Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Batas-Batas Dalam Hubungan Sosial

Sebagai sekretaris klub yang aku percaya, Tiara entah kenapa melancarkan inisiatif yang cukup merepotkan sore ini. Saat Tiara sedang duduk lesehan dengan bertekuk lutut, dia secara tiba-tiba menyarankan hal aneh untuk dilakukan. Menggebrak meja untuk menarik perhatian, Tiara mengumumkan sesuatu.

"Aku punya permainan kejujuran untuk dilakukan."

Aku yang tidak mengerti hanya menanggapi itu dengan bertanya, "Kejujuran? Ada makhluk halus macam apa yang mengganggumu?"

"Sebelum itu, tolong balikkan papan buka menjadi tutup!" perintah Tiara sambil menuding telunjuknya ke arah Lala. Dia baru saja mengabaikan protes dariku dan aku juga tidak peduli.

Gadis berambut pendek yang barusan menerima perintah itu segera melaksanakannya tanpa protes. Saking anehnya pemandangan barusan, aku sampai bertanya-tanya dalam hati apakah hakikat dunia ini baru saja terbalik? Maksudku, Lala yang menerima perintah tanpa protes itu benar-benar aneh.

Karena papan buka sudah beralih menjadi papan tutup, Klub Tidur Siang tidak akan menerima satu pun tamu saat ini. Kami biasanya menggunakan papan tutup apabila ingin rapat, istirahat tanpa diganggu, atau membicarakan orang lain secara eksklusif. Tapi kali ini, aku tidak bisa menebak hal aneh macam apa yang Tiara rencanakan. Gadis yang rambutnya diurai itu kemudian melanjutkan pengumumannya.

"Kita akan bermain jujur-jujuran. Peraturannya cukup mudah. Sebutkan kegiatan macam apa yang kalian lakukan saat hari Sabtu dan Minggu kemarin!"

"Heee ... memangnya kenapa kau tertarik dengan itu?  Apa yang sedang kau cari?" protes Ren keberatan karena dia terlihat sedang mengantuk parah. Gadis itu baru saja tertidur selama beberapa menit dan merasa belum puas dengan tidur siangnya. Dia memaksakan diri untuk sadar sampai matanya terlihat berat dan sipit.

"Ini hanya dugaanku, aku merasa kalau seseorang di antara kita baru saja mengadakan kencan hari Sabtu kemarin!" Tiara langsung mengumumkan niat aslinya secara frontal. Lalu entah bagaimana, kalimat Tiara yang barusan benar-benar menusuk dadaku sampai menimbulkan kegelisahan yang mematikan.

Karena dugaan Tiara terasa tidak logis, aku kemudian bertanya, "A-atas dasar apa kau bisa mengira hal semacam itu?"

"Hm ... mungkin hanya firasat? Tapi, firasatku selalu akurat selama ini. Aku hanya ingin memastikannya, jika firasat ini salah maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan bukan? Selain itu, kita juga tidak perlu memainkannya jika ada orang yang segera mengakui kencannya saat libur kemarin."

Serius, arah pembicaraan ini berbahaya. Firasat yang akurat seperti itu sangat tidak logis! Jika aku tidak ikut bermain maka diriku pasti akan dicurigai. Tapi, ikut dan mengarang cerita juga tidak mungkin karena klub ini memiliki alat pendeteksi kebohongan. Selain itu ... memangnya Nayya benar-benar menganggap kalau kejadian kemarin adalah kencan? Gadis polos seperti Nayya pastinya hanya akan menganggap kalau itu adalah bermain biasa. Bagaimana tanggapannya jika dia tahu kalau ini kencan? Yah, mungkin ini adalah kesempatan  yang bagus untuk meluruskan pemahamannya.

"Karena aku yang mengajukan, maka permainan ini akan dimulai dariku. Tidak ada yang aku lakukan saat hari Sabtu dan Minggu kemarin. Aku hanya bersantai sebisa mungkin dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Hanya itu." Tiara menjelaskan tentang kegiatannya dan tidak ada indikasi kebohongan yang poligraf tunjukkan.

"Hm, selanjutnya biar aku yang bercerita," ujar Lala mengusulkan sambil menyandarkan punggungnya di dinding kayu. Gadis berambut pendek itu sedang berdiri dalam keadaan punggungnya yang bersandar. Entah apa yang ia rasakan saat membuat pose seperti itu, tetapi dia akan segera duduk jika merasa pegal. "Hari Sabtu kemarin, aku sudah mengalahkan Siren Nirwana, Boss Level 171 dari lantai 13 Tow--"

"Baiklah, lanjut ke Ren saja mungkin." Tiara memotong penjelasan Lala karena merasa kalau itu tidak dibutuhkan. Membuat Lala merengut kesal dan duduk bersama emosi.

"Sabtu kemarin, ya ... ada banyak yang aku lakukan, sih. Apakah aku harus menyebutkan semuanya?" Ren mencoba untuk bertanya sebelum menjelaskan tentang kegiatannya. Setelah Tiara mengangguk, Ren mulai menjelaskan agendanya seakan-akan dia sedang laporan. "Sabtu pagi, aku memasak sarapan untuk seisi rumah. Lanjut mencuci baju dan sambil menunggu mesin cuci, aku menyicil tugas sekolah. Saat pakaian sudah siap dijemur, ya aku menjemurnya. Kemudian lanjut mengerjakan tugas saat merasa luang. Begitu terus hingga sore, sampai akhirnya aku harus bekerja paruh waktu. Hari Minggu juga sama seperti itu, sih. Bedanya ... hari Minggu aku libur kerja. Jadinya aku lumayan kosong di hari Minggu malam."

"Lalu, apa yang kau lakukan saat Minggu malam?" tanya Tiara. Aku sendiri merasa kalau dia tidak perlu sampai sejauh itu. Maksudku, ini masalah privasi. Beberapa orang pastinya bisa merasa keberatan tergantung apa yang terjadi pada mereka.

"Aku ... menghabiskan sisa-sisa hari Minggu untuk tidur," jawab Ren sambil meletakkan telunjuknya di dagu.

"Tidak ada jawaban yang aku cari. Kalau begitu, antara Nayya dan Okta, siapa yang mau menjelaskannya lebih dulu?" Gadis yang dipenuhi antusias itu kini melihatku. Jika aku yang menjawab lebih dulu, aku khawatir salah bicara sehingga itu bisa mengganggu perasaan Nayya. Karena itu, biarkan saja Nayya yang menjelaskannya lebih dulu.

"Si-silakan Nayya duluan." Aku mempersilakan gadis dengan jepit rambut berbentuk bunga itu untuk menjelaskannya lebih dulu.

Tidak ada kata-kata atau kalimat yang keluar sampai beberapa saat. Merasa kalau seisi ruangan sedang memperhatikannya, Nayya menjadi gugup sampai sorot matanya benar-benar memandang ke bawah.

Yah ... sudah tentu akan begitu, sih. Sebagian dari masalah ini adalah salahku karena membuat momen di mana Nayya harus bicara ke banyak orang. Aku barus menebusnya.

"Aku dan Nayya pergi bersama saat Sabtu kemarin," ujarku mengumumkan ke seisi ruangan. Membuatnya menjadi hening, dipenuhi tatapan terheran-heran.

"Aku mengerti, jadi begitu rupanya." Kalimat itu adalah sesuatu yang keluar dari mulut Tiara ketika gadis itu sedang melipat tangannya di dada. Menghela napasnya satu kali, Tiara menyambung, "Jadi, kalian sudah sampai sejauh mana?"

"Apa maksudmu dengan sejauh mana? Aku tidak ingat bahwa aku mengatakan hal lain selain pergi bersama." Aku bertanya balik.

"Jangan menutupinya! Kalian sudah kencan bukan?" Entah karena antusias atau penasaran, Tiara sampai menggebrak meja karena beberapa alasan yang belum aku pastikan. Serius, kini aku jadi penasaran ada makhluk halus macam apa yang mengganggu Tiara.

Salah seorang gadis yang menjadi topik dalam pembicaraan ini juga merasa janggal. Dia segera bangun dari duduknya, mendekatkan bibirnya yang mungil kepada telingaku dan berbisik. "Me-memangnya, i-itu kencan?"

"He? Apa yang kalian bicarakan? Kenapa sampai berbisik seperti itu?"

Aku menanggapi tanya penuh curiga itu dengan menjawab, "Nayya baru saja bertanya apakah kegiatan kami kemarin bisa dibilang sebagai kencan?"

Mendengarnya, Tiara jadi semakin kalut dan menggebu-gebu. "Su-sudah jelas kencan bukan? Seorang laki-laki dan perempuan pergi bersama, itu namanya kencan! La-lagian, ke mana kalian pergi?"

"Taman hiburan."

"Jadi, kalian sudah mengakui kencan kalian dan sejak kapan kalian menjalankan hubungan ini?" tanya Tiara penasaran. Dia kemudian menyambung, "Ja-jangan salah paham. I-ini hanya untuk transparansi, ka-kalian juga ingat bukan? Tidak boleh ada rahasia di Klub Tidur Siang."

"Sebelum menjawabnya, izinkan aku untuk meluruskan beberapa hal," pintaku baik-baik sambil mengangkat telunjuk untuk interupsi. Ketika aku merasa kalau Tiara sudah tenang, aku pun melanjutkannya. "Pertama, Nayya ingin mengajak seseorang untuk menemaninya ke taman hiburan. Karena dia merasa tidak dekat dengan siapa-siapa kecuali diriku, Nayya akhirnya dengan  terpaksa mengajakku. Lawan jenis sekaligus kakak kelas. Kedua, Nayya tidak paham apa perbedaan dari kencan dan pergi bersama teman. Pemikirannya terlalu polos untuk hal itu. Ketiga, aku sempat merasa kalau ini sama saja seperti kencan. Aku juga tidak enak untuk menolak sehingga aku berusaha menerimanya dengan sepenuh hati."

"Jadi, apa kesimpulan dari penjelasanmu itu?"

"Aku ingin Nayya mengumpulkan berbagai kenangan bersama banyak orang. Maksudku, dia sedang dalam fase di mana Nayya harus mencari orang yang cocok dengannya. Dengan bertemu banyak orang, Nayya akan segera menemukan kecocokannya sendiri. Karena itu untuk selanjutnya, kalian yang harus pergi bersama Nayya, ya?"

Aku melihat ke arah Nayya dan mendapati gadis itu sedang mengangguk paham. Aku kemudian berkata, "Dengar, 'kan? Selanjutnya jangan coba-coba lagi untuk mengajak laki-laki, terlebih lagi hanya berdua. Yah, kalau itu pacar maka boleh-boleh saja, sih."

Sisi buruk yang lainnya adalah, Nayya tidak memahami bagaimana pandangan sosial terhadapnya. Jika dia pergi berdua bersama laki-laki, orang-orang pasti akan mengira kalau Nayya sedang berpacaran. Meski Nayya merasa kalau dia hanya sedang main bersama, penilaian orang tidak akan selalu positif.

"Masalahnya adalah ...." Tiara menahan kalimatnya karena merasa ragu. Setelah beberapa saat menghela napas, Tiara kemudian menyambung, "Kalian kelihatan sangat dekat sampai melebihi sepasang kekasih."

"Maksudmu seperti kakak dan adik? Atau ayah dan anak perempuannya?" Aku bertanya balik.

"Yah ... keduanya juga masuk akal menurutku."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro