Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bloom

Rembulan yang kini bersinar temaram setelah kepergian awan-awan kelabu itu menjadi pendamping atas dua insan yang kini bersenda gurau ditengah senyapnya malam.

Mereka terlihat nyaman mengobrol satu sama lain sampai sang pemuda beranjak dari tempatnya dan berjalan kedepan gadis kemudian berjongkok membelakangi gadis itu. Tindakan sang pemuda mengundang tatapan bingung dari netra merah gadis tersebut.

"Kaki Yuki lagi sakit kan ? Apalagi ini udah malem banget, biar aku anter sampai rumah." Ucap pemuda itu tetap dalam posisinya sambil melirik kearah sang gadis. "Te..tentu saja kalau Yuki ga keberatan."

"Aku yang harus nanya gitu. Kak Mugi ga keberatan gitu gendong aku sampe rumah? Aku lumayan berat loh."

"Tenang biar keliatan begini, tenaga ku ga gitu lemah kok."

"Bukan itu maksudku. Tapi oke deh, tolong anterin aku sampe rumah ya kak Mugi~" ucap sang gadis naik keatas punggung pemuda itu dan mereka mulai beranjak dari taman itu.

Sepanjang jalan yang sepi itu terdengar keduanya mengobrol sambil sesekali tertawa riang. Bahkan tidak ada yang bisa menebak keduanya baru saja berkenalan di pagi sebelumnya.

Saat sampai kembali didepan rumah nya, netra merah itu mengedarkan pandang nya dan tak menemukan sepatu hak tinggi yang sebelumnya ada disana. Menandakan sang ibu kini tidak berada dirumah membuatnya merasa sedikit lega.

"Sekali lagi makasih ya kak Mugi." Ucap sang gadis turun dan berdiri menghadap pemuda itu dengan bertumpu dinding di sebelahnya. "Makasih udah mau dengerin aku, temenin aku nangis, payungin aku, sampe nganterin aku pulang juga. Maaf banget aku ngerepotin kak Mugi jadinya."

"Tenang aja, aku ga merasa direpotin kok." Ucap pemuda itu tersenyum lembut. "Sekarang Yuki istirahat ya, tidur yang nyenyak."

"Iya, kak Mugi juga yaa!"

"Tentu, Aku permisi pulang dulu ya." Melihat anggukan setuju dari sang gadis, Tsumugi mulai beranjak pergi.

"Hati-hati di jalan kak! Sampe ketemu disekolah."

Gadis itu masih menunggu didepan pintu rumah nya sampai punggung sang pemuda telah tak terlihat lagi oleh matanya. Dengan senyum yang masih berseri sang gadis kembali masuk kedalam rumah.

Dengan perlahan ia berjalan menuju kamar setelah mengambil tongkat nya yang masih tergeletak diam tepat didepan pintu masuk.

Senyuman itu masih terus tergambar diparas sang gadis sampai ia bersiap untuk tidur. Namun, detik selanjutnya senyum itu hilang sempurna saat netra merahnya menatap layar benda pipih yang kini ia genggam.

Sebuah notifikasi yang tiba-tiba saja muncul membuat rasa senang yang beberapa saat ia rasakan menghilang begitu saja.

"Yuki. Bisa ga Lo ga usah ngerepotin ibu terus?"

Sebuah pesan singkat dengan pengirim yang tertera dengan nama Yukio  diponsel sang gadis sukses membuat mood baik itu runtuh tak bersisa.

Tanpa berniat membalas pesan tersebut sang gadis melempar asal ponsel nya dan menghela nafas, berusaha meredam kembali amarah yang tadi telah reda.

"Baru juga ganti hari udah ada aja yang bikin gue pengen nelen orang." Netra merah itu menatap plester luka yang sengaja belum ia buka itu lalu kembali tersenyum. "Kata kak Mugi kan istirahat terus tidur nyenyak, mending gue tidur sekarang."

Dan begitulah kembali jadi malam yang tenang untuk sang gadis dengan aroma petrichor  yang masih tercium membuat malam semakin terasa damai.

Namun, ternyata malam tenang gadis itu berakhir begitu sang mentari menyapa hari. Dipagi yang seharusnya sunyi itu sebuah bising terdengar, suara dari pintu yang diketuk dengan penuh tenaga membuat sang gadis dengan enggan bangun dari tidur pulas nya.

"Iyaa iyaa, bentar!" Ucap sang gadis dengan lesu berjalan perlahan menuju pintu rumah dan membukanya memperlihatkan seorang pemuda yang sudah rapih dengan seragam sekolahnya tersenyum konyol— setidaknya menurut sang gadis membuat netra merah itu menatap kesal walaupun terlihat masih setengah ngantuk.

"Pagi putri tidur~ saatnya sekolah."

"Yuu anj. Bisa ga pagi-pagi ga usah rusuh Lo?"

"Lagian Lo dipanggil-panggil daritadi ga nyaut."

"Ga usah hiperbola Lo! Lo aja baru banget dateng langsung gedor-gedor heboh pintu gue."

"Udah, udah. Lo kebanyakan bacot malah telat lagi nanti." Ucap pemuda itu mendorong sang gadis masuk dan menyuruh nya untuk siap-siap. "Ayo cepet siap-siap, ritual make-up Lo itu kan lama jadi gue kesini udah balepan sama matahari nih biar ga telat Kita!"

"Iya iya! Gue bisa jalan sendiri ga usah dorong-dorong Lo! Lupa Lo kaki gue lagi sakit !?"

"Ya kan setidaknya kaki Lo masih di tempatnya."

"Sialan Lo!"

"Udah cepetan Lo siap-siap ga usah banyak bacot. Oiya gue nyomot roti didapur ya! Belom sarapan gue."

"Terserah Lo." Ucap sang gadis memilih berlalu ke kamar nya dan mulai bersiap-siap. Beberapa waktu kemudian gadis yang sudah rapih dengan seragam nya berjalan keluar kamarnya menuju dapur.

Netra merah itu berkilat kesal saat menemukan pemuda bersurai unggu kehitaman itu sedang asik memakan sarapan dimeja makan, dengan dua gelas susu hangat dan dua piring sandwich telur sederhana yang salah satu nya sudah termakan setengahnya.

"Lo seenaknya banget udah kayak dirumah sendiri." Ucap sang gadis memukul pelan belakang kepala pemuda itu membuatnya mengaduh pelan.

"Anjir Lo, ini juga gue bikinin bagian Lo juga ya!" Ucap sang pemuda menyodorkan segelas susu dan sepiring sandwich yang masih utuh kepada Yuki yang sudah duduk dihadapannya.

"Wah anda baik sekali, Terimakasih pangeran kodok."

"Yang elit dikit napa ?? Harus banget pangeran kodok ?"

"Muka Lo sama kodok juga gantengan kodok, ga usah protes Lo."

"Emang sialan Lo." Wajah jenaka itu tiba-tiba saja berubah serius, netra keunguan sang pemuda menatap gadis yang sedang memakan sandwich nya itu. "Semalem ga ada apa-apa kan ?"

Lenggang sesaat sampai sang gadis tertawa kecil. "Kenapa muka Lo serius begitu? Tenang aja ga ada apa-apa kok."

Netra violet itu menangkap kebohongan dibalik perkataan sang gadis. Namun ia memilih tidak membicarakan nya lebih lanjut, untuk ini akan ia serahkan pada Hisa.

"Ya udah cepet Lo makan nya ga usah ala-ala princess gitu."

"Iya iya. Bacot Lo."

Tak berapa lama kemudian mereka akhirnya berangkat menuju sekolah dengan tentram—

"ANJ LO YUU GA USAH NGEBUT-NGEBUT SIALAN!!"

Ya setidaknya selain itu aman sampai tujuan.

"Kenapa muka Lo bete begitu?" Ucap gadis bersurai pendek itu pada temannya yang baru saja masuk kedalam kelas.

"Tanyain aja tuh sama temen Lo!" Membuat netra violet sang gadis teralihkan kearah pemuda yang berjalan tepat dibelakang Yuki itu dan menatapnya dengan tatapan bertanya.

"Gue cuma berusaha semaksimal mungkin buat ga telat." Ucap pemuda itu santai sambil mengangkat kedua bahunya.

"Berusaha semaksimal mungkin mendekatkan gue ke pencipta sih iya."

"Udah deh, masih pagi juga udah berantem aja Lo berdua." Ucap gadis bersurai pendek itu menengahi. "Oiya tadi ada kakak kelas yang liat-liat ke kelas kita kayak lagi nyari orang."

"Nyari orang ?"

"Iya muka nya kayak bingung gitu, tapi pas ditanya nyari siapa malah bilang 'gapapa'  terus senyum sambil pergi gitu aja."

"Siapa emang itu ?"

"Gue juga ga tau namanya, tapi perawakan nya tuh tinggi rambutnya biru—"

"Oh! Kak Mugi."

"Lo kenal ?"

"Iya, itu kakak kelas yang ngobatin gue di perpustakaan." Netra gadis itu terlihat sedikit berbinar saat obrolan merujuk pada kakak kelasnya itu. "Ngapain ya dia kesini ? Masa mau mastiin gue masuk sekolah atau engga si...,"

"PD banget ya lu. Tapi tunggu, mastiin Lo masuk sekolah? Buat apa anjir ?"

"Engga..., itu cuma semalem ada sesuatu—"

"Semalem? Ada sesuatu!?" Netra violet itu mendelik kaget mendengar apa yang keluar dari mulut Yuki. Membuat kedua tangannya menarik pipi yuki membuat sang empu menangduh kesakitan. "Jelasin. Secara DETAIL!"

"Iwya lwepwasin dulu!" Netra violet itu tersenyum puas dan melepaskan temannya membuat tangan gadis itu reflek untuk mengelus pelan pipinya sendiri demi meredakan rasa sakit nya. "Tadi malem kan gue dianterin Yuu, ternyata mamah lagi dirumah."

"Loh ? Terus ibu Lo liat yuu ?"

"Engga kok, udah firasat jadi gue suruh yuu berhenti agak jauhan dari rumah. Tapi ya tetep aja pulang jam segitu tetep kena semprot gue."

"Aduh, ibu Lo ga main tangan kan ?"

"Engga kok, sebelum itu gue keburu keluar rumah."

"Lari ?"

"Iya Lari."

"Pake tongkat Lo ?"

"Engga, soalnya tongkatnya dilempar agak jauh dari gue."

"Aduh kaki Lo tambah bengkak nanti. Terus Lo pergi kemana ?"

"Ke Taman Deket rumah, soalnya ga sanggup gue lari jauh-jauh."

"Sendirian dong Lo disana ?"

"Nah itu! Bagian seru nya."

"Seru ?"

"Iyaa! Kan turun ujan tuh, gue udah pasrah aja keujanan tapi tiba-tiba ada payung yang mayungin gue!"

"Siapa njir !?"

"Kak Mugi! Dia nyamperin gue terus dia bahkan dengerin cerita gue terus nemenin gue sampe ngerasa baikan!!" Ucap sang gadis dengan semangat membuat Hisa terlihat sedikit bingung.

"Lo ? Cerita ke dia ? Semua ? Tentang ibu Lo juga ?"

"Iya, sedikit." Netra violet itu menatap tak percaya. Yuki, temannya ini meskipun terlihat ceria dan bisa mengobrol apapun dengan siapa saja tapi ia tidak benar-benar membicarakan hal buruk yang terjadi padanya. Yuki cenderung menyembunyikan hal buruk untuk dirinya sendiri dan menceritakan bagian senangnya saja pada orang lain. Bahkan padanya sekalipun.

"Siapa namanya?"

"Kak Mugi? Namanya Tsumugi Aoba."

"Baru kenal kemaren kan ?"

"Iya! Awalnya buruk sih cuma ternyata kak Mugi baik banget! Lembut juga nada bicaranya!"

Hisa hanya menghela nafas nya kemudian tersenyum. Ya mungkin tidak apa-apa selama temannya merasa senang, toh bukan hal buruk juga kan.

Kemudian gadis bersurai hitam kemerahan itu terus menceritakan tentang pemuda bernama Tsumugi Aoba itu dan Hisa yang mendengarnya dengan tenang.

Disisi lain seorang pemuda yang memandang kedua gadis yang sedang asik bercerita itu dengan sedikit rasa tak suka. Netra keunguan sang pemuda menatap lekat gadis bersurai hitam kemerahan itu dan tenggelam dalam pikirannya.

'Gue pun ga ada hak buat cemburu.'






1525 word
❒Yuki Supriadi❒

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro