Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Page 2

.
.
.

Pagi hari yang sendiri, tanpa ada seorangpun yang menemani.

Oh, lupakan―kau memiliki kucing, masih ada setidaknya mahkluk hidup di dalam rumah ini, walaupun bukan manusia―awalnya kau berpikir begitu.

Hingga saat kau menuruni tangga, berjalan dengan pelan dan berhati-hati seperti biasa, menuju dapur. Ingin memenuhi rasa lapar yang mulai merayapi dirimu. Lagi lagi, kau mendapati sosok yang kemarin mengancammu.

Pria bertopeng―

"Oh, guten morgen, tuan." Kau menyapa ramah dirinya. Merasa tak takut sama sekali. Sedangkan ia membalas dengan delikan kecil lalu kembali diam.

"Dimana kakakmu?" tanyanya tanpa basa-basi.

Kau mengambil makanan di dalam kulkas, memasukkannya ke dalam oven sembari menjawab, "seminggu dimulai dari kemarin, ia akan pulang."

Tak menjawab, itulah yang dilakukan pria itu. Kau tidak ingin ambil pusing, lebih baik menikmati makan pagi yang damai tanpa mencari masalah dengan sosok di hadapanmu ini.

Setelah menunggu lama, kau pun kembali mengambil makanan yang telah masak di oven.

Sesekali melirik dirinya yang masih setia duduk di kursi makannya. Tak bergerak sedikitpun, kukuh dengan posenya.

"Tak lapar, tuan? Sudar sarapan 'kah?" tanyamu mencoba memecah keheningan.

Masih diam.

"Hm, ya sudah kalau tidak mau."

Kau kembali makan, menikmati sarapan bermenu pirogi tersebut. Sesungguhnya, sosok di hadapanmu masihlah manusia, wajar saja jika ia mulai tertarik dengan aromanya.

Melihat gelagatnya, kau mendekatkan pirogi tersebut padanya. Menautkan alis seraya menggodanya.

"Yakin tidak mau, tuan?" godamu dengan nada jahil.

"―berhenti memanggilku tuan. Aku punya nama."

Dia terpancing karena sebuah panggilan rupanya. Bukan karena makanan yang menjadi umpan. Baiklah, kau hanya tertawa kecil, menggelengkan kepala pelan lalu kembali mencicipi pirogi yang tersisa sedikit lagi.

"Jadi? Namamu siapa―?" tanyamu yang masih tetap berinisiatif untuk memulai percakapan.

"Masky."

"Begitu yah, Masky! Salam kenal, aku [Fullname]. Kalau mungkin aku akan membalas aneh perkataanmu dengan mengeluh soal pendengaran atau penglihatan selama seminggu berarti syndrom-ku lagi kambuh, ok?"

Masky mengerutkan dahinya, "syndrom?"

Tak pernah kau merasakan seantusias ini ketika berbicara dengan lawan bicara. Kapan terakhir kali kau bersikap seperti ini? Sewaktu sekolah dasar atau sekolah menengah pertama?

Yang jelas, kau merasa sangat senang. Berbicara dengannya seolah syndrom yang berada pada dirimu menghilang―kau merasa sehat, tak lagi membenci penglihatan dan pendengaran terbatas ini.

Biarpun dirimu mengetahui, kalau Masky adalah orang yang akan membunuh kakakmu.

"Y-ya, salam kenal. Kau... abnormal." Masky mengucapkannya dengan sedikit kikuk, bingung melihat reaksimu yang kelihatannya hyperaktif.

Satu kata yang dingin dan sangat menusuk―

Malas menanggapi, karena semangat yang dipatahkan. "Ya, aku abnormal yang ingin jadi normal."

Melihatmu―entahlah, Masky merasa aneh di dadanya.

"Hm, karena kau memperkenalkan diri seperti itu. Maka akan kukatakan juga... kalau aku bersikap tak biasanya berarti aku sedang berhalusinasi atau mungkin emosiku tidak terkontrol."

Wah, semudah itu berbicara dengannya yah, batinmu.

Kau tertawa, merasa senang karena kelihatannya telah mendapat teman bicara yang baru. "Ketika melihatmu, aku merasa normal kembali, lho―"

"Hah? Apa?"

"―bukan apa-apa."

Masky melirik jam dinding yang berada di ruangan. Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal kemudian menghela napas.

"Aku ada urusan. Tak bisa beristirahat lebih lama di rumah calon korban."

Ia berdiri, mencoba melangkah keluar.

"Oh yah, Masky." Kau memanggilnya, membuat langkahnya terhenti.

"Kenapa tidak mencoba membunuhku selama tujuh hari ini?"

Pertanyaan yang gila, sungguh gila―Masky tidak yakin, apakah kau memang menginginkan hal normal. Ia juga menjadi yakin kalau kau memang benar-benar sudah aneh tak hanya dari keterbatasan indra.

Ia tidak mengerti, sangat sangat tidak mengerti. Kenapa kau mengajukan usulan seperti itu?

.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro