Ga usah hiperbola deh Hisa!"
"Iya deh iya. Oiya, daritadi Lo kemana ? Kok baru keliatan sekarang, gue pikir Lo ga akan masuk sekolah."
"Daritadi gue ketimpa sial tau ga Lo! Telat terus kena hukum. Double lagi hukumannya!"
"Lo tadi dihukum berdiri ditiang bendera?"
"Iya. Panas banget lagi sialan."
"Oalah pantes si Yuu ngambil buku tugas nya lagi—"
"Yuu kenapa ?"
"Eh ? Engga. Maksudku tadi si Yuu juga kena hukum ya ?"
"Iya tadi dia bilang lupa ngerjain tugas, kan bego." Mendengar penuturan Yuki, gadis bernetra violet itu refleks mengedarkan pandangan nya kearah pemuda yang kini hanya tersenyum konyol padanya dan mengangkat keduanya bahunya membuat gadis tersebut bersungut muak.
"Iya bego banget dia, minimal jujur aja napa si."
"Iya kan dia bego!"
"Ga sih, ini dua-duanya yang bego."
"Maksud?"
"Ga jadi. Oh iya tapi Lo kemana tadi pas jam istirahat?"
"Iya kan tadi gue bilang kena hukuman nya double! Jadi gue ke perpustakaan disuruh bantuin beresin buku-buku."
"Bantuin? Bantuin siapa ?"
"Oiya! Ngomong-ngomong Lo kenal Tsumugi Aoba ga ? Kelas 3 yang komite perpustakaan itu."
"Tsumugi? Kayak pernah denger...,"
"Iya gue disuruh bantuin dia beresin perpus sama pak Bams, tapi pas masuk perpus malah ketabrak dia yang lagi bawa kardus gede terus tangan gue luka gara-gara ga sengaja kena buku yang ada didalem kardus itu." Ucap Yuki memperlihatkan tangannya yang tertempel plester luka. "Pas dia liat tangan gue luka dia langsung ngambil kotak p3K terus ngobatin gue."
"Hooo..., diobatin ya," ucap gadis bernetra violet itu tersenyum usil sembari melirik pemuda bersurai ungu kehitaman yang sedari tadi menyimak obrolan keduanya dari kejauhan. "Namanya siapa tadi ? Tsumugi? Kelas apa ?"
"Tadi bilangnya kelas 3-MIPA 2 sih"
"Hoo~ kelas tiga ? Kakak kelas dong~" gadis bernetra violet itu semakin gencar dengan senyuman usilnya melihat mood sang pemuda yang kian memburuk. "Makannya daritadi Lo liatin plester luka itu sambil senyam-senyum ya~?"
'BRAK!!'
Yuki yang baru saja mau membalas omongan temannya itu malah dikejutkan dengan sebuah gebrakan meja yang berasal dari pemuda yang kini sudah beranjak pergi keluar kelas.
"Yuu kenapa dah ? Ngagetin aja njir!"
"Ga tau, kepanasan kali."
"Kepanasan? Ngapain juga kepanasan malah gebrak-gebrak meja? Aneh banget."
"Dua-duanya aneh sih menurut gue. Oiya, lu belom makan apa-apa kan ? Nih ada roti sama susu kotak."
"Wow teman gue ini emang paling pengertian sedunia!!!" Netra merah itu berbinar dan mulai melahap makanannya.
"Gue keluar kelas dulu ya bentar."
"Mau kemana ?"
"Adaa deh."
"Yodah hati-hati dijalan~!"
"Njir berasa mau kemana aja gue." Ucap gadis violet itu terkekeh kecil kemudian berlalu keluar ruang Kelas menuju seorang pemuda yang kini sedang terdiam memandang lapang di koridor kelas mereka.
"Ada yang kepanasan nih."
"Mau ngapain Lo kesini ?"
"Santai bro, ngungkapin perasaan aja belom udah cemburu-cemburuan gitu."
"Bukan urusan Lo."
"Jelas urusan gue juga ini. Lo temen gue, Yuki juga temen gue. Lo kenapa ga jujur aja langsung tau anak itu kepekaan nya amat dibawah rata-rata begitu."
"Ga mungkin gue bilang. Gue—"
"Takut ? Takut hubungan pertemanan Lo rusak? Takut ditolak? Lo pecundang kalo berani ngomong gitu."
"Haah, mau gimana lagi! Gue emang pecundang."
"Mau sampe kapan Lo begitu? Tiba-tiba Yuki naksir orang lain mampus Lo."
"Yang penting kan dia bahagia."
"Njir ngomong begitu tapi baru dengerin Yuki cerita cowok lain udh kepanasan gini."
"Bacot Lo, balik kekelas sana!" Ucap pemuda itu mendorong pelan Hisa untuk pergi dari sampingnya.
"Oh iya, hampir gue lupa. Lo mending hati-hati gue denger selentingan kabar kalo sore nanti yang tanding sama tim basket sekolah kita ada yang punya dendam pribadi bukan ke tim kita tapi ke dia." Ucap hisa menghentikan langkah nya sambil menunjuk gadis bersurai hitam kemerahan yang sedang sibuk menikmati makanannya itu.
"Dendam pribadi? Dendam apaan ?"
"Ya gue juga ga tau pasti, tapi perasaan gue ga enak. Tolong jagain temen gue ya, sayang banget gue ga bisa Dateng nanti sore."
"Iya iya. Gue juga udh bilang tadi pagi ke anaknya tapi dia malah keras kepala buat tetep ikut."
"Ga bisa nyalahin sih, kita tau tabiat dia gimana. Ya udah, jagain aja dia baik-baik. Ga usah cepet cemburu Lo."
"Iya bacot Lo. Udah kayak emak-emak aja ."
"Sialan Lo gue disebut emak-emak." Ucap gadis violet itu kembali berjalan masuk kedalam ruang kelas meninggalkan pemuda yang kini sudah kembali tenggelam dalam pikirannya.
1516 word
❒Yuki Supriadi❒
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro