Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3

PLIS VOTE DAN KOMEN. BANYAK RESPON INSYA ALLAH AKAN LANJUT NULIS. JUJUR MOOD UTK NULIS LAGI KURANG. PLIS SUPPORT YA....

------------------------------------------------------

Berkali-kali kuteguk ludahku selama di ruangan ini. Astaga, masih tak habis pikir. Pikiranku terus berkelut dan bertanya-tanya bagaimana bisa di tempatku akan bekerja, aku malah terjebak dengan dua pria dari aplikasi tinder? Benar-benar menyesalkan.

"Jyo, ayo." Ajakan Kewa mengembalikanku ke dunia nyata.

"Eiya, kenapa?" tanyaku kaget.

Saat itu juga bisa kulihat senyum remeh tercetak di wajah Kewa. "Malah melamun. Ayo keluar. Obrolan kita sama Mas Ron udah kelar. Saatnya gue kenalin lo ke anak-anak yang lain."

Jujur, aku sedikit panik. Kupandang wajah Om Ronny dengan ekspresi memelas berusaha memberi kode agar buddy-ku janganlah si Kewa. Tapi Om Ronny sepertinya tak paham. Ia malah menggeleng-gelengkan kepalanya menyaksikan tingkah Kewa yang kini malah memegang kerah belakang kemejaku bersiap menarikku. Astaga, sialan sekali kan orang ini. 

"Wa, jangan gitu sama Jyora. Mentang-mentang udah kenal lama," tegur Om Ronny.

Aku hanya menyengir menanggapi ucapan Om Ronny. Mau menimpal juga tak enak. Secara aku anak baru dan tidak ada Papa di sini. Sembari itu kusingkirkan jemari Kewa dari kerah kemejaku. Bukannya merasa bersalah. Ia malah cuek dan bersiap melangkah. 

Dipandangnya aku sinis. "Yaudah ayo. Bentar lagi jam efektif kerja nih," ucapnya berubah ketus. 

Lagi-lagi aku yang berusaha meminta pertolongan Om Ronny gagal karena, "Iya, Jyo. Kayaknya anak-anak yang lain juga udah pada datang. Kamu ikutin Kewa ya."

Kuhela napasku panjang. Baiklah, hal ini tak bisa kuhindari. Aku mesti menghadapinya. Kupejamkan mataku sejenak dan dalam hati berdoa memohon kepada Allah agar hari ini baik-baik saja. Sudah cukup berita tentang Kewa dan Donal yang membuatku jiper. Plis, jangan ada lagi. 

"Oke deh, Om. Makasih banyak ya," ujarku.

Om Ronal tersenyum. Lantas, aku pun bangkit dan memutar tubuhku menghadap Kewa yang sedang berdiri manis menungguku. Wajahnya tampak menyambutku. Ya sudahlah, aku tak bisa menghindar dari keadaan ini. Lebih baik kuhadapi saja dirinya. 

"Ayo," ajak Kewa sok manis. "Pamit, Mas," ucapnya pada Om Ronny dan ia memilih berjalan duluan meninggalkan ruangan ini. Aku pun tersenyum juga pada Om Ronny bersiap pamit. Om Ronny membalas senyumku. Kini aku sudah di luar ruangan.

Di saat aku bersiap melangkah menyusul Kewa, entah kenapa rasanya tiba-tiba ada yang nyeri di bawah. Astaga, kakiku. Aku lupa kalau ia masih mengeluarkan darah. Kuangkat kepalaku berusaha memberitahu Kewa namun, ia sudah berjalan lebih dulu. Huft! Bukannya menungguku. Dari dulu ia memang selalu begitu. Selalu berjalan duluan tanpa melihat orang yang berada bersamanya. Mana kini darahku sampai menembus celanaku lagi. Ini bahaya. Lebih baik aku ke kamar mandi saja sebentar membersihkan luka ini, baru menyusul Kewa.

Kini aku sudah berada di dalam toilet wanita. Ketika kugulung celanaku ke atas. Astaga, ini mah lukanya lumayan besar. Aku tidak bawa hansaplast lagi. Gimana ya? Kalau kubiarkan saja pasti darahnya tak akan berhenti mengalir. Sialnya, celanaku berwarna putih. Argh! Di hari pertama bekerja, gini amat ya nasibku.

Ya sudahlah, untuk sementara aku pakai tisu saja. Ntar begitu siangan, aku akan ke luar mencari hansaplast. Kubersihkan pelan-pelan sembari menahan pedih ketika luka ini mengenai air. Tak lupa juga kubersihkan bagian celana yang terkena darah. Meskipun sulit setidaknya tidak seketara tadi warna merahnya. Oke. Sudah beres. 

Kembali kulihat diriku melalui cermin. Ini adalah hari pertamaku bekerja. Aku tak boleh mengeluh walaupun aku sudah tahu hal apa yang akan menanti terutama soal Donal dan Kewa. Berharap semuanya baik-baik saja. Bismillah. Daripada di rumah disuruh mengurus Icia lebih baik aku kerja deh. Dan begitu aku ke luar dari toilet ....

"Dor!" Seseorang mengagetkanku. Jantungku rasanya mau copot. Hampir saja aku terjungkang. Astaghfirullah.

Dan begitu kutolehkan wajahku ke tersangka, kekesalanku di hari ini kembali muncul. Si Kewa yang mengagetkanku! Padahal tadi dia jelas-jelas meninggalkanku. Menyebalkannya tidak hilang-hilang nih orang.

"Lo nggak ada kerjaan ya sampai ngagetin orang?" tanyaku sebal.

Bukannya merasa bersalah. Pria ini malah menyengir tanpa dosa. "Hehe, lagian ke toilet nggak bilang-bilang," jawabnya enteng sembari melipat tangannya di dada dan menyandarkan dirinya ke dinding.

Ya jelas saja mendengarnya membuatku makin dongkol. Mataku melotot memandangnya. "Lo ninggalin gue ya. Gimana mau bilang coba?"

"Ya panggil atuh. Gue pikir lo ngekor di belakang. Eh, pas gue cariin nggak ada. Padahal gue udah banyak ngomong dari tadi," sahutnya lagi. 

Kudengkus napasku. "Ya gue kan anak baru, masa manggil-manggil lo? Malu lah sama orang-orang di sini."

Seketika senyuman manis tercetak di wajahnya. Lantas ia berdiri tegap. Diacak-acaknya rambutku asal. Melihat perlakuan Kewa seperti ini mengingatkanku akan masa-masa kami dulu. Kewa memang agak manis sih. Tapi ya dia bersikap seperti itu pasti karena ia tak bisa berkelit. Secara ia memang meninggalkanku tadi. Hmmm sama seperti dulu. Jika sudah salah pasti langsung bersikap baik. 

"Yaudah. Yuk, kenalan sama anak-anak yang lain. Mereka udah pada datang."

Tapi ya buat apa memikirkan masa lalu. Secara Kewa yang di hadapanku sekarang berbeda dengan Kewa yang dulu. Tanpa basa-basi aku langsung men giyakan ajakannya. Kali ini ia tak berjalan lebih dahulu melainkan benar-benar di sampingku. Memberitahuku keadaan kanan dan kiri seperti ini divisi apa, bagian apa, mengerjakan apa dan hubungannya dengan tim kami nanti apa. Karena hal ini, aku jadi mengetahui sesuatu. Ternyata Kewa itu ramah sekali. Hampir semua orang menyapanya balik dan tersenyum ramah memandang kami. 

Hingga akhirnya, kami sampai juga di area meja kami. Oke. Kali ini tak bisa kupungkiri bahwa jantungku dagdigdug. Sebenarnya bukan karena hari pertamaku bekerja melainkan ....

"Gue Donal, Jyo. Kali ini lo harusnya udah nggak ada alasan untuk nggak kenal sama gue sih." Belum apa-apa sebuah tangan langsung tersodor di depan mataku. Ya, siapa lagi yang membuatku menyambut hari ini kalau bukan karena orang di depanku ini. 

Aku benar-benar bingung sekarang. Kupandang wajah Donal. Sedih sih melihatnya begini. Rautnya terlihat senang melihatku, namun di sisi lain bisa kulihat ia seolah menunggu jawabanku. Hmmm, haruskah aku bilang bahwa sebenarnya aku tak melupakannya? Tapi ...

Pluk! Tangan Donal dipukul pelan oleh Kewa!

"Sembarangan aja lo, Nal. Ntar kenalannya. Kan gue belum kenalin. Sabar apa," tegur Kewa.

Donal tak terima sembari menggosok tangannya yang kena pukul Kewa. Alisnya saling menaut tak suka. "Yeee, suka-suka gue lah."

"Ya gue dulu lah yang ngomong. Ini gue belum ngomong udah nyamper-nyamper aja."

Donal tak bisa berkelit, tapi wajahnya ketara sebal dengan pernyataan Kewa. Ia pun membalikkan badannya kembali duduk menghadap laptop di hadapannya. 

"Guys guys, perhatiannya yaaa." Kewa berdiri di sampingku. 

Ya di hadapanku sekarang adalah meja bundar panjang di mana di sampingnya diisi oleh wajah-wajah baru yang kuyakini adalah timku. Orangnya cukup sedikit. Hanya empat orang. Ditambah aku jadi lima. Mereka semua memperhatikanku kecuali Donal yang tetap memunggungiku dan fokus pada laptopnya. 

"Kita kedatangan anak baru nih. Namanya Jyora. Dia di sini sebagai Technical Writer. Selama ini kan kita kurang banget nih bagian dokumentasi nah sekarang udah ada. Jadi, gue harap sih sekarang udah nggak ada alasan lagi nih buat kita untuk dokumentasiin segala projek," terang Kewa panjang lebar. Mereka semua mengangguk meskipun sesekali mata mereka menatap layar komputer di hadapan mereka. "Jadi, anggota kita di sini ada empat. Dikit sih emang. Wajar lah ya. Namanya juga startup. Kita semua analis. Ya di sini nggak ada yang pure analis sih. Semuanya rangkap jadi satu. Analis iya, developer iya, reporting iya, dan dokumentasi juga iya. Nah, untungnya sekarang bagian dokumentasi udah ada lo, Jyo. Lo yang akan jadi tombak akhir bagian kita. Oke. Gue kenalin ya."

Kali ini Kewa menunjuk seorang pria kurus kerempeng berkacamata berambut keriting. Bukan body shaming tapi itulah apa adanya. Ia melambaikan tangannya padaku tanpa senyum sedikit pun.

"Namanya Opey. Untuk kerjaan dia nanti lo akan tahu sejalannya waktu."

"Opey Opey. Nama gue Rofferto. Enak aja," sanggahnya sebal dengan dahi mengerut.

Kewa masa bodoh. Dia malah menyengir. "Abaikan aja. Dia emang suka marah-marah tiap kali semua orang sebut nama dia. Nah, sebelahnya ada Menuk."

"Menuk?" tanyaku tak percaya. 

"Iya. Menuk Batubara."

"Batubara?"  tanyaku lagi.

"Bokap gue orang batak. Nyokap gue jawa tulen dan dia dulu punya burung namanya menuk tapi hilang karena pas nyokap hamil bokap gue lupa tutup sangkarnya. Sebagai balasan Nyokap kekeh namain gue Menuk," jawab pria yang ketara sekali wajah bataknya dengan rahang wajah tercetak jelas dan kulitnya yang sedikit gelap. Ia mendesah malas ketika menerangkan asal usul namanya. 

Kewa tertawa. "Menuk memang selalu menerangkan hal itu tiap ada orang yang syok dengan namanya. Tapi ya sekali lagi. Nama itu adalah pemberian orang tua yang wajib kita hargai."

"Tuh lo bisa ngomong gitu, Wa. Terus ngapa nama gue udah bagus-bagus lo panggil Opey," sahut Opey.

Kewa menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Gue yang bawa Opey ke perusahaan ini. Jadi satu kantor tahu nama Opey dari gue, hehe." Aku hanya ber-O ria. "Nah kali ini giliran ...."

Belum selesai Kewa menyelesaikan kalimatnya, "Gue Donal. Pria yang dulu pernah jalan sama Jyo. Kenal dia lewat tinder. Sayangnya, gue udah dilupakan. Puas lo? Udah nggak usah kenalin gue lagi, Wa. Toh tadi lo larang gue."

Astaga. Detik itu jantungku kembali berdetak kencang. Sosok Donal memang adalah sosok yang kuwanti-wanti dari kemarin. Sudahlah adegan dia yang menyodorkan tangannya tadi buatku ketar-ketir. Ditambah kalimatnya barusan dan kali ini aku sudah bisa menebak apa reaksi Kewa begitu mendengarnya.

"Tindeeeeeer?!" Satu timku langsung terpekik bersamaan. Oke. Dugaanku salah. Bukan hanya Kewa ternyata semua pria di timku. Mendengarnya membuatku merundukkan kepalaku malu. Duh, si Donal ini.

Donal mengangguk antusias. "Gini gini. Walaupun badan gue gembrot, gue laku ditinder. Liat dong. Cewek kayak Jyo aja match sama gue." Donal berkata dengan nada sombongnya.

"Ckck selera Jyo kayak si Gembrot ini ternyata." Aku tahu itu suara Menuk!

"Kalau gitu gue masuk dalam list Jyo dong. Secara gue lebih bagus seratus kali lipat dari si Donal, hahaha." Tawa membahana terdengar dari suara Opey. Menyusul Menuk dengan tawa yang juga tidak kalah kencangnya. Huaaaa. Kenapa sih kenapaaaa?

"Sial!" Umpatan Kewa menghentikan tawa dua orang yang kusebutkan tadi. 

"Napa lu, Wa?" tanya Opey yang masih berusaha menahan tawanya. 

Kewa pun terduduk di salah satu bangku terdekatnya. Ia langsung menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Aku yang menyaksikannya tentu saja bingung. Kewa kenapa coba? 

"Wa, lo sehat kan?" tanya Menuk.

Tapi Kewa tak mengindai pertanyaan mereka. Ia terus merundukkan wajahnya tanpa mau memperlihatkannya ke kami. Aku mau bertanya juga enggan. Bagaimana ya? Posisiku juga sulit. Aku anak baru masa mau sudah mau bereaksi dengan pernyataan Donal tadi. 

"Emang ada yang salah ya kalo selera Jyo kayak gue? Gue nggak gembrot. Cuma berat badan gue berlebih aja."

"Berat badan berlebih nggak nyampai 90 kilo kaleeeee." Kalimat Menuk disambut tawa Opey yang membahana bahagia. 

Kutatap wajah mereka berdua. Terlihat senang sekali mereka. Sementara Donal hanya merengut sembari menekan tombol pada keyboard-nya kuat-kuat sampai terdengar di telingaku. Aku benar-benar tak sanggup rasanya. Sepertinya timku ini orangnya unik-unik deh. Bukan tipe orang yang biasanya masuk dalam circle pertemananku. Huhu, Papa tolong Jyo ....

"Gue nggak terima." Ucapan Kewa kembali membuat tawa Menuk dan Opey terhenti. 

"Kenapa lagi sih lo, Wa? Haha gila lo ya?" tanya Opey dengan kekehan menyebalkannya.

Tiba-tiba Kewa berdiri. Matanya melotot. Ditatapnya mataku tajam yang tentu saja membuatku bergidik ngeri. Kali ini pacuan jantungku benar-benar tak sanggup kukontrol. Kewa pun melangkahkan kakinya mendekat ke arah Donal. Diputarnya bangku Donal. Donal tampak terkejut. Lalu ia samakan posisinya dengan Donal dan ia sandingkan wajahnya tepat berdampingan dengan Donal.

"Emangnya tingkat kegantengan wajah gue dan Donal sama, Jy? Lihat pakai mata lo baik-baik, Jyoraaaaaa!"

Napasku tercekat. Ini gila. Donal sama terkejutnya. Apalagi melihat wajahnya yang kini benar-benar berdampingan dengan Kewa. Menuk dan Opey pun terdiam. Mereka saling memandang bingung. 

"Lo kenapa dempetan muka sama Donal gitu, Wa?" Tiba-tiba suara asing menghampiri kami. 

Aku ingin menoleh, tapi rasanya diriku membeku karena mendengar pertanyaan Kewa yang membuatku lemas terdiam. Ditambah wajah dua pria itu yang merupakan mantan match-ku ditinder. 

"Emang wajah gue setipe sama Donal, Kas?" tanya Kewa lagi penasaran. Rautnya mulai menunjukkan kesedihan. Begitu juga Donal yang sepertinya merasa amat sangat terhina. Serius, aku ingin sekali berbicara. Aku tidak tega dengan Donal ....

"Ya beda lah. Emang kenapa?" tanya pria itu lagi. Ia kini bergabung di antara kami dan sepertinya sedang berdiri di sampingku. 

"Gue sadar gue jelek, Kas," mewek Donal. Matanya mulai berkaca-kaca.

Donal, maafkan .... Aku benar-benar merasa jahat pada Donal.

"Masa pasangan match-nya Jyo di tinder gue sama Donal. Itu artinya gue sama Donal setipe dong. Hancur hati gue, Kas." Kewa ikut-ikutan mewek layaknya Donal. 

Bukannya menghibur, pria di sampingku ini malah berkata, "Masih jaman aja main tinder. Cuma orang nggak laku dan kesepian yang main tinder. Nasib punya anak buah begini amat."

Dan tak terpungkiri wajah semua orang kali ini rasanya benar-benar hancur dan retak. Tidak hanya Kewa dan Donal, melainkan Opey dan Menuk juga. Apakah ini artinya?

"Lo berdua juga main tinder?" tanya pria ini sembari menunjuk Opey dan Menuk. 

Opey dan Menuk merunduk. Mereka tidak mengiyakan, tapi dengan ekspresi mereka berdua jelas saja jawabannya sudah ketahuan. 

"Dan lo anak baru juga?" Kali ini pria tersebut menunjukku. Belum sempat kujawab, "Begini amat ya punya anak buah. Nggak laku semua."

Dan saat itu juga mood-ku hancur berantakan lagi untuk yang kesekian kalinya. Yang tadi pagi sempat kubangun kembali hancur tak berbekas. Benar-benar menyedihkan dan mengesalkan. Aku bukan tidak laku. Aku laku kooooook. Huaaaaaaaa.

***

Plis jawabannya gimana nih? Baru bisa lanjut. Kalau respon gede bisa cepet kok lanjutnya. Plis respon yaaaaaa.

BTW bisa pesan Kata Mereka, CCM, dan HM di tokopedia dan shopee yaaaaa. Plis DM kalau mau pesan :*



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro