Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

T W O [Repost]

ACRES menggelengkan kepalanya pelan. Jelas-jelas menolak wacanaku barusan, atau, setidaknya dia tidak mempercayainya. Tetapi lebih daripada itu, dia tidak mengeluarkan sepatah katapun. Tahu diri kalau dia akan selalu kalah beradu argumen denganku. Mata emasnya teralihkan dariku untuk menatap kemegahan Onwellstone yang masih berdiri kokoh.

Masih semenit lagi sebelum Parade Lampu dimulai.

Tangan Acres yang tanpa sarung tangan terjalin di pangkuannya, dengan kedua kuku-kuku ibu jari yang saling beradu satu sama lain, mengeluarkan bunyi tak-tak pelan. Aku tahu banyak tentang Acres. Sekarang, pikiran pemuda pemurung itu sedang mengembara entah kemana. Matanya yang agak cekung menghitam menerawang jauh.

Untuk saat ini, memutus apapun yang sedang ada di dalam pikiran Acres adalah hal terakhir yang aku inginkan.

Mataku teralih dari kuku jari Acres ke punggung tangannya. Di bawah cahaya bulan yang memerah aku dapat melihat dengan jelas bekas luka jahitan yang memanjang dari ibu jari hingga menghilang di balik keliman mantelnya. Jika orang lain mendapatkan luka menjijikkan seperti itu, mereka akan dengan segera--tanpa berpikir panjang--membayar mahal untuk menghilangkan bekasnya. Teknologi semacam itu sudah ada di mana-mana. Hampir setiap rumah sakit memilikinya.

Tetapi lain halnya dengan Acres, dia menolak untuk menghilangkan bekas menjijikkan itu. Bukan hanya karena mahal. Luka itu semata-mata dia biarkan sebagai pengingat bahwa dirinya dulu pernah tersakiti. Bahwa dia dulu pernah lemah, pernah terjebak dalam hari-hari gelap nan membutakan, yang tidak akan pernah ingin dijamahnya lagi.

Walaupun sudah berkali-kali mendapatkan perlakuan keji dari manusia tak berperasaan yang sayangnya adalah nenek Acres. Tidak pernah sekalipun Acres mengambil hati atas setiap perkataan dan luka-luka yang dia dapatkan dari wanita tak tahu terima kasih itu.

Ada banyak hal yang membuat aku menganggap Acres selalu mempunyai prinsip yang menyedihkan. Namun baru hari itu untuk pertama kali selama bertahun-tahun aku melihat ekspresi terluka di wajahnya. Di mana hari itu pula adalah hari terakhir dia membiarkan senyuman bertengger di bibirnya. Aku lega bahwa wanita itu tidak akan pernah lagi bisa menambah luka di hati Acres ataupun adik-adiknya.

Avgustin mempunyai banyak sebutan untuk orang-orang seperti nenek Acres, dan kesemuanya tidak ada yang terdengar bagus di telingaku.

Kulirik Acres, takut-takut nanti dia tahu kalau aku sedari tadi memelototi bekas lukanya, tapi dia tidak bergeming sedikitpun, masih setia dengan pikirannya sendiri. Terjebak lama-lama di sana.

Ketika aku menekan cincin di jari telunjukku untuk mengecek berapa lama lagi Parade Lampu akan di mulai. Bahuku terasa memberat oleh sebuah beban. Helai-helai rambut pirang kusam yang dipenuhi butiran-butiran salju adalah hal pertama yang ditangkap oleh pengelihatanku.

Gerakan tanganku yang hendak menekan Cincin Identitasku segera terhenti.

"Ellie, bagaimana jika aku menginginkan kau ikut denganku ke Sector Dva."

Mataku mengedip cepat. Itu adalah pertanyaan yang sangat kekanakan. Membuat seluruh inderaku peka karenanya. Dengungan Glass Gate di belakangku semakin jelas kudengar. Aku menjawab tanpa ragu. Mengeluarkan segala kemungkinan yang akan terjadi jika aku benar-benar menyetujui perkataan Acres. "Sector Dva tidak akan mengijinkannya. Aku bukan bagian dari anggota keluargamu--ditambah Avgustin--kau tahu bagaimana Avgustin."

Avgustin tidak akan pernah memperbolehkan. Fakta bahwa Avgustin tidak menyukai Acres bukan lagi hal yang mampu ditutup-tutupi oleh kami bertiga.

"Bagaimana jika aku mengelabui UrsaMayor? Mengubah Cincin Identitasmu? Membujuk Avgustin?" usul Acres sekali lagi, aku bisa mendengar nada putus asa dari suaranya. Kuharap dia tidak benar-benar serius dengan ucapannya. Karena sudah sangat jelas bagiku, Acres mampu melakukan semua hal itu. Aku juga tahu itu, tapi aku tidak bisa mengabaikan resiko yang akan mengikuti setelah melakukan kejahatan kecil yang akan berdampak besar pada diri kami.

Beberapa hari terakhir ini aku mengira hanya aku saja di sini yang merasa berat dengan kepergian Acres, tetapi sepertinya Acres juga merasakan hal yang sama. Kupikir Acres tidak akan pernah memiliki rasa semacam itu. Sector Tres sudah terlalu menyakitinya. Sudah terlalu banyak memberikannya mimpi buruk yang tak berkesudahan.

Tetapi aku sudah berjanji bahwa Acres harus bahagia bahkan jika itu berarti kami tidak akan bisa sedekat sekarang ini. "Nah, aku berharap kau segera menemukan cara untuk membuat orang hilang ingatan."

Acres terkekeh serak, mencemooh bayangan mustahil itu. Sama seperti aku mencemoh usulannya. "Penemuan itu pasti akan menggemparkan seisi Pheasen. Setelah itu, aku harus membujukmu untuk mau ikut denganku ke Chrone."

Aku membalas dengan tawa sumbang. Tahu kebenarannya lebih dari siapapun.

Beruntung kalau kau bisa pergi ke Chrone lalu pemerintah di sana mengampunimu. Hanya saja semuanya tidak sesederhana itu. Penemuan seperti obat penghilang ingatan dianggap illegal. Semenjak ditemukannya penemuan-penemuan illegal berupa alat-alat ataupun obat-obatan dengan fungsi yang mana dianggap berbahaya untuk digunakan oleh seluruh warga Pheasen. Maka dibuatlah peraturan-peraturan rumit yang ditujukan kepada para Tech di Pheasen.

Bahwa ada beberapa hal yang tidak bisa mereka buat dengan sembarangan tanpa sepengetahuan pemerintah Chrone. Sudah banyak orang-orang yang tidak menyayangi diri mereka dikirim ke Halder. Penjara. Tempat pengasingan yang mengerikan bertepempat di bawah pulau Pheasen.

"Chrone bukan tempat yang cocok untukku," aku berujar, berusaha menggelak keinginan hati terdalam. "Tetapi kau, Chrone tidak akan sulit untuk kau gapai."

"Kau tahu Chrone bukan tujuanku," sanggah Acres dengan cepat. Tekstur halus yang berasal dari rambutnya menggesek telinga dan rahangku ketika dia menggerakkan kepala pada bahuku. Aku mampu membayangkan ekspresinya saat ini dengan jelas. Mata emas yang menyorot tajam, bibirnya menjadi segaris lurus ketika menyanggah kebenaran yang kukatakan dengan perkataannya sendiri.

Sedari dulu Acres selalu mempunyai pemikiran yang berbeda denganku. Anehnya kami bisa berteman selama itu tanpa ada pertengkaran yang berarti. Sector Tres bukan jenis orang yang suka mencampuri urusan orang lain, begitu juga aku dan Acres. Di sisi lain tentu saja dia jauh berbeda denganku. Dikala semua orang menginginkan udara Chrone, Acres justru sebaliknya. Permukaan adalah tujuan yang terpatri kuat di dalam kepalanya yang briliant.

Dulu kupikir itu hanya bagian dari obsesinya untuk mendalami perannya sebagai Tech, tetapi semakin aku melihat, semakin aku menyadari bahwa keinginan Acres tidaklah bersifat sementara.

"Itu hal yang gila, Acres. Tidak ada yang menginginkan Permukaan sekarang. Andai aku memiliki sekitar sepuluh persen dari kapasitas kepintaran otakmu. Sudah kupastikan aku tidak akan berada di Chrone. Memakai kacamata keren, dan bekerja di tempat yang luar biasa canggih."

Acres mendengus. Semua orang mendambakan bisa menginjakkan kaki kotor mereka di tanah itu. Aku memang benci orang-orang Chrone tetapi bukan berarti aku membenci tempatnya. Dengan mata menerawang aku melanjutkan. Menatap kebalik Glass Gate, di sana, di balik langit yang merah, kalau aku berkonsentrasi seperti sekarang ini. Mataku akan menemukan buntut dari pulau yang bernama Chrone. Surga misterius. Hanya orang-orang tertentu yang bisa ke atas sana. "Chrone selalu lebih baik daripada Pheasen atau bahkan Permukaan."

Kemudian hening.

Ada jeda panjang yang mengerikan. Kukira Acres akan bergerak menjauh setelah mendengar apa yang baru saja kukatakan. Mungkin karena sudah terlalu sering kami berbeda pendapat tentang hal ini membuat Acres tahu pada akhirnya akan bagaimana. Sehingga diam membuat semuanya lebih baik, tapi menurutku, aku tidak menyukai 'diam' versi Acres.

Kemudian secara mengejutkan bahuku terasa lebih berat daripada sebelumnya. Tangan Acres yang memiliki bekas luka bergerak untuk mengenggam tanganku. Menjalin jemari-jemari kurusnya dengan jemari tanganku yang terlindungi oleh sarung tangan hangat dengan erat.

Suara sirine yang bergaung dari Onwellstone membuatku terperanjat bahkan sebelum salah satu dari kami membuka mulut. Sirine kembali bergema ke seisi Sector Tres, lalu diikuti dengan Onwellstone yang berkedip-kedip cepat. Glass Gate di belakangku berdengung menyakitkan telinga. Setiap tahunnya selalu saja seperti itu, tapi baru kali ini aku merasakan dengungan itu amat mengangguku.

Jantungku berdebar sangat keras. Suara sorakan penduduk Sector Tres bergema. Aku rasa berasal dari Jembatan Kaca di atas sana. Aku menengadah untuk melihat kebenarannya.

Benar saja.

Di atas sana. Puluhan bohlam-bohlam cahaya emas berpendar dari masing-masing tangan warga disana. Cahaya harapan. Perhatianku dari ratusan bohlam-bohlam itu teralihkan oleh cahaya dari badan Onwellstone yang putih mengkilat perlahan-lahan berubah menjadi hitam dengan efek debu yang ditiup oleh angin. Aku yang sudah berkali-kali menyaksikan perubahan itu dan tidak satu kalipun aku pernah berhasil untuk menyimpan rasa takjub itu secara rahasia di dalam kepalaku.

"Salah satu dari sekian banyak alasan tersembunyi pemerintah Chrone," kata Acres. Dulu sekali.

Perubahan Onwellstone dari putih ke hitam dibuat selambat dan seindah mungkin. Seluruh warna putih dari badan Onwellstone berterbangan layaknya kulit ular yang terkelupas atau bagai debu. Melayang-layang ke udara di sekelilingnya, menyatu dengan kepingan-kepingan salju. Warna baru badan Onwellstone mulai terlihat. Hitam. Sehitam warna dasar mantel kami.

Di atas warna hitam pualam itu, warna-warna lainnya muncul. Pertama, biru. Lalu merah diikuti oleh abu-abu, dan yang terakhir, warna paling ditunggu-tunggu.

Warna dari Sector Tres sendiri. Emas. Sementara warna Sector lainnya menghilang. Warna emas meliuk-liuk di badan Onwellstone diikuti dengan munculnya seekor Lynx berkilauan. Hewan bertelinga panjang itu berlarian mengelilingi badan Onwelstone. Mengikuti ekor dari warna emas yang melesat bagai komet.

Begitu Lynx itu menangkap warna emas panjang itu. Lynx itu pecah menjadi aksen-aksen emas rumit yang mana mirip seperti ukiran-ukiran kuno yang sering kulihat di museum sejarah. Ukiran itu menempati bagian tertentu dari badan Onwellstone, bergerak terjalin seperti sulur ke atas. Ketika ujung ukiran itu terjalin sempurna di puncak Onwellstone. Layar Holo muncul di puncak Onwellstone. Dibuat dengan kesan seperti bendera kain. Bergerak-gerak dengan warna emas. Seekor Lynx hitam sebagai pusat dari bendera hologram itu.

Sisa-sisa dari Lynx itu menghambur ke seluruh penjuru Sector Tres. Diikuti oleh sorakan yang semakin membahana. Seluruh Solo di Sector Tres yang semula gelap gulita menyala dan beriak-riak dengan warna emas menakjubkan. Membentuk gelombang-gelombang emas. Gelombang layaknya ombak itu berhenti ketika mencapai Tembok Perbatasan. Kepingan-kepingan salju sewarna emas memenuhi Sector Tres. Kembang api empat warna meledak-ledak di langit Sector Tres, menghiasi malam bersalju gemerlapan oleh berbagai warna, menyamarkan langit merah mengerikan. Membuat sang bulan dilupakan begitu saja.

Remasan tangan Acres mengendur. Bahuku sudah tidak seberat tadi. Rambut pirang emasnya yang kusam bergerak-gerak tertiup angin. Perlahan suara sorakan warga yang menggila di jembatan kaca, dan bahkan kerasnya suara ledakan kembang api menghilang seketika. Kecuali dengung Glass Gate yang masih mampu kurasakan.

Salju-salju emas terjatuh di sekeliling tubuh Acres dengan gerakan melambat. Mata emasnya berkilat-kilat oleh binar-binar Parade Lampu ataupun oleh apa yang dia rasakan saat ini. "Jujur saja, Ellie. Aku sudah tidak tahan hanya menjadi penonton yang bodoh. Sudah tahu diracuni tapi masih saja berdiam diri seolah-olah inilah yang terbaik bagi mereka."

Aku berusaha untuk tidak membuat Acres merasakan sensasi apa yang baru saja aku rasakan ketika dia mengatakan itu. Dan lebih memilih dengan bersabar menjawabnya. "Dan jujur saja, Acres. Aku juga sama tidak sabarnya denganmu, tapi apa yang mampu dilakukan oleh bocah enam belas tahun seperti kita?" Aku tidak membiarkan Acres menyela karena aku sudah terlanjur tidak suka dengan apa yang baru saja dilakukannya pada perasaanku. "Aku tahu kau mampu tapi pernahkah sekali atau dua kali kau memikirkan orang lain?--Tidak perlu memikirkanku--bagaimana dengan keempat adikmu?"

Aku tak pernah menduga bahwa dampak dari pertanyaanku segera terlihat. Secepat Acres memalingkan wajahnya dariku, dari Onwellstone atau dari apapun yang membuatnya kesal saat ini. Namun lebih daripada itu aku senang bahwa selamanya dia tidak akan pernah mampu mengabaikan kenyataan yang baru saja aku semburkan.

Acres punya hati yang terlalu tak terjamah. Aku akui dia lebih cerdas dariku tetapi, dia sama tidak mengertinya tentang semua ini. Sepertiku. Suka atau tidak suka dia harus menerima kekurangan itu. Dan aku akan lebih senang lagi, apabila saat ini dia melunakkan sedikit hatinya, memikirkan tentang keempat adik yang membutuhkan kasih sayang seorang abang, tapi terutama aku senang bilama Acres memikirkan tentang perkataanku.

Aku memang egois, tetapi tidak sejahat Acres.

Pada saat-saat seperti ini kata-kata Gavin tentang darah lebih kental dari air kembali terngiang-ngiang di telingaku. Sebegitu inginkah Acres mengetahui keberadaan dua orang yang sudah menelantarkannya bersama wanita tua jahat itu? Sampai-sampai Permukaan adalah hal terakhir yang menjadi obsesinya. Semua hal tentang omong kosong itu sama saja dengan menyia-nyiakan anugrah yang amat kuinginkan darinya, walau tidak sepenuhnya benar tetapi tetap saja ....

Acres mesti bersyukur, tapi akankah cukup untuknya? Pada waktunya nanti, akankah aku bisa menjalani hari-hari tanpa dirinya?

Berbagai pertanyaan terus menerus berputar di kepalaku layaknya putaran kepingan-kepingan salju yang berubah warna menjadi emas di sekeliling kami sebelum jatuh ke atap, jalanan beraspal, dan rambut serta mantel Acres. Selama itu hanya ada keheningan yang melanda. Acres diam membisu tidak memandang apapun selain menunduk. Saat ini aku tak bisa melihat mata Acres. Tirai rambut emas ikal menghalangi pandanganku.

Akan tetapi aku masih berani berharap jikalau dia sungguh-sungguh merenungkan apa yang baru saja aku katakan padanya.[]

Total : [1950 words]

You're scared to moving on, but you're already gone.

-Your Fav Author, Prasanti.
Call me, Pras or Kahnivore

-Pict diatas adalah bagaimana saya melihat warna mata dari empat Sector di Pheasen. Cantik kan? Suka?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro