Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

F O U R [Repost]

     Pintu kamarku berdesis terbuka. Tempat tidurku sudah rapi, langit-langit yang semula penuh dengan bintang-bintang kini sudah berubah menjadi warna matahari pagi yang menyegarkan dipandang mata, walaupun aku tahu langit-langit kamarku hanya buatan, tapi setidaknya lebih baik daripada sepanjang hari melihat langit di luar Glass Gate yang sudah terkontaminasi oleh berbagai zat kimia.

      Satu-satunya peninggalan yang bisa dibanggakan dari nenek moyang kami.

     Aku mandi dengan cepat, membuka satu-satunya tabung yang ada di kamarku. Tabung ini bernama Tabung Kelam karena warnanya sekelam dasar mantel yang kami gunakan. Tabung Kelam biasa kami gunakan sebagai pengganti lemari bahkan lebih praktis dari lemari manual kuno biasa.

     Di dalam Tabung Kelam terdapat sebuah tempat semacam cetakan tubuh manusia.

     Begitu aku mengepaskan tubuhku pada cetakan tubuh manusia di belakang, pintu tabung mendesis tertutup. Tak lama setelahnya kegelapan di dalam tabung menghilang, digantikan oleh warna biru tosca, yang terkadang, walaupun aku sudah berkali-kali melihatnya. Penerangan mendadak itu masih saja membuat kedua mataku buta sesaat. Lalu dari atas, bawah dan sampingku muncul tangan-tangan robot yang dengan cekatan membuka piyama, sementara kedua mataku sibuk memilih pakaian apa yang ingin kupakai.

      Hanya dengan satu kedipan mata blus hitam dengan hem emas, celana kain panjang bergaris emas, dan tentu saja mantel. Mantel adalah pakaian yang wajib digunakan jika berada di luar rumah.

     Masing-masing Sector mempunyai desain yang berbeda-beda dengan mantel mereka. Sector Tres memilih warna hitam sebagai dasar dan emas sebagai sulaman untuk membentuk sulaman Lynx di punggung mantel. Ada aksen garis emas di sepanjang tudung mantel, pergelangan tangan, dua dibagian samping, dan yang terakhir aksen garis itu ada dibagian bawah mantel.

     Mantel berfungsi untuk melindungi tubuhmu dari perubahan cuaca di luar sana. Sehingga saat ini tidak ada lagi pakaian tebal di musim dingin atau pakaian tipis di musim panas. Mantel ini membuat pakaian-pakaian menjadi lebih simpel dan tentu saja praktis.

     Begitu keluar dari Tabung Kelam aku bergegas turun ke lantai bawah, membiarkan sensor pintu menscan Cincin Identitasku.

     Pintu terbuka dengan bunyi desis pelan. Cuaca masihlah dingin. Penuh dengan salju, bedanya hari ini suhunya lebih hangat Tres derajat dari kemarin. Chrone pasti sudah melakukan sesuatu tentang hal ini. Radeon tidak akan seru bila para pemain pingsan membeku atau jarak pandang penonton terhalangi karena hujan salju deras. Beberapa orang dengan mantel hitam dan rambut emas berkeliaran di sekelilingku.

     Nun jauh di alun-alun kota, di antara tingginya gedung-gedung pemerintahan. FlyMobs membentuk titik-titik hitam dan emas yang bergerak dengan cepat. Tempatku tinggal lumayan jauh dari keramaian. Hanya berjarak beberapa meter dari danau buatan bernama Allur.

     Pada masa-masa di mana aku dan Acres masih mempunyai banyak waktu untuk masing-masing. Kami berdua sering menghabiskan waktu di sana. Berbincang tentang banyak hal, menonton keempat adiknya bermain-main, atau lebih seringnya berendam memandang langit aneh di luar Glass Gate tanpa benar-benar basah kuyup. Sebab air Danau Allur juga buatan. Air danau itu tidak membuat tubuhmu basah, hanya memberikanmu sensasi seperti berada di dalam air.

     Selain dekat Danau Allur serta jauh dari keramaian, rumahku juga tidak mempunyai banyak tetangga. Itu kedengarannya menggembirakan untukku. Satu-satunya hal yang membuatku senang menempati rumah ini.

     Alasannya? Kalau aku menyelinap keluar tanpa seizin Avgustin, takkan ada yang sok mengadu padanya.

     Tubuhku meluncur naik begitu daya jet di kedua sepatuku memberi tubuhku tekanan. Sejujurnya aku ingin sekali menggunakan salah satu FlyMobs Avgustin. Sayangnya, aku masih belum cukup umur untuk mendapatkan izin menggunakannya tapi, aku tidak terlalu kesal sekarang karena setahun lagi ketika November tiba.

     Aku akan mempunyai satu motor terbang untukku sendiri. Aku berencana memberikan GravObuv pada salah satu adik Acres yang kebetulan juga akan berusia dua belas tahun November mendatang. Itu artinya dia sudah cukup umur untuk menggunakan GravObuv.

     Sejujurnya aku ingin memberikan keseluruhan koleksi GravObuvku untuk keempat adik Acres, tapi ragu Acres akan menyukai rencanaku, sama seperti dia tidak menyukai sikap terlalu memujaku akan tanah Chrone daripada mempercayai pendapatnya tentang Permukaan yang masih bisa diselamatkan.

     Aku menambah kecepatan GravObuv, ketika sekelebat ekspresi Acres merasuki pengelihatanku. Aku harus secepatnya menyelesaikan ini sebelum terlambat.

     Kerumunan orang-orang mulai ramai kutemui. Semakin dekat aku dengan rumah Acres semakin ramai orang yang berlalu-lalang. Rumah Acres ada di lingkungan Solo III. Solo III hanya dipisahkan oleh satu Solo dari rumahku. Solo III langsung berhadapan dengan alun-alun dan muka Onwellstone. Oleh sebab itu, Solo III selalu tidak pernah kehabisan orang-orang setiap harinya.

     Daya jet di GravObuv perlahan-lahan mengecil sampai tiada sama sekali, lalu aku mendarat mulus pada jalan setapak di antara puluhan toko dan rumah yang berjajar rapi di kiri-kananku. Aku terus berjalan, tidak mampu mengabaikan suara deruman FlyMobs dan sesekali bunyi wush StreamLiner di atasku. Aku selalu benci suara yang terlalu bising. Jadi, kupercepat langkahku.

     Panji-panji perdamaian berdenyar-denyar di sepanjang jalan. Aku tidak mampu menahan helaan nafas legaku begitu melihat rumah yang tidak terlalu besar namun sama futuristiknya dengan flat di kanan dan kirinya. Aku melebarkan langkah, hampir-hampir terpeleset di undagan pertama rumah Acres.

     Entah apa yang aku pikirkan, mungkin karena terlalu tidak percaya diri setelah apa yang terjadi di atas Tembok Perbatasan, atau mungkin karena aku terlalu takut untuk menggerakkan tanganku untuk membiarkan Cincin Identitasku discan.

     Aku lebih memilih mengibas-ngibaskan sisa-sisa salju yang tak menghilang di mantelku, membenarkan rambut emasku yang sejujurnya tidak terlalu berantakan. Aku menghabiskan sekitar lima menit hanya untuk merapikan penampilanku dan menghabiskan dua menit untuk memutar-mutar Cincin Identitas di jari telunjuk.

     Tanganku baru akan bergerak untuk membiarkan sensor pintu yang berbentuk hologram silinder emas transparan menscan Cincin Identitasku, saat suara lembut yang berasal dari belakang cukup membuat kedua tanganku tersentak solah-olah aku baru saja menyentuh kabel listrik yang rusak.

     "Ellie?" suara itu berkumandang sedikit keheranan. Mata emas yang serupa dengan Acres membuatku menggeser arah pandangan mataku dengan gugup.

     "Oh, hai Islee," aku tersenyum dan berharap semoga saja senyumanku tidak terlihat aneh.

     Seorang lagi berderap menaiki undagan tangga. Menubruk pinggangku dengan pelukan hangat. Aku mengangkat tubuhnya untuk kugendong dan bocah ini langsung memeluk leherku erat-erat. Kelihatan sekali bahwa dia sedang kesal. Aku menatap kakaknya yang hanya menggendikkan bahu.

     "Dia ingin ikut Arden latihan di Arcade," jelas Islee sembari membiarkan Cincin Identitasnya discan. Pintu terbuka dengan bunyi desis macet-macet. Selagi kami menunggu pintu terbuka dengan sempurna, Islee melanjutkan menjelaskan, sementara pada saat yang bersamaan Indra semakin erat memeluk leherku, membenamkan wajah munggilnya di cerukan leher. Bergeming. "Tapi Acres tidak mengizinkan, Arden juga, lalu Indra mulai menangis dan Acres marah-marah."

     Islee menggerang, hilang kesabaran. Kakinya terayun untuk menendang pintu dengan keras. Pintu terbuka dengan sekali desis mengerikan. Islee mengangkat dua kantung hitam yang kelihatan berat di punggungnya.

     Aku hampir melupakan betapa kuat fisik gadis ini, walaupun tubuhnya kurus sekali. Islee masuk dengan langkah lebar-lebar. Meninggalkan ujung Mantel yang berkibar di belakang. Dia melanjutkan, "Pada akhirnya Indra ikut denganku mengambil barang rongsokan ini untuk Acres, lebih baik daripada menangis terus sendirian. Leah masih sibuk dengan urusan pindahan di sekolah yang lama."

     Aku mengelus punggung Indra dan bersyukur saat aku tidak merasakan air mata atau ingusnya membasahi kulit leherku. Mungkin omelan Islee sepanjang jalan mengambil barang rongsokan yang dia sebutkan tadi membuat Indra menahan air matanya dengan baik.

     Islee selalu tahu bagaimana cara membuat adik-adiknya tenang. Terutama si bungsu yang terkadang memang selalu menyusahkan untuk ditoleransi oleh pengertian dan kesabaran.

     "Suasana hati Acres tidak baik sejak dia pulang dari Parade Lampu."

     Kami memasuki ruang tamu dan terus berjalan sampai tiba di depan sebuah lemari besar dekat anak tangga menuju lantai dua. Islee menggumakan sesuatu lalu lemari terbuka dengan sendirinya. Lebih lancar ketimbang daun pintu tua tadi. Sementara aku tidak tahu harus berkata apa. Islee terus nyeroscos.

     Seperti kebiasaannya selama ini. " Kalau Acres sudah seperti itu. Masalahnya hanya dua. Ribut denganmu atau salah satu penemuannya gagal. Aku tidak mencium bau, atau melihat jelaga memenuhi rumah kami, jadi aku langsung berasumsi bahwa kaulah penyebabnya. Jujur saja aku terkejut tadi melihatmu ada di depan pintu rumah kami. Kukira kali ini kau akan marah sungguhan pada Acres."

     Aku menggeleng samar. Islee tidak melihat gerakan itu karena dia berjalan cepat di depanku tanpa menoleh, menuju pintu dengan hologram yang ramai di depan sana. "Acres sahabatku," kataku saat menyadari Islee tak memperhatikan gelenganku.

     Islee mendecakkan lidah, memindahkan beban yang dia pikul ke bahu sebelah. "Tenang saja. Aku tidak menyalahkanmu. Sungguh. Acres memang pantas mendapatkannya. Dia membuat semua orang kalang kabut akhir-akhir ini. Arden awalnya tidak ingin pergi karena tim Radeonnya, tapi Acres menjanjikan bahwa Sector Dva akan membantu Arden tentang hal itu. Semua sudah beres tetapi berakhir dengan Indra yang mulai mengoceh tentang mata merah."

     Kuku Indra mencengkram bahu kiriku terlalu kuat, serta merta membuat aku mengeryit.

     "Itu salah Leah. Dia menceritakan hal yang ...," Islee kelihatan bingung sesaat mencari kata-kata yang tepat sehingga tak lagi menyinggung hati Indra. Sampai akhirnya dia berkata, " tidak benar tentang Sector Dva pada Indra."

     Aku sama sekali tak tahu harus bagaimana dengan semua berita ini. Leah memang jahil, aku tahu itu. Yang tidak aku mengerti hanyalah satu, sikap Acres. Acres sama sekali bukan jenis orang yang mudah kehilangan arah seperti itu. "Mungkin Acres merasa tertekan," komentarku hati-hati.

      Islee bergumam lagi di depan pintu penuh hologram itu lalu dia dengan wajah merenggut membentak. "Ya. Tentu saja dia tertekan. Sampai tertekannya, dia membuatku mengambil barang tidak berguna semacam ini tiga kali dalam sehari! Bayangkan itu!" Saat aku tersentak, Islee menghela napas, memijit tempat di antara alisnya. "Maaf. Akhir-akhir ini semua kacau sekali."

      Aku maju, memberi Islee pelukan. Gadis itu langsung bersandar di bahuku sembari menghela dan mengembuskan napas keras-keras.

     Aku berkata, "Yah. Aku bisa membayangkannya. Pergi jauh ke onderdil barang-barang tak berguna di Solo V hanya dengan menggunakan GravObuv. Kedengarannya seperti Acres." Belum lagi harus menggendong seorang anak kecil yang terus-menerus merengek ingin sekali ikut kakaknya ke Arcade. Memikirkannya saja membuat aku makin setuju dengan Islee kalau Acres memang pantas mendapatkan gelagat permusuhan dariku.

     Andai saja Islee tahu apa yang telah menyebabkan Acres seperti itu. Keadaan pasti akan berbanding terbalik, tetapi aku bukan orang yang mudah jujur dengan orang selain Acres.

     Islee mengelaurkan suara. Berupa campuran dari kekeh sebal dan tidak berdaya. "Terima kasih, Ellie."

     "Tidak masalah."

     Aku merasa berat lagi setelah pintu terbuka.

     Kami menuruni anak tangga yang berubah warnanya setiap kali kaki kami berpijak. Indra masih tidak melepaskan belitannya pada leherku. Namun napas serta detak jantungnya sudah lebih tenang dari sebelumnya. Aku berharap Indra tidak akan mengamuk ketika mengetahui kemana aku membawa dirinya.

     Begitu kakiku menginjak tangga terakhir. Islee sudah melesat menuju samping kiri ruangan dimana ada banyak barang-barang rongsokan atau seperti itulah julukan Islee untuk logam-logam yang memiliki beragam fungsi untuk penemuan Acres.

     Islee tidak terlalu tertarik dengan logam, tangan-tangan robot atau semacam itu, yang ada di pikirannya hanya menjaga tiga adik dan satu kakak untuk tidak membuat kekacauan dan tentu saja bagian terpenting dari semua itu, memastikan bahwa mereka semua termasuk dirinya sendiri dapat merasakan kasih sayang yang tak pernah mampu mereka rangkul lagi.

     Aku tidak sempat memilah-milah ekspresi apa yang akan aku tampilkan di depan Acres karena orangnya sudah terlebih dahulu ada di tengah-tengah ruangan hendak menghampiri Islee, mungkin berniat untuk membentaknya, dan tidak menyadari bahwa Islee membawa serta seorang lagi untuk berkunjung.

     Aku.

     Acres membatu. Ekspresi wajah yang kulihat masih sama menyebalkannya seperti biasa, akan tetapi bahu yang menegang serta tatapan mata itu, membuat aku tidak perlu sampai ingin melihat dia menampilkan ekspresi apapun untuk tahu bahwa pemuda arogan itu merasa tidak nyaman dan terkejut akan keberadaanku saat ini. Tepat di hadapannya.

     Aku tidak membuang-buang waktu dengan berdiri seperti orang yang lupa cara berjalan, aku tak suka begitu.

     Kupaksa kedua kakiku untuk bergerak, masih dengan Indra di gendonganku. Ketika aku melangkah mendekati Acres. Aku hanya punya satu harapan yang benar-benar sangat kubutuhkan saat ini. Aku berharap Acres tidak akan membuang muka, membalikkan badan, kemudian lari dan menghindar dariku. Sama halnya seperti ketika dia tidak mampu membalas kemarahanku akan keegoisannya.[]

Total : [1918 words]

Watch me as my world burns down.

-Your Fav Author, Prasanti
Call me Pras or Kahnivore

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro