Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 6

Rachael menundukkan wajahnya sedikit, mencari nomor 5 pada pagar rumah-rumah yang dilewatinya, mengintip dari dalam mobil. Bahkan ia mengendarai mobilnya dengan lambat seperti kura-kura. Rumah-rumah di komplek ini terlalu besar, sedangkan nomor rumahnya tidak jelas. Ada yang berada di pagar, ada yang berada di tiang besar penyangga rumah dan ada juga yang berada di tembok rumah tepat di sebelah kanan pintu rumah. Komplek yang rumit.

"Nomor 3A, nomor 3B , 3C. Nah itu nomor 5!"

Tatapan Rachael terhenti pada rumah besar bernuansa putih coklat yang berada di sisi kiri komplek. Pagar hitamnya berdiri tinggi menjulang , dihiasi dengan pos satpam di sebelah kanan dalam pagar. Rachael membunyikan klaksonnya untuk menarik perhatian.

Tidak lama kemudian , terlihat satpam tua berjalan keluar dari dalam pos satpam menghampiri pagar tersebut. Ia lalu mengeluarkan remote kecil dari saku kiri kemeja putihnya, jarinya terlihat menekan tombol pada remote tersebut diiringi dengan pagar yang mulai terbuka secara perlahan dengan sendirinya.

Satpam itu berjalan keluar menghampiri mobil Rachael , membungkuk di depan kaca mobil Rachael yang sudah ia buka sebelumnya.

"Siang, ibu. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sambil mengintip sekilas ke dalam mobil Rachael.

Rachael menangkap perubahan raut wajah terkejut satpam tersebut. Saat satpam tersebut mendapati Marvel sedang tertidur di samping kemudi, dengan badannya yang dipasangi sabuk pengaman dan lehernya yang diberi bantal leher berwarna coklat.

"Den Marvel."

"Saya ibu guru di sekolah Marvel. Marvel sakit dan saya mengantarnya pulang. Saya sudah menghubungi papa Marvel, dan beliau mengirimkan saya pesan untuk mengantar Marvel ke alamat rumah ini. Kompleks Jaya Indah , nomor 5 dan nama bapak adalah pak Budi. Benar?"

"Ya, benar ibu guru. Silahkan masuk ibu guru."

Pak Budi melangkah mundur, memberi jalan kepada Rachael untuk mengendarai mobilnya masuk. Dari kaca spion utama , Rachael melihat pak Budi mengeluarkan kembali remote kecil yang sebelumnya sudah dimasukkannya kembali ke dalam saku kemeja, lalu menekan tombol untuk menutup gerbang. Pak Budi berlari menuju sepeda motor yang baru disadari Rachael ada di samping pos satpam , lalu mengendarainya dengan cepat mendahului Rachael seakan mengarahkan Rachael.

Rachael terkesima dengan rumah ini, bahkan jarak dari pintu gerbang saja cukup jauh. Rachael memarkirkan mobilnya tepat di depan tangga pintu utama, mematikan mesin mobil dan tidak lupa mengambil ponselnya yang berada di atas dashboard mobil.

Rachael memutari mobilnya dari depan lalu membuka pintu di sebelah kemudi. Pak Budi berjalan mendekat dan menggendong Marvel. Pak Budi berjalan masuk melalui pintu utama sambil memanggil mbok Inem yang saat itu tengah berada di dapur untuk memasak makan siang. Mbok Inem berjalan keluar dari dapur sambil mengelap tangannya pada celemek yang masih tergantung di leher.

Pandangan mbok Inem teralih pada punggung Pak Budi yang tengah berjalan ke kamar Marvel sambil menggendong seseorang terlihat dari kaki kecil bersepatu hitam yang muncul dibalik badan pak Budi.

-----

Rachael mengambil handuk kecil yang tertempel di atas dahi Marvel, meletakkannya kembali ke dalam baskom yang berisikan air hangat yang sudah mulai keruh. Rachael memegang dahinya sendiri lalu memegang dahi Marvel yang sedang tidur di atas kasur beralaskan sprei motif Batman. Hangat, namun tidak sehangat satu jam yang lalu.

Rachael lalu mengambil obat demam berbentuk plester , membuka bungkusnya dan menempelkannya pada dahi Marvel dengan pelan. Pipi Marvel berwarna merah sedangkan bibir kecilnya terlihat pucat dan terlihat percah-pecah.

Terdengar bunyi decitan pintu, Rachaelpun mengalihkan pandangannya pada pintu dan mendapati Jonathan yang sedang berjalan masuk. Jonathan masih terlihat dengan pakaian kantornya, rapi dan wangi. Sangat kontras dengan keadaan Rachael yang masih memakai pakaian olahraganya, yang tentunya kotor. Ia lupa membawa pakaian gantinya tadi.

Jonathan berjalan menghampiri Marvel, meletakkan tas kerjanya di atas nakas lalu memegang pipi gembil Marvel. Tatapan Jonathan yang lembut dan kekhawatiran dalam bola matanya. Rachael mengamati itu semua.

"Terima kasih." Ucap Jonathan masih memandang Marvel.

"Ah, ya! Sama-sama, papa Alexander." Jawab Rachael pelan. Ia merasa tidak percaya diri untuk menatap Jonathan dengan pakaiannya yang sangat kotor. Bahkan ia sendiri tidak sanggup mencium baunya sendiri. Rachael berdiri dari duduknya, "Saya akan pulang. Marvel sudah baikan, demamnya sudah turun. Saya permisi dulu , papa Alex."

"Tunggu! Bolehkah ibu Rachael menunggu Marvel sampai dia bangun? Saya harus kembali ke kantor saat ini, saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan ini."

"Ah! Tentu papa Alexander. Saya akan menunggu Marvel." Rachael mengumpat dalam hatinya. Marvel sedang sakit, tapi Jonathan masih bisa mementingkan perkerjaan di atas anaknya. Namun beberapa detik kemudian, pikirannya memikirkan pembelaan-pembelaan lainnya. Akhirnya Rachael memaklumi keadaan Jonathan, bisa saja Jonathan memang sedang sibuk dan tidak bisa meninggalkan pekerjaannya.

Ia mulai mengetahui sedikit banyak tentang Jonathan. Celine dengan sendirinya akan bercerita tentang Jonathan di mana dan kapan saja. Tentang apa saja yang dikerjakan oleh Jonathan, alasan Jonathan bercerai dan lain-lain.

Jonathan mengepalai banyak perusahaan besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri mengingat perusahaannya yang bergerak di bidang perminyakan. Jadi bisa dipastikan bahwa Jonathan sangat sibuk.

"Terima kasih."

Jonathan mengambil tas kerjanya yang berada di atas nakas, lalu membalikkan badannya menuju Rachael yang sudah kembali duduk tepat di belakangnya. "Tolong kabari saya tentang perkembangan Marvel nantinya. Saya mohon bantuannya. Ibu juga bisa meminta mbok Inem untuk mengambilkan ibu baju ganti dan nantinya mbok Inem akan mencucikan pakaian Anda. Maaf sudah merepotkan Anda."

"Tidak apa-apa. Tidak merepotkan. Iya, saya akan meminta mbok Inem untuk mengambilkan saya baju ganti. Terima kasih." Jawab Rachael, ia bahkan ragu ia mengenal mbok Inem. Apakah wanita tadi yang dilihatnya tadi?

Akhirnya Rachael mengurungkan niatnya untuk berganti pakaian, ia hanya berharap bahwa ia tidak akan bertemu dengan siapapun lagi hingga satu jam kedepan ,sampai pukul tiga sore nanti. Ia akan pulang pukul tiga nanti.

----

Rachael sudah hampir tertidur saat ia mendengar decitan pintu kamar Marvel. Ia menatap jam dinding di depannya sebentar, pukul 14.15. Lalu Rachael mengalihkan pandangan menuju pintu dan mendapati sosok wanita yang sedang berjalan masuk. Kamar Marvel yang tadinya gelap menjadi terang setelah wanita itu menekan saklar lampu yang terletak di sebelah kanan pintu kamar.

High heels hitamnya yang bersentuhan dengan lantai , menimbulkan suara yang merdu. Kaki putihnya yang semampai. Tubuh yang terbalut dengan gaun sutra lembut berwarna abu-abu selutut. Di lengan kirinya tergantung tas hitam Gucci berukuran sedang. Rambut coklat bergelombang yang tergerai di bahunya serta riasan wajah yang sederhana. Feminim.

Rachael kebingungan. Ia merasa pernah melihat wanita ini, namun ia lupa di mana tepatnya. Kebingungannya semakin menjadi ketika wanita ini mengetahui namanya.

"Siang, ibu Rachael!"

Rachael tertegun, lalu membalas sapaan wanita itu dengan ragu. "Ehmm.. Siang, bu?"

Rachael mengutuk suaranya yang sengau.

"Haha... Sudah lupa dengan saya? Saya Ibu dari Kevin , Alexander dan Marvel. Kita pernah bertemu sebelumnya, saat Kevin masih di kelas empat. Saya yang datang ke sekolah untuk mengambil rapor. Nama saya Hanna." Jelas Hanna yang dengan suara lembut dan merdunya.

Rachael gugup lalu memegang ujung jaket orangenya. Ia mengerutkan keningnya saat jari telunjuknya dengan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang keras. Ia menurunkan arah pandangnya dan mendapati bekas muntahan Marvel yang sudah mengering. Rachael mengutuk keputusannya beberapa puluh menit yang lalu. Kenapa ia tidak meminta pakaian ganti?

Hanna yang cantik dan wangi. Rachael yang jelek dan bau.

Ia mati K.O. bahkan sebelum bertanding.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro