Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

N I N E [Repost]

[Sesuatu yang saya suka dari chapter ini adalah, bahwa saya bisa menulis semua ini dengan amat sangat spektakuler. Ikr. Kedengarannya sombong banget, tapi saya lumayan ahli bikin adegan aksi. Fokus baca!]

      SEMUANYA kacau balau. Seseorang menyenggol bahuku dengan amat keras, otomatis membuat tubuhku goyah. Kepalaku tersentak ke depan, jatuh dengan muka lebih dahulu. Mulutku terantuk kursi sebelum terhempas karena gelombang ledakan.

     Untuk sesaat yang singkat, aku hanya bisa tersengal-sengal. Rasa besi memenuhi mulut, bunyi jemari tanganku yang terinjak membuat aku menggerang lebih keras, tetapi bahkan hal itu tidak lebih buruk dari fakta bahwa Acres terlepas dari genggamanku.

     Kedua mataku langsung terbuka lebar. Mengabaikan rasa sakit yang berdenyut pada mulutku yang robek, serta rusuk yang sakit. Aku mendorong dan menyibak paksa orang-orang yang mendesak jalanku.

     Aku memaki saat melihat Para UrsaMayor membanjiri Arcade Illysiumstone, menggiring lautan manusia untuk segera pergi dari tempat yang saat ini telah berubah sepenuhnya menjadi kandang penuh perangkap.

     Aku bahkan tidak peduli, kalau tadi aku menyikut salah satu UrsaMayor yang menarik tanganku untuk segera pergi keluar. Beruntungnya UrsaMayor itu berhenti melakukan usaha sia-sia, sehingga aku tidak perlu merontokkan beberapa giginya.

      Aku berteriak keras memanggil nama Acres. Sialnya, suaraku jelas kalah besar dibanding dengan semua kekacauan yang terjadi. Aku tak bisa melihat apapun yang terjadi di tengah Arcade Illysiumstone karena dinding semacam Glass Gate yang melindungi bangku penonton dari tanah lapang di tengah sana tak henti-hentinya memantulkan cahaya menyilaukan mata. Ditambah dengan kekacauan yang terjadi membuatku semakin kesusahan untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi dibalik Glass Gate.

     Namun, ketika cahaya menyilaukan itu terhenti. Jeda sesaat itu memberiku cukup banyak kesempatan untuk mengintip pemandangan yang ada di balik Glass Gate yang tak henti-hentinya berdengung menggetarkan darah dan tulang.

     Pemandangan sekilas itu membuat jantungku seakan jatuh ke dasar perut. Kubus di mana tempat Canavaro seharusnya berada meledak. Momentum dari ledakan menerbangkan sesuatu yang lebih berbahaya dari dengungan Glass Gate ke sekeliling Arcade. Puing-puing beserta sesuatu yang lain berterbangan di udara.

      Gelombang udara mematikan siap menerjang.

     Aku terlalu tercengang untuk menunduk ataupun berbaring saat puing-puing menyapu tempatku berdiri.

      Aku tidak terlalu mengingat apa yang terjadi selanjutnya, tapi tubuhku terhempas cukup jauh dari kursi yang semula berniat aku naiki. Aku berhasil melindungi kepala dan wajahku tetapi lutut dan dadaku sakit luar biasa. Yang lebih mengerikan aku tak merasakan apa-apa pada punggungku.

     Puluhan orang berbaring di antara puing. Ada yang menggerang kesakitan, menangis, dan tergeletak begitu saja. Entah tidak sadarkan diri atau mati.

     Telingaku berdenging. Selama sesaat debu-debu yang berterbangan dan berbagai jenis mantel yang berseliweran terlihat seperti gerakan cepat yang membuatku ingin kembali memejamkan mata.

     Hempasan angin dari atap yang roboh seketika menyadarkanku. Ketika kukira aku takkan mampu bangkit berdiri lagi, kedua kakiku secara mengejutkan bergerak--berlari--ke arah Acres yang telungkup dengan lengan kemeja yang sobek, perlahan darah keluar dari daging yang terbuka.

     Mimpiku tentang Acres dan darah kembali menguasai pikiranku. Kali ini lebih jernih. Lebih nyata. Ketakutan itu meluap bak air mendidih dan aku tidak bisa menahannya lagi.

      "ACRES!"

      Aku berteriak di antara dering telingaku yang membuatku pusing. Aku tiarap di samping Acres. menepuk-nepuk pipinya bahkan menamparnya. Aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan. Aku tidak tahu. Tak tahu. Tak tahu.

      Brengsek!

      "ACRES! ACRES!!" Aku tak tahu apa yang mesti kuperbuat. Aku sudah siap untuk serangan jantung yang kedua ketika Acres secara perlahan akhirnya membuka mata, ternyata bukan hanya lengannya saja yang berdarah tetapi tulang pipinya juga tergores. Membuat setengah wajahnya bengkak.

      "Ellie kau berdarah," tangannya menyentuh bahuku dimana ternyata mantelku rusak parah hingga bagian blus di bahuku robek. Rasa perih itu melanda seketika tetapi aku tidak sempat merespon atau bahkan menggerang kesakitan karena getaran kembali melanda seluruh Arcade Illysiumstone.

      Mata emas Acres seketika terbuka lebar. Namun aku menundukkan kepala Acres dengan paksa, dan untuk sesaat kami berdua tiarap. Tepat pada waktunya saat bongkahan-bongkahan beton melayang di atas kami, menabrak dinding di depan kami.

     Pecahan-pecahan beton terpental, menggores tangan yang kugunakan untuk melindungi kepalaku, serta kepala Acres, debu masuk melalui mata dan hidung. Membuatku terbatuk-batuk hebat serta rentan.

     Tetapi ada yang lebih mengkhawatirkan daripada debu yang membuat sesak napas. Dinding yang terkena lemparan beton retak. Aku yakin satu kali lagi beton melayang maka habislah nyawaku dan nyawa Acres tertimpa reruntuhan dinding.

      Kami harus segera keluar dari tempat ini!

      Aku terlalu lengah setelah serangan bongkahan itu karena setelahnya Acres terlepas dari peganganku. Lagi. Aku berdiri dengan susah payah. Mengejar Acres yang dengan bodohnya berlari ke arah kerumunan manusia yang seperti tak ada habisnya.

      Dia melawan arus.

     Aku baru saja akan meneriakinya ketika melihat kemana kakinya yang ternyata--pincang--melangkah.

     Dia menghampiri Islee yang dipeluk oleh Arden. Indra menangis diantara mereka. Dadaku berdebar oleh rasa takut ketika menyadari bahwa ada satu orang yang hilang. Mataku dengan panik menscan seluruh area Arcade yang sudah luluh lantak.

      Leah. Leah. Leah. Begitu pikiranku bergumam seperti orang gila.

     Tubuhku membeku sesaat ketika melihat ada sosok yang menggunakan topeng logam melayang di tengah-tengah lapangan, tidak ada GravObuv, tetapi armor mengerikan yang kulihat sering dipakai oleh para UrsaMayor yang berasal dari Chrone berkilauan dalam jarak pandangku. UrsaMayor itu menembakkan laser dengan kekuatan mematikan ke arah lawannya. Yang entah siapa itu.

      Beberapa UrsaMayor tanpa armor lainnya menyebar ke seisi Arcade Illysiumstone. Entah apa yang mereka lakukan kali ini, aku jelas tak peduli.

      Sekarang aku tahu kenapa beton-beton itu mampu melayang ke dinding di seberang.

      Ada sosok lainnya-yang tidak menggenakan armor--melempar--lemparkan seluruh benda di belakangnya seperti melemparkan mainan yang tidak lagi dia sukai kearah sosok UrsaMayor yang menggunakan armor.

     Aku menunduk ketika papan skor melayang beberapa meter di atas kepalaku, sebelum jatuh dengan percikan-percikan bunga api dari server rusak di balik punggungku.

      Apa itu? Apa yang terjadi? Apa Alien yang melakukannya? Tidak mungkin Alien. Glass Gate sukar ditembus bahkan oleh mesin canggih sekalipun. Manusia? Tidak ada seorangpun bisa melakukannya dengan tangan kosong kecuali hal itu hanyalah trik sihir yang pernah kubaca dari buku-buku dongeng yang diberikan Avgustin padaku tetapi, aku kembali meragukannya saat melihat seperti apa kerusakan yang ditimbulkan oleh kekuatan itu di sekelilingku.

      Sihir itu tidak nyata.

      Luka pada bahuku berdenyut makin keras, jemari tangan kiriku yang bengkok, layu, menghitam. Para UrsaMayor Sector Wan yang berlarian ke arah tanah lapang semakin banyak, membuatku menyadari bahwa apa yang dilihat oleh kedua mataku nyata adanya.

      Pikiranku kebingungan sendiri. Namun prioritasku saat ini bukanlah hal itu. Aku harus mencari seseorang. Seseorang yang amat kusayangi. Seseorang yang Acres sayangi.

      Leah!

      Aku akhirnya menemukan gadis kecil itu, berdiri tak jauh dariku. Telinga Lynx emas di tudung mantelnya terlihat bergerak-gerak tertiup angin reruntuhan. Namun anehnya, Leah tak bergerak seincipun. Leah hanya menatap kosong ke depan seolah-olah pikirannya tidak sedang berada pada tempatnya.

      Perasaan mengerikan yang sama ketika Acres terbaring membuatku berlari kearah Leah, bersamaan dengan Arden yang juga berlari ke arah yang sama.

      Arden lebih cepat dariku, dia berlari seperti angin.

     Akan tetapi besi-besi itu lebih cepat dariku, lebih cepat dari Arden.

     Arden hanya berjarak beberapa kaki dari Leah ketika salah satu besi menembus ulu hati Leah.

      Aku mendengar suara jeritan. Lantang dan histeris. Lama setelahnya baru aku menyadari bahwa itu adalah suara yang dikeluarkan oleh mulutku sendiri. Seluruh badanku lemas luar biasa, tetapi kupaksakan kedua kakiku untuk bergerak ke arah Arden dan Leah begitu menyadari hujan besi kedua menyerang tempat Arden yang memeluk mayat Leah.

      Pikiranku dipenuhi dengan besi-besi yang akan merajang tubuhku, tetapi aku tak peduli. Aku tidak akan membiarkan Arhaki lainnya terluka. Aku tidak akan membiarkan hal mengerikan yang baru saja terjadi pada Leah terulang kembali.

      Aku mengambil dua kursi yang gepeng, mengabaikan rasa sakit yang membutakan menyerang jemariku yang bengkak, dan melemparkannya dengan sekuat yang kumampu ke arah tombak-tombak besi itu.

     Beberapa berhasil menancap di kursi yang kulemparkan, terjatuh bersama beban kursi, tetapi tidak semuanya. Aku ingin sekali menjerit tapi aku tahu mana yang saat ini amat sangat tepat kulakukan.

      Aku baru saja akan melompati kursi yang rusak, menggunakan tubuhku sebagai tameng, ketika seseorang memeluk tubuhku--menghentikan langkahku--besi-besi itu juga terhenti di udara. Seolah-olah ada sesuatu yang membuatnya terhenti.

      Aku melihat Acres berlari ke arahku. Meninggalkan Islee yang terlentang tak sadarkan diri di samping Indra yang masih berdiri dengan tatapan mengerikan, penuh teror dan trauma.

     Acres meneriakkan sesuatu.

      Namun aku tak mendengar apapun karena kemudian semuanya menjadi kabur, sesaat setelahnya aku merasakan semacam sensasi seperti ditarik kebelakang oleh penyedot debu.

      Segala sesuatu menciut di depan mataku.

      Aku mengerjapkan mataku. Bukan Arcade Illysiumstone--yang telah hancur--yang saat ini kulihat tetapi padang rumput yang luasnya tak terkira. Seketika itu juga aku kembali menjerit, dan menangis.

     Bayangan Leah yang terjatuh ke pelukan Arden dengan besi di ulu hatinya membuat seluruh makanan keluar begitu saja dari mulutku. Kepalaku berputar hebat. Aku tahu orang yang saat ini berdiri di belakangkulah yang membawaku ke padang rumput ini.

      Meninggalkan Acres yang aku tak tahu bakal sekosong apa dia dengan kematian Leah, meninggalkan Islee yang pasti tak akan pernah memaafkanku karena meninggalkan mereka, meninggalkan Arden dengan duka yang mendalam dan Indra dengan kemarahannya.

      Tiba-tiba aku teringat dengan Jadrové. Aku menggoyangkan tangan bersamaan dengan perubahan pada bandul jam. Jadrové seketika berubah menjadi katana yang siap menebas.

     Aku mengayunkan katana dengan gerakan memutar sempurna, tapi sebelum mata pedangku menebas orang yang membawaku. Sulur-sulur padang rumput menahan kedua kaki dan tanganku. Belitan yang tak kuduga bisa sekuat itu.

Keterkungkungan yang menjebakku tidak membuat aku melupakan tujuan utamaku. Aku memutar arah pedang. Menebas sulur-sulur rumput yang menahan tanganku. Penculikku sudah menghilang--kembali melebur dengan udara--tapi sulur-sulur itu seperti tak ada habisnya. Aku mengeluarkan suara antara tangis dan umpatan.

      "Acres! Acres!" Berkali-kali aku berteriak memanggil Acres seolah-olah dengan melakukan hal itu pemilik mata emas indah itu akan muncul di hadapanku dan menolongku untuk membunuh penculikku.

      Tapi tidak.

      Bukan itu yang menjadi alasanku yang sebenarnya. Aku hanya tidak mampu menerima kenyataan bahwa Leah telah pergi dan Acres makin menjauh dariku.

      "Ellie! Syukurlah ...."

      Aku mengangkat kepala, sangat berharap bahwa Acreslah yang saat ini berlari terseok-seok menghampiriku tapi aku harus mengubur harapanku dalam-dalam karena yang datang saat ini bukanlah Acres, tetapi Avgustin.

       Tidak, bukan Avgustin tapi, ya ... dia Avgustin.

      Rambutnya bukanlah emas seperti yang selama ini aku lihat. Rambut emas itu sudah menghilang digantikan oleh rambut yang dicat merah, dia tak lagi menggunakan kacamata seperti rambut emasnya yang menghilang, iris matanya juga berubah menjadi kelabu.

       Tapi suaranya adalah suara abangku, dia membawaku ke dalam pelukannya yang bau jelaga dan aku tidak bisa mengkhianati hatiku bahwa orang asing yang saat ini memelukku adalah Avgustin. Sulur-sulur menghilang. Jadrové telah kembali menjadi jam tangan biasa.

     Tubuhku melemas dengan sendirinya oleh rasa sakit yang makin nyata bukan hanya dari bahu kiriku tetapi juga dari tempat yang tak akan bisa sembuh dengan sempurna. Bayangan Acres yang memanggil namaku lamat-lamat membawaku dalam mimpi buruk yang tak berkesudahan.[]



Total : [1735 words]

I know they always say to hold on for better days but, I didn't think that i could make it. Come closer to givin' up everyday.
The fact i'm here is kind of amazing. Funny, how destiny brought out the best of me.

Your Fav Author, Prasanti.
Call me Pras or Kahnivore

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro