Bersua di Luxor
Ada banyak destinasi wisata menarik di Mesir, salah satunya yang memiliki daya pikat tersendiri dengan kekayaan peninggalan sejarah Mesir Kuno adalah kota Luxor yang berada di tepi timur sungai Nil.
Liburan panjang di musim panas, Haura berserta 3 sahabatnya yakni Khusnul, Rere, dan Laela memilih berdestinasi wisata ke Luxor, kota kerajaan para Firaun yang dulunya dikenal dengan kota Thebes.
Mereka berempat berpesiar menyeberangi Sungai Nil untuk ke Luxor bagian timur yang memiliki situs bersejarah. Sungai Nil perairan Luxor airnya jernih, udaranya juga sangat segar tidak seperti di Kairo.
Sekitaran 20 menit, akhirnya sampai juga ke daratan. Mereka berempat segera beringsut menuju ke Kuil Karnak.
Di dua sisi jalan masuk menuju gerbang utama, mereka berempat mendapati jajaran sphinx berkepala domba yang seakan menjadi pagar ayu. Sebut saja patung-patung itu Ram Sphinx, artinya sphinx berkepala domba jantan, personifikasi Dewa Amun.
"Fotoin aku di sini, Nul," pinta Rere pada Khusnul. Minta difotokan di antara 2 Ram Sphinx.
"Oh, okee." Khusnul segera mengambil ponselnya di sling bag.
Rere mengambil pose manis.
"Satu, dua, tiga."
Cepret! Cepret! Cepret!
Rere beringsut menilik hasil foto Khusnul. Tersenyum semringah saat mendapati potretannya memuaskan.
"Ada yang mau aku fotoin lagi?" tawar Khusnul.
Tidak ada. Di sini yang doyan foto-foto memang Rere. Akhirnya mereka berempat beserta satu pemandu wisata bernama Mr. Lateef melanjutkan langkah menuju gerbang utama kuil.
Di Kuil Karnak dengan luas sekitar 200 hektar, mereka disuguhkan oleh bangunan yang super megah dengan tembok menjulang tinggi dan tiang-tiang ber-hieroglif.
Hieroglif adalah aksara yang sering dijumpai pada peninggalan Mesir Kuno. Ciri khasnya yakni hurufnya bersimbol seperti gambar manusia, binatang, atau benda. Konon katanya, sedikit sekali penduduk yang bisa membaca aksara ini; hanya kaum bangsawan, cendekiawan, dan pendeta.
"Kuil ini menjadi tempat persembahan pada 3 Dewa; Amun, Mut istrinya, serta Khonsu sebagai putranya," jelas Mr. Lateef kepada mereka berempat.
Haura dan Khusnul mendengarkannya dengan khidmat sembari mendongak menatap puing-puing megah menjulang tinggi yang menjadikan mereka berasa seperti kurcaci.
Laela memvideo pemandangan sekitar dengan ponselnya.
Rere sibuk selfi sana-sini.
Waktu berjalan terasa cepat. Mentari semakin terik.
Sepanjang menjelajahi Kuil Karnak mereka banyak menjumpai turis dari berbagai manca negara. Dan perjalanan sudah cukup melelahkan karena kuil ini begitu luas hingga kening Haura berpeluh banyak. Haura menyeka peluhnya dengan punggung tangan.
Pun sama. Di kuil bersejarah yang berdekatan dengan Kuil Karnak, tepatnya di Kuil Luxor, Hyun Jae menyeka peluh yang mengumpul di jidatnya.
"Jika kau tiba-tiba bertemu dengan Agassi itu di sini, apa yang akan kau lakukan, Hyun?" tanya Ye Jun di sela khidmat melihat-lihat peninggalan sejarah Mesir Kuno.
"Aku tidak tahu, Hyeong." Hyun Jae menjawabnya dengan tidak bersemangat.
"Kau tidak ingin ke Kairo, ke sekitan Al-Azhar? Mungkin saja bisa bertemu dengannya secara kebetulan, Hyeong." Hwan yang berjalan di samping Hyun Jae ikut nimbrung percakapan.
"Tidak. Buat apa ke situ. Memang sih dia sedang liburan panjang musim panas, pasti dia punya banyak waktu untuk bertemu jika saja hubungan kami masih seperti dulu." Nada bicara Hyun Jae terdengar pasrah. Menyeka peluhnya lagi.
"Daebak! Kau tahu dari mana jika dia sedang liburan panjang, Hyeong?" seru Hwan. Menepuk pundak Hyun Jae.
"Dari Jasim, adik Ayana," jelas Hyun Jae.
Kini mereka bertiga bersama satu pemandu wisata berada di sebuah latar kosong super besar yang dikelilingi pilar-pilar dan patung raksasa. Kata Mr. Akins si pemandu wisata, ini dulunya adalah sebuah lapangan milik Ramesses II dan Amenhotep III yang di bangun di masa pemerintahan keduanya.
"Mungkinkah selama ini kau selalu mengintainya melalui si Jasim itu? Jadi kau menginginkan liburan ke sini karena mengharap bisa bertemu dengannya, bukan semata berwisata setelah tuntas wamil, Hyeong?" selidik Hwan. Ia baru ngeh dengan satu ini dari diri Hyun Jae.
Hyun Jae bergeming. Mendongak, menatap puing-puing batu super tinggi di depannya. Di belakangnya, Ye Jun khidmat mendengar Mr. Akins menjelaskan banyak hal perihal sejarah yang terserak di Kuil Luxor.
"Kadang aku memang bertanya tentang dia lewat Jasim, aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja," jawab Hyun Jae setelah beberapa saat usai, "Kalau kau bertanya aku liburan ke sini buat ada harapan bisa bertemu dia? Itu memang benar sekalipun mustahil bertemu dia. Tapi aku merindukannya, Hwan. Amat merindukannya. Aku ingin melihatnya, tidak apa, sekalipun dari kejauhan ..."
Hyun Jae menghempaskan napas.
Hwan melirik ke arah Hyun Jae yang tampak sesak.
Semilir angin lewat menerpa mereka berdua, menghalau rasa gerah sejenak.
Di belakang sana, Ye Jun berseru, "Ayo kita selca bersama di sini!"
***
Waktu bagai berlari cepat. Sudah pagi buta saja di Luxor.
Dan kemustahilan itu disingkap-Nya di pagi buta ini, di wahana balon udara Luxor.
Secara kebetulan mereka memesan balon udara yang sama. Hyun Jae dan Haura bertemu dengan canggung. Hyun Jae mencoba menghindari Haura sedemikian.
"Bagaimana kabarmu, Agassi? Senang sekali bisa bertemu denganmu di sini," omong Ye Jun saat di belakang sana balon udara pesanan mereka mulai digelembungkan, setelah ia usai berkenalan dengan 3 sahabat Haura.
"Aku baik-baik saja. Bagaimana kabarmu juga, Ye Jun-ssi?" Haura mengulum senyum.
"Aku juga sangat baik," jawab Ye Jun sembari memasukkan kedua tangannya ke saku jaket.
"Aku juga sangat baik, Agassi. Senang bertemu denganmu pagi ini." Ini suara Hwan. Ikut nimbrung memberikan kabar, padahal belum juga ditanya.
"Iya, aku juga sangat senang bertemu kalian semua." Haura mengulum senyum lagi.
Di sebelah Haura, Rere menoel lengan Haura, berbisik, "Tadi Oppa itu siapa namanya, ya?"
Paham perkara siapa yang dimaksud Rere, Haura segera menjawab dengan berbisik, "Hwan."
"Hei! Namanya Hwan, Pemirsah," bisik Rere setelahnya pada Khusnul dan Laela.
Mereka bertiga diam-diam sedang memerhatikan Hwan dari tadi. Katanya ganteng, mirip Joon Woong di drakor Tomorrow. Sekalipun mereka bertiga juga sedang mencari-cari si cakep berlesung pipit itu yang seorang Muslim, malah pergi entah kemana, padahal ingin banyak tinyi-tinyi.
"Ya! Hyun! Kau tidak ingin mengobrol dengan Haura?" Ye Jun menengok ke samping dan belakang, malah tidak menemukan batang hidung Hyun Jae.
"Ya! Kemana Hyun Jae? Katanya dia merindukan Agassi ini, tapi dia malah pergi?" tanya Ye Jun dengan kesal.
Mendengar kalimat akhir perkataan Ye Jun, hati Haura mendadak cenat-cenut, bertanya pada senyap, Eh, beneran dia merindukakanku? Aduh, kedua pipi Haura memanas.
"Aku tidak tahu, Hyeong." Hwan mengerutkan kening.
"Dasar Bocah! Bentar lagi juga tinggal disuruh masuk ke keranjang balon," gerutu Ye Jun. Lantas beringsut mengajak Hwan menyusul Hyun Jae untuk membawanya kembali ke sini, usai menelepon Hyun Jae dengan berdecak, "Kau di mana, heh!"
Tidak memakan banyak waktu, Hyun Jae ditemukan juga. Dia malah menonton balon udara lain di sisi sana yang sedang digelembungkan. Malah juga mengobrol asyik dengan bule dari Rusia, namanya Demyan.
"Ya! Ayo lekas ke sana! Dasar bocah aneh! Katanya merindukannya? Tapi saat akhirnya bertemu, kau malah pergi begini?" Ye Jun marah-marah tidak jelas.
"Aku bingung, Hyeong." Muka Hyun Jae tertekuk seperti orang linglung.
Ye Jun menghempaskan napasnya kasar. Hwan menepuk jidatnya.
"Ayo pergi! Dasar pengecut!" Ye Jun menjewer telinga Hyun Jae hingga ke lokasi balon udara mereka.
"Lepaskan, Hyeong! Aduh, sakit! Lepas cepat! Kau jangan membuatku malu!" rengek Hyun Jae sembari masih terus berjalan menyeimbangkan langkah cepat Ye Jun. Mencoba mengalihkan sebelah tangan Ye Jun yang menjewernya, tapi tetap saja gagal.
Hwan tersenyum geli melihat pemandangan itu.
Langkah mereka semakin dekat.
Di sini, jantung Haura berdebar rancu. Ia masih saja kepikiran omongan Ye Jun soal Hyun Jae yang katanya merindukannya, sungguhkah itu benar?
Aduh, tapi Haura tidak yakin juga kalau Hyun Jae merindukannya dan masih memiliki perasaan yang sama seperti dulu ketika teringat Zoya--si gadis yang menaksir Hyun Jae itu. 2 tahun lalu ia berhasil bertemu dan berkenalan dengan Zoya. Dan kesannya, Zoya itu gadis yang mempunyai banyak pesona; Zoya cantik, Zoya juga hafidzoh, nasab keluarganya Zoya baik, pendidikan dan ilmu agama Zoya juga bagus, Zoya sangatlah cocok dengan--
Lamunan Haura teralihkan saat menengok ke samping menemukan sesosok itu. Sesosok layaknya bocil yang sedang dijewer oleh abangnya karena bawel.
Hyun Jae berhenti mengeluh. Beberapa langkah ke depan sampai juga ke tempat balon udara mereka yang kini mulai menggelembung sempurna. Jeweran Ye Jun terlepas. Jantungnya brutal menggedor dada tatkala tatapan maatanya bertumpu dengan Haura.
Tanpa sadar, Hyun Jae mengulas senyum tipis, lekuk kecil di sebelah pipinya tampak samar. Memanggil lirih nama gadis yang dirindukannya itu, "Haura ...."
Haura tidak mendengar sebutan itu karena termakan suara balon udara yang rusuh. Namun, dia bisa membaca gerakan bibir Hyun Jae. Membuatnya merasa sial dengan kedua pipinya memanas lagi.
Sesaat kemudian, Hyun Jae gelagapan dengan polahnya.
Haura menarik arah pandangan.
Terdengar suara bariton pria paruh baya bernama Baahir yang berseru untuk mereka bersiap masuk ke keranjang balon udara.
_______________
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro