
Clue 02
"Sekalipun aku tidak tersenyum, aku tetap terlihat tampan memesona, Jiyeon. Kau tak perlu keluhkan itu," pungkas Hyun Jae setelah menyuap shasimi hidangan restoran yang dipesannya saat akhir musim panas.
Jiyeon yang duduk berhadapan dengan Hyun Jae memajukan bibirnya yang merah untuk mencibir Hyun Jae. Menyebalkan sekali lelaki satu ini memang. Niat mengejek terlihat tua karena telah tidak mau tersenyum saat difoto olehnya, malah menyombongkan diri.
Wajah Jiyeon yang tengah mencoba galak malah terlihat menggemaskan bagi Hyun Jae, menjadikan lelaki ini memajukkan sedikit badannya, lantas menjaili dengan menarik paksa topi baret warna cokelat muda yang tengah dikenakan Jiyeon, menjadikan pucuk rambut kepala Jiyeon yang pirang berantakan.
"Ya!" decak Jiyeon. Kedua tangannya yang sedari awal tengah sibuk dengan ponsel, kini beralih terulur untuk merebut topi baretnya di tangan Hyun Jae.
"Berikan padaku, Hyun Jae!"
"Tidak bisa! Katakan sesuatu dulu padaku!" Hyun Jae menarik ke belakang sebelah tangannya yang memegang topi baret milik Jiyeon.
"Katakan apa? Tidak ada apa pun yang perlu dikatakan!" decak Jiyeon. Kedua tangannya masih terulur untuk menjangkau topinya yang semakin jauh. Berakhir mengangkat tubuh dan memukul bahu Hyun Jae.
"Jangan berbohong!"
"Berikan padaku!"
Jiyeon terus bersusah payah mencoba mengambil topi baretnya di tangan Hyun Jae yang panjang, dengan gampangnya dapat menjauhkan arahnya ke sana ke mari dengan jarak tubuhnya yang tersekat meja makan restoran.
"Berikan padaku!"
"Katakan sesuatu dahulu!"
"Hyun Jae!"
"Tidak bisa, Jiyeon!"
"Aish! Baiklah. Aku akan mengatakan sesuatu, tapi cepat berikan topi baretku!" sungut Jiyeon.
"Jadi apa?" selidik Hyun Jae setelah mengembalikan topi baret Jiyeon dan dengan gesit kekasihnya itu memakainya kembali.
"Aku memasang CCTV tersembunyi di rumah yang kumonitor lewat ponsel android-ku untuk mengawasi pergerakan Eonni."
***
"Jiyeon diam-diam menghubungkan kamera CCTV dengan ponselnya?"
Mendengar pertanyaan Ye Jun, Hyun Jae yang sedang berdiri di depan dinding kaca penthouse-nya mengangguk pelan. Netranya masih berfokus pada kerlip-kerlip malam gedung-gedung tinggi dan jalanan Seoul di bawah sana. Meneguk soju di sebelah tangannya sejenak.
Sedangkan, Ye Jun yang sedang duduk di sofa menggaruk dagunya yang tidak gatal.
Detektif Jo, lelaki tambun paruh baya dengan kepala botak ini yang duduk di sebelah Ye Jun, mengurai silangan kakinya.
"Tapi, bukankah pada saat itu, saluran listrik di rumah Nyonya Kim padam total tanpa tenaga listrik darurat apa pun?" Ye Jun menghujam pertanyaan itu dengan menggaruk dagunya lagi. Netrnya fokus ke arah Hyun Jae yang bergeming menatap malam di luaran sana.
"Jiyeon menghubungkan kamera CCTV-nya dengan sebuah ponsel juga. Dia melakukannya secara tersembunyi, sengaja untuk melacak pergerakan Mi Cha di rumah. Jadi, itu bukan sebuah halangan jika saluran listrik di rumahnya padam total selama batu baterai ponsel yang dijadikan sebagai kamera CCTV masih terisi, Hyeong," jawab Hyun Jae. Menenggak soju-nya setelah berbalik menatap Ye Jun.
"Ada berapa titik Jiyeon memasang kamera CCTV tersembunyinya itu di rumah, Tuan Hyun Jae?" lontar Detektif Jo.
Hyun Jae yang sudah duduk di sofa berhadapan dengan Ye Jun dan Detektif Jo bergeming sejenak, mengingat-ngingat momennya dengan Jiyeon setelah mengalah mengatakan sesuatu kepadanya demi mendapatkan kembali topi baret cokelat.
Jiyeon mengatakan jika ia tidak perlu khawatir akan keadaannya atas laku kasar Mi Cha di rumah. Pasalnya, Jiyeon sudah memasang CCTV tersembunyi dengan ponsel Android yang dipasangnya di titik tertentu untuk membidik pergerakan Mi Cha. Menggunakan alternatif beberapa ponsel Android lain dengan mobitor kamera di ponsel Android-nya.
Pada saat itu, Jiyeon sungguh memantapkan hatinya agar jangan khawatir berlebihan, pasalnya kekasihnya itu sudah mempunyai cara tersendiri untuk antisipasi atas laku Mi Cha dengan memonitor lewat kamera CCTV sederhana dengan ponsel Android yang diam-diam dipasang itu.
"Kamar Nyonya Kim, depan kamar Mi Cha, dapur, ruang utama, dan kamar Jiyeon sendiri. Hmm, itu yang dikatakan Jiyeon saat itu," jawab Hyun Jae.
Mereka bertiga diam sesaat. Terbuai dengan pikiran masing-masing. Seduhan kopi arabika yang tertuang di cangkir Detektif Jo dan Ye Jun mulai mengepul lemah. Sedangkan, Hyun Jae menghabiskan sisa soju di botolnya.
Di mana sekarang ponsel Jiyeon yang menjadi monitor kamera CCTV itu, Tuan Hyun Jae?" tanya Detektif Jo di sekon kemudian, berhasil membuat air muka Hyun Jae bertambah keruh.
***
"Jadilah adikku, Haura."
"Apa?" Sepasang mata kelam Haura langsung membulat mendapati telepon hampir tengah malam dari nomor tak dikenal itu. Dari suara dalamnya, ia bisa mengenali bahwa itu adalah si Ahjussi.
"Baiklah. Mulai detik ini kau sudah jadi adikku."
Rungu Haura risih sekali dengan omongan ngawur Hyun Jae. Baru saja barusan merambah ke alam mimpi, tetiba terbangun dan mendapat telepon macam itu, Haura mendesah kesal. Tubuhnya yang sudah terbaring nyaman di kasurpun ia angkat menjadi duduk berselonjor.
"Ya! Jaga omonganmu, Ahjussi. Seumur hidup, aku tidak sudi menjadi adikmu," decak Haura.
"Jika begitu, kau sudinya menjadi kekasihku, hmm? Baiklah. Kau sudah jadi kekasihku detik ini."
Dalam keremangan kamar tamu di rumah Paman Zubair, Haura tersenyum sinis. Hatinya membatin, ternyata memang ada lelaki macam karakter novel yang suka tetiba mengklaim seseorang jadi kekasihnya.
"Apa kau sedang mabuk?" selidik Haura.
"Tidak. Barusan aku memang hampir menghabiskan 3 botol soju. Tapi tenang saja, aku peminum handal, aku tidak mabuk."
Haura menghempaskan napasnya, tapi ia pikir Hyun Jae jelaslah sedang mabuk.
"Jangan sembarangan mengklaim aku menjadi kekasihku. Omong-omong, kau mendapatkan nomorku dari mana, Ahjussi?"
"Itu tidak penting. Yang terpenting adalah aku bisa menghubungimu sekarang."
Haura tersenyum miring. Merutuki dalam benak si Ahjussi yang sangat tidak sopan ini.
"Apa arti kebahagiaan buatmu, Haura?"
Bibir Haura yang sudah membuka dan hendak merutuki Hyun Jae, tertahan. Pertanyaan Hyun Jae barusan dengan nada putus asa membuatnya bungkam dengan berakhir mengernyit. Sepertinya si Ahjussi sedang galau.
"Dunia ini kejam ya, Haura. Kenapa banyak orang baik diperlakukan tak adil di sini? Kenapa banyak kejahatan dibiarkan begitu saja? Kenapa, Haura?"
Lontaran tanya Hyun Jae menyentuh hati Haura. Gadis Indonesia ini mulai paham dengan apa yang sedang dirasakan si Ahjussi. Tak lain sedang terundung nestapa, berakhir merasakan seolah-olah hidup ini sangatlah tidak adil.
"Dari bayi, aku sudah yatim piatu. Sepertinya orangtuaku membuangku entah karena alasan apa. Bayiku ditemukan di dekat stasiun kereta di Busan. Aku pun ditemukan oleh seseorang dan dibawa ke panti asuhan. Di panti asuhan, bukan kasih sayang yang aku dapatkan di sana, melainkan kesengsaraan karena mendapati ibu panti yang tempramental. Dia suka mencambuk anak-anak panti dengan rotan. Kami dijadikan seperti budak ...."
"... Seiring berjalannya waktu, aku tumbuh besar di sana. Aku menjadi anak panti tertua di sana, bersama Jiyeon, gadis terkuat dan paling tegar yang pernah aku kenal. Jiyeon selalu membela dan menggantikan hukuman adik-adik pantinya. Bukan hanya sebagai seorang kakak, tetapi Jiyeon sudah seperti ibu bagi mereka. Jiyeon sering kali terkena cambukan rotan, punggungnya memar mengenaskan. Jiyeon juga pernah mendapat hukuman dengan menghabiskan malam di taman belakang panti saat malam dengan guyuran hujan deras, tetapi dia tidak sakit setelahnya, dia hanya pilek ringan. Jiyeon sangat kuat secara mental maupun fisik, jadi apakah wajar jika dia terkena hipotermia dan meninggal hanya karena penghangat ruangannya mati selama 2 jam saat musim dingin, Haura?"
Terenyuh. Begitulah yang dirasakan Haura kini. Pasalnya ia sudah tidak asing dengan gadis bernama Jiyeon itu. Ia sudah pernah mendengar nama itu dari Ayana, kalau gadis itu adalah kekasih Hyun Jae yang meninggal karena hipotermia, lebih dari setahun lalu. Ayana juga menceritakan, bahwa Hyun Jae menuntut kakak tiri Jiyeon, alias Mi Cha sebagai dalang pembunuhan terencana.
Namun, semua tuntutan itu nyatanya tidak mempunyai cukup bukti untuk mematahkan alibi Mi Cha. Jenazah Jiyeon tidak sempat dilakukan autopsi karena saat Hyun Jae menuntut, jenazah Jiyeon sudah dikremasi. Melakukan rekam medis Jiyeon sebelum meninggal pun tak membantu karena hasilnya positif hipotermia. Tetapi Hyun Jae keras kepala, menurutnya rekam medis Jiyeon sudah dimanipulasi sedemikian.
Bagi Hyun Jae, keadaan telah menjebaknya sedemikian. Alibi Mi Cha begitu kuat. Akhirnya Hyun Jae menarik tuntutannya yang minim bukti. Diselesaikan saling meminta maaf secara kekeluargaan. Karena itu pula, Hyun Jae hampir saja dicopot jabatan Presdir-nya di Republik Nature Group.
"Apa kau mau mendengarkan sebuah kisah dariku, Ahjussi?" timpal Haura kemudian, malah membelokkan topik. Nada bicaranya berubah sangat lembut, kontras dengan sebelumnya yang terkesan ketus.
"Sebuah kisah? Kau mau mendongengiku sebelum tidur, Haura?"
Tampaknya Hyun Jae jadi bingung. Itu berhasil membuat Haura tersenyum.
"Iya, aku ingin mendongeng untukmu sebelum tidur. Juga aku ingin sedikit menyembuhkan lukamu," jawabnya ringan.
"Baiklah. Mendongenglah sekarang, Haura. Aku kini sudah berbaring di kasurku."
Haura mengurvakan bibirnya. Ia pun membenahi posisi duduknya; dari duduk berselojor menjadi bersila. Kantuknya sudah sempurna hilang, tergeser hinggapan semangat untuk mendongengi si Ahjussi yang sedang putus asa.
Baiklah. Ia akan mendongeng sebuah kisah klasik. Tepatnya bukan mendongeng, melainkan menceritakan sebuah kisah nyata yang termaktub dalam kitab suci dan menjadi sejarah Islam yang mengagumkan.
"Aku akan menceritakan sebuah pria tangguh dari masa lalu yang bernama Yusuf, Ahjussi ...."
____________________
Translate:
Eonni= kakak perempuan (jika yang menyebut perempuan)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro