Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Alasan Sederhana Kenapa Aku Menyukaimu

Dio, laki-laki narsis yang terlihat selalu membawa cermin ini sebenarnya sama saja dengan laki-laki pada umumnya. Ya, dia adalah laki-laki yang rapuh, laki-laki yang lemah, dan laki-laki yang rela merendahkan dirinya saat sedang jatuh cinta.

Aku akui kalau sikapnya memang agak menjijikkan. Dia beberapa tingkat di atas Lala soal gaya bicaranya yang bertele-tele. Terkadang membuat kalimatnya menjadi berirama. Selalu bercermin di mana pun dan merapikan rambutnya meski itu sama sekali tidak berantakan. Kerap kali melonggarkan dasi dan memamerkan pergelangan lehernya. Andai saja wajah Dio tidak setampan itu, aku yakin kalau kebanyakan orang akan membencinya.

Tapi, aku memahami kalau itu semua adalah cerminan dari sikapnya yang percaya diri. Jarang ada orang yang begitu percaya diri sampai bisa mengekspresikan dirinya di mana pun. Kebanyakan orang tentunya akan menjaga perilaku mereka saat berada di hadapan orang lain, kurang lebih sama seperti Tiara yang memikirkan bagaimana penilaian orang terhadapnya.

Sisi lebihnya adalah, Dio tidak pernah memikirkan itu. Bagaimanapun jadinya, Dio tetap mampu mengekspresikan dirinya dan berperilaku seperti dirinya sendiri. Aku jadi tidak bisa menyalahkannya juga karena itu memang sifat natural yang dia punya.

Untuk yang kesekian kalinya, laki-laki narsis itu menggaruk hidung karena canggung. Aku tahu kalau rasa malu tidak akan menghentikannya untuk bicara. Meski berat untuk diucapkan, Dio tetap menjawab Ren pada akhirnya.

"Sederhananya, aku tidak butuh alasan untuk menyukai seseorang. Aku menyukai Ren karena kau adalah Ren. Hanya sebatas itu." Dio meletakkan cerminnya di saku seragam dan menjawab pertanyaan Ren dengan senyum.

Serius, saat dia meletakkan cerminnya dan tersenyum tulus seperti itu, aura ketampanan benar-benar bersinar dan terasa! Andai Dio adalah laki-laki normal yang tidak memiliki sedikit pun sifat narsis, aku yakin kalau dia akan menjadi idola di sekolah ini. Ya, bukan tidak mungkin kalau Dio bisa menyaingi Kak Fascal, pacarnya An yang sekarang. Tapi kembali lagi, itu semua baru kemungkinan. Kemungkinan yang bisa saja terjadi kalau Dio tidak memiliki sifat narsis.

Untungnya, Ren tidak semudah itu dibuat luluh. Meski Dio baru saja tersenyum tulus padanya, wajah Ren tetap saja sinis dan dingin. Gadis yang rambutnya dikucir sampai mengekor itu berkata, "Baru satu pertanyaan. Aku ingat betul kalau aku juga menanyakan tentang apa saja yang kau sukai dariku. Lalu, bagaimana jadinya jika aku menyukai seseorang?"

"Karena kau adalah Ren, aku menyukai semua sifatmu dan sikapmu. Ah, terutama sikapmu yang dingin dan sinis. Dadaku entah kenapa selalu bergejolak ketika diabaikan dan ditanggapi secara sinis olehmu."

Aku sedikit iri pada Dio yang bisa mengatakan semuanya secara lancar. Aku bahkan belum pernah sekali pun memuji An secara terang-terangan ketika kami masih pacaran. Mulai dari memuji pakaiannya saat kami kencan, memuji dirinya ketika menjadi peringkat satu di kelas, dan lain-lain yang mungkin saja membutuhkan pujian dari orang spesial. Ketika dipikirkan, bukankah yang jahat itu aku?

Dio membuka kancing kemejanya yang paling atas karena gerah. Terlihat laki-laki itu mengenakan kaus hitam di balik kemeja dan ketika ekspresinya serius, satu-satunya yang tergambar dari Dio adalah ketampanan paling natural. Laki-laki yang mungkin tidak paham dengan potensi ketampanannya itu lanjut bicara.

"Terakhir, mengenai dirimu yang menyukai orang lain, ya? Aku tidak keberatan meski kau berpacaran dengan orang lain, kok. Pepatah mengatakan kalau semua itu tergantung pada akhirnya. Pacaran lah dengan siapa pun, aku biarkan banyak orang untuk menjagamu. Asalkan kau menikah denganku pada akhirnya, maka itu sudah cukup. Kisah percintaan anak sekolah hanya sementara. Tidak lama lagi mereka pasti akan putus. Itu sudah hal yang lumrah. Aku hanya perlu duduk dan menunggu sambil minum teh."

Wah ... sejujurnya kutipan tentang "Percintaan anak sekolah hanya sementara" sedikit menyinggung diriku. Itu adalah kebenaran jika mengambil hikmah dari pengalaman pribadiku dengan Angelica.

Setelah semua jawaban Dio yang dapat disimpulkan jujur, Ren menyampaikan satu kalimat khusus untuknya. Dia berkata, "Tolong jemput aku setelah pulang kerja malam ini. Lumayan untuk irit biaya ojek."

"Siap, laksanakan!" jawab Dio spontan tanpa sedikit pun ragu ketika mengatakannya. Teman gondrong yang sampai saat ini masih duduk di sebelahnya mencoba untuk memberitahukan sesuatu.

"Kau yakin tidak sedang dimanfaatkan olehnya?" tanya Tobi berbisik. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Dio, bahkan menutupinya juga dengan telapak tangan. Sejujurnya itu tidak berguna karena kami semua masih bisa mendengarnya.

Bahkan, bisikan itu jadi semakin tidak berguna ketika Dio menjawabnya dengan penuh semangat. Laki-laki itu berkata, "Aku rela mengabdikan diri dan mendedikasikan diriku hanya untuk Ren! Dengan senang hati akan aku antar dikau setiap hari."

"Terima kasih," jawab Ren dengan senyum kecil. Dia kemudian lanjut berkata, "Sebagai catatan, ini adalah masa pembuktian. Buktikan cintamu dengan dedikasi dan pengabdian terbaik! Aku akan pertimbangkan semuanya setelah itu!"

"Siap! Aku pasti tidak akan mengecewakan dikau! Terima kasih atas kesempatan yang diberikan!" Jawabannya terlalu bersemangat sampai Dio berteriak tanpa malu. Sekali lagi aku melihat, jatuh cinta itu sebenarnya mengerikan. Tidak, kita salah jika hanya melihatnya dari satu sisi. Selain mengerikan, jatuh cinta itu ternyata juga indah.

"Hukuman di ronde kedua sudah selesai! Saudari Nayya, tolong catat poin sementara mereka. Kelompok Dio memperoleh tiga poin sejauh ini. Sementara kelompok Okta memperoleh empat poin! Keunggulan sementara berada di kelompok Okta!" Lala mengumumkan poin sementara sebelum masuk ke ronde terakhir.

POIN SEMENTARA
KEL. OKTA: 4 POIN
KEL. DIO: 3 POIN

Alasan kenapa kelompok Dio tidak dikenakan pengurangan poin adalah catatan keseluruhan pada peraturan. Tertulis bahwa salah menjawab tidak akan dikenai minus poin. Sementara tidak menjawab sampai waktu habis akan dikenai minus satu poin. Dalam kasus ini, Dio melakukan kesalahan saat menjawab. Berbeda denganku yang tidak bisa menjawab sampai waktu habis di ronde pertama.

Tiara sedikit memprovokasi tim lawan dengan gaya bicaranya yang ketus. Dia berkata, "Karena kalian memang berniat untuk mengabdi pada Klub Tidur Siang, kenapa tidak sekalian mengalah saja? Waktu pentingku jadi tidak perlu terbuang karena harus mengurusi kalian."

"Yah ... ada peluang jadi ketua klub jika aku sampai menang, sih. Apa salahnya mencoba?" Tobi menanggapi Tiara dengan nada bicara meledek. Mereka saling tatap, seakan-akan sedang mengadu kekuatan magis dari tatapan itu.

Untuk yang ketiga kalinya, kami mengangkat tangan sebelum menunjukkan beberapa jari di atas meja. Sambil berkata, "ABC lima daaasar!" Beberapa jari telah terpampang di atas meja dan kini adalah giliran Lala untuk menghitungnya.

"Alfabet penting di ronde terakhir adalah huruf J! Lalu, mengenai pertanyaannya ...." Aku sudah bisa menebaknya. Pertanyaan terakhir adalah "Deskripsikan bagaimana perasaanmu akhir-akhir ini". Wajar kalau aku mengetahuinya. Bukan hanya aku, tetapi Tiara dan Ren juga sudah tahu. Kami pembuat pertanyaannya, sih.

Satu-satunya alasan kenapa aku bisa kesusahan menjawab di ronde pertama, itu karena aku kehabisan kata-kata. Maksudku, aku mendapatkan giliran terakhir di ronde pertama. Aku jadi bingung harus menggunakan kata apa yang memenuhi alfabet penting dan belum digunakan oleh peserta lain.

Dasar, Dio dan Tobi. Mereka seharusnya sudah memikirkan ini sebelum mengajak kami bermain. Tidak aku sangka kalau pemikiran mereka ternyata sedangkal itu.

"Pertanyaan di ronde terakhir adalah ... bisa kau deskripsikan bagaimana penilaian atau perasaanmu terhadap Klub Tidur Siang?" Lala menyampaikan pertanyaannya. Sebentar, ada yang aneh dari pertanyaan itu.

"Ke-kenapa soalnya berbeda?" tanyaku gugup ketika tahu kalau Lala sedikit melakukan improvisasi terhadap pertanyaannya.

Gadis itu dengan idealis menjawab, "Tentu saja karena itu curang bukan? Kalian sudah menyusun pertanyaan ini, tetapi kalian juga ikut bermain secara resmi! Jelas saja kalau aku harus mengganti pertanyaannya demi keadilan dalam bermain. Sudah untung aku tidak mengganti dua soal pertama! Kenapa? Mau protes kepada pengadil?"

Di sisi lain, peserta sungguhan yang mana posisi mereka bukanlah penyusun atau panitia angkat suara. Tobi dengan auranya yang selalu menyebalkan berkata, "He ... jadi kalian sudah mengetahui dua soal sebelumnya dan tetap diam, ya? Pantas saja kalian tidak takut sedikit pun."

Laki-laki narsis di sebelahnya menimpali. "Sudah mana peserta kelompoknya ada tiga orang, mengetahui semua pertanyaannya juga, bukankah ini cukup untuk dikatakan sebagai praktik kecurangan?"

"Cu-curang? Kalian yang bodoh sejak awal karena berani menantang panitia! Bahkan sampai mengancam kami dengan laporan diskriminatif terhadap siswa!" Tidak terima, Tiara dengan penuh emosi menggebrak meja dan menyampaikan sanggahan.

Aku mendukung argumen Tiara dengan berkata, "Karena pengadil mengganti pertanyaan terakhir, bukankah ini jadi tidak masalah? Selain itu, ini juga salah kalian karena tidak menyadarinya sejak awal."

"Tidak bisa!" Tobi masih saja membantah. Dia menyilang kedua tangannya di dada kemudian menyambung, "Pertama, ini melanggar peraturan OSIS tentang ketentuan penyelenggaraan program kerja. Tertulis di sana kalau penyelenggara program kerja tidak boleh mengambil keuntungan apa pun dari siswa seperti memungut bayaran untuk ikut serta (kecuali untuk biaya operasional jika itu memang dibutuhkan. Meski begitu, penyelenggara tidak boleh mengambil sedikit pun keuntungan dari para siswa). Poin kedua, dilarang memanfaatkan peserta dengan melakukan penipuan yang terstruktur atau modus tertentu. Sekarang sudah paham? Kalian secara tidak langsung sudah melanggar poin kedua!"

Akhirnya, setelah hampir setahun berteman dengannya, aku paham kenapa aku bisa menganggap Tobi adalah orang yang menyebalkan. Itu karena dia adalah orang yang paling pandai mencari-cari kesalahan dibanding siapa pun.

"Baiklah, kami mengaku salah. Bagaimana caranya agar masalah ini berakhir damai?" Aku memutuskan untuk mengalah dan mulai menginisiasi topik tentang solusi.

Tobi kemudian menjawab, "Aku beri dua pilihan. Pilihan pertama, pengadil bisa mengalikan poin kami sebanyak dua kali lipat di ronde terakhir. Pilihan kedua, berapa pun poin yang kelompok Okta peroleh di ronde ini harus dikurangi dua pada akhirnya. Itu ketentuan yang cukup adil bukan?"

Aku harus mengakuinya kalau itu adalah penawaran yang paling adil. Poin kami untuk sementara ini adalah empat dan tiga. Jika kami berlima berhasil menjawab pertanyaan di ronde ketiga, maka hitungan poinnya akan menjadi seperti ini.

Kelompok Okta: 4 + 3 = 7 Poin
Kelompok Dio: 3 + 2(2) = 7 poin

Pun hitungannya akan tetap menjadi seri jika kami memilih opsi kedua. Jika kami berlima berhasil menjawab pertanyaan dengan memenuhi ketentuan, maka hitungan poinnya akan jadi seperti ini.

Kelompok Okta: 4 + 3 - 2 = 5 Poin
Kelompok Dio: 3 + 2 = 5 Poin

Tobi mengincar poin seri sehingga ronde ekstra mau tidak mau harus dilaksanakan. Aku sudah memahami itu berdasarkan penggambarannya dari peraturan yang dia buat. Tapi, ketentuan itu memiliki lubang. Lubang ini bisa jadi berguna jika salah satu dari kami tidak memenuhi ketentuan menjawab.

"Sudah menentukan jawabannya, Pak Ketua?" Tobi bertanya sambil memberi tatapan yang mengintimidasi. Ya, dia adalah yang paling berbahaya jika dibandingkan dengan Dio. Satu-satunya masalah Dio hanya sifatnya yang narsistik. Sementara Tobi, dia adalah orang yang memiliki sifat manipulatif dan sangat ahli dalam membuat ketentuan seperti itu. Dua peraturan tambahan yang dia ajukan sejak awal adalah buktinya. Kami harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam perangkapnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro