Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bersemoga

Seharusnya Haura tidaklah terkejut akan fakta Hyun Jae adalah seorang atheis, mendapati di sini adalah Korea Selatan yang sudah lumrah dengan seseorang berpaham atheisme itu. Yang membuatnya terkejut lebih ke arah ungkapan Ayana barusan perkara tidak lagi berlainan agama dengannya karena Hyun Jae tidaklah beragama.

Sial sekali Ayana dengan lelucon itu. Nyatanya justru lebih kontras dengan adanya percaya Tuhan dan tidak percaya Tuhan.

Seorang atheis adalah di mana seseorang tidak memercayai keberadaan Tuhan dalam kehidupan ini. Dan terciptanya manusia di bumi ini hanyalah akibat adanya proses metafisika dan alamiah, tanpa campur tangan Tuhan.

Sebelumnya Haura tidak pernah mengenal seseorang berpaham atheisme, ini adalah kali pertamanya. Seketika ia menjadi penasaran, seperti apa tujuan hidup sosok Hyun Jae untuk kehidupan ini jika lelaki itu tidak mempunyai tujuan hidup setelah kematian. Ia juga seketika ingin bertanya perkara lelaki itu berarti tak pernah berdoa, lalu bagaimana kala lelaki itu tidak mempunyai sandaran saat dunia dan seluruh isinya begitu kejam padanya, kemana lelaki itu akan meminta pertolongan?

Memikirkan itu berhasil membuat Haura tersenyum miring. Semua itu sulit dipahami. Barangkali beginilah sosok lelaki itu juga saat sulit memahami keberadaan Tuhan yang tak bisa dilihat.

"Malah ngelamun!" seru Ayana sembari menepuk botol teh kosong miliknya ke sebelah lengan tangan Haura.

"Ngelamunin si Oppa nih pasti," ledek Ayana dengan antusias.

"Apaan sih!" ketus Haura. Cepat-cepat menyambar teh botolnya, meneguknya.

Ayana tertawa.

Sesi piknik dengan memakan ramen dan ayam gorengnya sudah berakhir sedari kisaran seperempat jam lalu. Yang mana selama dalam sesi mengisi perut barusan diisi dengan hibah sosok Hyun Jae.

Faktanya, Ayana tahu sosok Hyun Jae belumlah lama, kurang lebih sebulan lalu setelah membaca majalah bisnis milik ayahnya. Wajah Hyun Jae terpajang di sampul majalah dan di dalamnya berisi 2 lembar wacana wawancara dengannya. Di situlah ia tahu sedikit tentang Hyun Jae, salah satunya tentang penganut atheisme. Usianya juga masih muda, 26 tahun. Sudah masuk tahun ke 3 menjadi presiden direktur di perusahaan Republik Nature Group, setelah ditetapkan komisaris menggantikan presiden direktur sebelumnya; Nyonya Kim Jiya.

Selain sebagai founder berdirinya Republik Nature, Nyonya Kim Jiya jugalah ibu kandung dari Jiyeon Choi si kekasih Hyun Jae. Perusahaan Republik Nature Group ini sendiri adalah sebuah perusahaan masyhur di Korsel yang sudah menaungi beberapa produk skincare ternama, salah satunya yang paling terkenal adalah Van Nature.

"Aku sungguh belum percaya kau bisa mengenalnya lewat jalur Instagram. Mana lewat ceritamu si predsir itu sangatlah songong," omong Ayana. Ia masih saja sulit menalar awal Haura bisa kenal dengan Hyun Jae, apalagi sebelum berangkat ke taman ini ia sempat membaca pesan mereka berdua dengan sebutan "Presdir Park Palsu" dan "Nona Cantik Kaleng-kaleng".

"Kukira yang berbalas pesan denganmu itu palingan lelaki isengan dan bukanlah manusia penting, tapi ternyata ...." Ayana tak melanjutkan kata-katanya, malah menghembuskan napas panjang.

Haura sendiri jugalah tidak percaya, apalagi Ayana. Si Nona Cantik Kaleng-kaleng ini pun balas menghembuskan napas tak kalah panjang.

***

Malam memberingsut sore. Suasana Warung Jawa tampak ramai usai salat isha berjamaah di Masjid Pusat Seoul.

Interior Warung Jawa ini kental dengan nuansa Jawa klasik, walaupun tidak dengan arsitektur joglo. Namun, meterial bangunannya menggunakan kayu dengan ornamen jawa klasik, lampu gantung antik, dan penyajian nasinya pun menggunakan bakul anyaman bambu.

Sebab bertemu Ayana tadi siang, lolos membuat Hyun Jae menyempatkan waktunya mampir ke Warung Jawa.

Sudah setahun lebih Hyun Jae tidak mampir ke Warung Jawa ini. Tepatnya setelah kematian Jiyeon, ia banyak menanggalkan pergi ke tempat-tempat yang mereka berdua sering sambangi sebagai ajang dirinya bisa menerima keadaan Jiyeon telah tiada. Cukup saja Jiyeon berkali-kali datang dalam halusinasinya.

Hyun Jae datang sendirian. Lelaki berperawakan jangkung ini duduk di bangku paling pojok. Melihat daftar menu. Memesan nasi goreng dan ayam geprek kesukaannya.

Menatap sekitarannya sejemang, mengamat para pengunjung yang mengisi kursi kosong, menyantap makanan pesanan mereka. Lalu kedua bola mata kelam Hyun Jae berotasi ke kursi kayu di hadapannya, menemukan sosok Jiyeon di sana.

Jiyeon baru saja mengganti warna rambutnya menjadi pirang. Jika sudah seperti ini, aura western kekasih Hyun Jae ini keluar sudah, perempuan ini cantik seperti boneka barbie. Kulit Jiyeon putih pucat khas eropa, kedua mata kelamnya bulat besar, mempunyai kelopak mata ganda tanpa harus operasi plastik. Dan yang disukai Hyun Jae dari sosok Jiyeon adalah pipi chubby dan senyum happy virus-nya.

Kenapa kau terus menatapku? Apakah kau tak pernah melihat wanita cantik, heh?! decak Jiyeon.

Bibir Hyun Jae mengurva mendapati decakan Jiyeon. Memamerkan lesung pipit terbaiknya.

Dasar patung! imbuh Jiyeon. Kesal mendapati Hyun Jae yang malah semakin khidmat memperhatikan.

Sekon kemudian, pesanan soto Jiyeon datang. Perempuan seperti barbie dengan rambut sepunggung ini merekahkan senyum semringah. Senyum happy virus itu yang selalu berhasil menular ke Hyun Jae.

Selain tabiat Jiyeon gemar berkata blak-blakan, Hyun Jae paham betul kekasihnya ini sangatlah tidak sabaran. Jiyeon cepat-cepat mengaduk-aduk sejenak soto di mangkoknya, menyesap kuah gurih yang masih mengepul, lalu mengeluh lidahnya seperti baru saja tersengat listrik. Sebelah tangannya buru-buru mengambil gelas es teh-nya, tetapi pesanan es teh-nya belumlah datang, berakhir asal menyambar es lemon milik Hyun Jae.

Polah barusan itu selalu berhasil membuat Hyun Jae tersenyum geli. Laku barusan itu khas sekali sosok Jiyeon. Selalu sama dari waktu ke waktu, hingga kini setelah setahun kematiannya, Hyun Jae masih bisa menyaksikan semua tingkah Jiyeon itu dengan amat jelas.

Hyun Jae meneguk ludahnya. Binar semringah matanya pudar perlahan-lahan.Kurvaan bibirnya mengendor mendapati kenyataannya tidaklah ada Jiyeon yang sedang duduk di hadapannya kini. Kursi kayu di hadapannya itu kosong. Meja kayu di hadapannya pun sama kosong. Barusan semua itulah hanyalah sebuah kenangan indah yang berbaik hati hadir untuk mengobati rasa rindunya.

Dada Hyun Jae menyesak. Ia sungguh ingin Jiyeon bisa hidup lagi. Ia belum bisa rela dengan arti kepergian itu yang secara tiba-tiba. Andai saja ia percaya adanya kehidupan lagi setelah kematian, ia ingin segera mati dan menemui Jiyeon di alam setelah kematian itu. Atau andai saja ia percaya adanya reinkarnasi, ia ingin segera mati, lalu dipertemuan lagi di kehidupan selanjutnya dengan Jiyeon versi masa depan.

Namun, nyatanya ia tidak percaya dengan semua itu. Ia hanya percaya setelah kematian berarti sudah selesai semua urusan hidupnya, sudahlah selesai proses metafisika dan alamiahnya. Tidaklah ada kehidupan setelah kematian, apalagi reinkarnasi dengan ada dirinya versi baru di masa depan.

Hyun Jae tersenyum masam. Entah kenapa detik ini tetiba dirinya ingin bersemoga untuk semua itu. Bersemoga bisa bertemu Jiyeon dengan apa pun cara alam mempertemukan. Bersemoga entah pada apa di kala dirinya tahu persis tidaklah percaya Tuhan yang bisa dimintai keajaiban.

Aneh. Namun, Hyun Jae tetap melakukannya. Ia menggumamkan semoga itu dalam benaknya.

Lagi. Hyun Jae merasakan dirinya kini sungguh aneh.

__________________




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro