Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 3A

"Ok, anak-anak. Sekarang kalian boleh kemas buku kalian. Setelah itu duduk yang rapi sebelum kita memulai doa pulang!" ucap Rachael sambil menatap satu persatu anak muridnya. Tidak lama kemudian, meja murid-muridnya sudah bersih tanpa ada satu buku pun di atas meja mereka.

"Anastasia, tolong pimpin doa," Rachael memanggil nama anak perempuan dengan dua kepangan pada sisi kiri dan kanan kepalanya. Pipi anak itu bersemu dengan merah sambil melihat ke kiri dan kanan sambil menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk.

"Baiklah teman-teman, sebelum pulang marilah kita berdoa untuk meminta pemberkatan Tuhan supaya kita dapat sampai di rumah kita masing-masing dengan selamat. Doa dimulai," pimpin Anastasia setelah menenangkan dirinya.

Suasana kelas menjadi sunyi, hanya terdengar suara Anastasia yang sedang memimpin doa.

"Amin."

"Selamat siang, kalian boleh pulang!"

Satu detik setelah Rachael menyelesaikan ucapannya, murid-murid berlari keluar dengan ransel warna-warni yang terpikul pada punggung mereka masing-masing. Mereka juga berjalan berkelompok keluar dari pintu sambil berinteraksi satu sama lain.

Rachael menjadi yang paling akhir untuk keluar dari ruang kelas setelah sebelumnya merapikan buku-buku paket yang dibawanya. Rachael berjalan menuruni tangga menuju kantor guru yang berada di lantai dasar, lalu meletakkan buku-buku dalam pelukkannya ke atas meja kerjanya.

"Chel, yuk pulang!" ajak Celine yang sudah berdiri di depannya dengan selempang abu-abu kebangsaannya yang sudah tersampir rapi pada bahunya.

"Sorry, aku ada janji temu sama papanya Alexander. Kamu mau tunggu, atau pulang dulu? Sepertinya tidak lama, mungkin hanya tiga puluh menit."

Rachael merasa tidak enak dengan Celine karena mereka selalu berangkat dan pulang bersama. Tapi mau bagaimana lagi?

"Hmm... aku tunggu aja deh. Sambil periksa buku latihan anak-anak. Jadi, santai aja ya!"

"Ok!"

Celine berjalan kembali ke meja kerjanya. Ia meletakkan tas selempangnya kembali dan mulai membuka buku latihan murid-muridnya.

Rachael mengalihkan pandangannya dari Celine ketika mendengar dentingan halus tanda pesan masuk di ponselnya. Rachael menyalakan layar ponselnya, lalu menekan simbol amplop. Ia mendapati pesan dari Jonathan yang memberitahu bahwa ia sudah sampai di sekolah dan menanyakan letak kantor guru.

Rachael berjalan cepat keluar dari kantor guru untuk mencari keberadaan laki-laki itu. Setelah menemukannya, Rachael berjalan mendekat. Ia bingung kepada dirinya sendiri karena dapat mengenali punggung pria itu secara sekilas padahal Rachael hanya pernah bertemu dengannya satu kali.

"Siang, Pak," sapa Rachael setelah berada tepat di belakang pria itu.

Jonathan yang sedari tadi mengedarkan pandangannya mencari Rachael, memutar badannya ke belakang saat ia mendengar seseorang memanggilnya.

"Siang, Bu," sapa Jonathan sambil mengulurkan tangannya.

"Mari, ke kantor guru. Kita bicara di kantor guru saja." Jonathan mengikuti langkah kaki Rachael.Setelah sampai di depan pintu kantor guru, Rachael menggeser pintu itu sampai terbuka dan mengarahkan Jonathan menuju meja kerjanya.

Jonathan duduk di kursi kayu tepat di depan meja kerja Rachael yang penuh dengan buku latihan anak-anak namun masih terlihat rapi. Ia pun mengedarkan pandangannya, mengamati kantor guru di mana ketiga putranya bersekolah. Rachael duduk di depan Jonathan setelah menempatkan segelas teh hangat di depan Jonathan.

"Silahkan diminum."

"Thanks," ucap Jonathan sambil menyunggingkan senyumnya.

"Baik, Pak. Saya akan menjelaskan nilai-nilai mata pelajaran Alexander," ucap Rachael sambil mengambil map bening di sebelah kiri mejanya, kertas kopian rapor Alexander yang didapatkannya dari ruang tata usaha.

"Silahkan."

"Selama ini nilai akademik Alexander tidak bermasalah. Dia anak yang pandai, cepat tanggap, bahkan Alexander dapat mengerjakan soal-soal yang baru saja dijelaskan dengan benar."

Rachael menghentikan ucapannya sebentar untuk melihat reaksi Jonathan. Tidak lama kemudian ia kembali melanjutkan pembicaraannya ketika ia merasa bahwa Jonathan tidak ingin berkomentar apa-apa.

"Alexander juga pandai bergaul, dia anak yang dikenal ramah dan memiliki banyak teman. Namun, kekurangannya adalah dia anak yang tidak melihat situasi dengan baik dan kurang sopan dalam berbicara."

"Tolong ceritakan saja contoh kasusnya, Bu Rachael."

"Alexander suka berbicara di dalam kelas, tidak mendengarkan penjelasan dengan baik, dia malah sibuk bermain bahkan mengajak temannya untuk ribut di dalam kelas.

"Sulit bagi kami, guru-guru Alexander, untuk menghukumnya karena Alexander selalu bisa mengerjakan tugas yang diberikan tanpa mendengar penjelasan sedikipun."

Jonathan tertawa kecil di dalam hati, ia tidak marah kepada Alexander. Ia malah merasa bangga. Anaknya tidak mendengarkan penjelasan guru, sibuk bermain dan ribut di dalam kelas, tetapi masih tetap bisa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Dan bahkan, LOLOS dari hukuman!

"Silahkan hukum saja, Bu Rachael. Jangan mengecualikannya hanya karena dia dapat mengerjakan tugas dengan baik. Tolong cari dan buat kesepakatan lain dengan anak saya. Saya yakin Bu Rachael bisa mencari solusi dari masalah ini. Saya akan serahkan semuanya kepada Anda untuk memperbaiki tingkah laku Alexander."

Rachael yang mendengarkan perkataan Jonathan pun kebingungan, orangtua di depannya ini terlalu santai bahkan menganggap sepele penderitaan yang selama ini dialaminya!

Saat Rachael ingin kembali berkata, tiba-tiba Jonathan berdiri dari kursi yang didudukinya, merapikan ujung jas navy yang dipakainya, lalu mengulurkan tangan kepada Rachael.

Rachael pun secara tidak langsung mengulurkan tangannya, untuk menyalami tangan Jonathan.

"Terima Kasih atas perhatian Anda kepada Alexander. Saya minta, sebagai guru yang baik dan sudah peduli terhadap anak saya, tolong bantu saya untuk merubah sikap Alexander yang dianggap kurang berkenan."

Jonathan melepaskan genggaman tangannya, lalu berjalan menuju pintu keluar kantor guru setelah tersenyum tipis kepada Rachael.

"Aduh, kok papanya Alexander ganteng banget, ya! Dari jauh aja ganteng, kamu beruntung banget sih bisa lihat papa Alex dari dekat!" Celine langsung memberondong Rachael setelah Jonathan menutup pintu kantor guru.

Bukan hanya Celine yang heboh seperti itu, beberapa guru juga langsung melihat ke arah Rachael dan Celine.

"Udah yuk gosipnya. Nanti aku ceritain di rumah aja, kamu main dulu ke rumahku ya. Keki nih, banyak yang mau aku ceritain."

"Jangan bilang mau berhenti lagi ya, Chel! Kamu mau pecahin rekor Pak Tomo emangnya? Kamu kerja sepuluh tahun di sini, tapi udah tulis surat berhenti sebanyak delapan kali! Kalau mau kalahin rekor Pak Tomo yang tulis enamsurat berhenti dalam waktu kerja lima tahun, berarti kamu tinggal tulis empat kali lagi tuh! Udah dekat sama target!"ejek Celine sambil tertawa geli memandang Rachael.

Rachael menyerngitkan dahinya. Ia mempertanyakan niat Celine yang ingin menghibur atau menghinanya.

"Udah yuk, beres-beres gih!" Rachael mengakhiri percakapannya dengan Celine, lalu mulai merapikan meja kerjanya serta meletakkan kembali gelas yang dipakainya ke dapur. Minuman yang disediakannya kepada Jonathan tidak diminum sama sekali, mubazir.

"Yuk! Aku udah nih."

Celine dan Rachael berjalan keluar dari gedung sekolah menuju mobil Rachael yang terparkir cukup jauh di area parkir. Tepat setelah mereka mendudukkan pantat mereka di atas kursi, Celine mulai menggali informasi untuk memuaskan rasa dahaganya akan Jonathan.

"Chel, gimana pendapat kamu tentang papanya Alex?"

Celine duduk menghadap Rachael yang sibuk mengendarai mobilnya keluar dari kompleks sekolah. "Bisa diam dulu nggak? Nanti ya, tunggu di rumah aja aku ceritanya."

"Oops... ok deh! Aku bakal duduk diam, lihatin pemandangan di luar," cibir Celine sambil mengerucutkan bibirnya.

Rachael memarkirkan mobilnya ke dalam garasi rumah satu lantainya setelah Pak Agus, satpam di rumahnya, membukakan pagar rumah yang sudah lima tahun ini dihuni olehnya... sendirian. Rachael menjadi yatim piatu semenjak kelas tiga SMA, dan untungnya kedua orangtuanya memiliki uang asuransi

yang cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliahnya sampai ia berhasil mendapatkan pekerjaan paruh waktu. Sedangkan usaha yang digeluti orangtuanya sebelum meninggal sudah dialihkan menjadi usaha pamannya, itulah nasib dari usaha turun-temurun.

Rachael dan Celine berjalan memasuki rumah melalui pintu di dalam garasi yang terhubung dengan bagian dalam rumah. Rachael berjalan menuju dapur, mengambil kue dan air dingin dari kulkas, lalu membawanya menuju kamarnya.

"Ok, sekarang kamu mau aku cerita dari mana?" tanya Rachael setelah ia meletakkan tas kerjanya yang cukup berat di atas meja. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk mengganti seragam kerjanya dengan tanktop hitam.

"Yang pertama, gimana pendapat kamu dia?" tanya Celine dengan suara yang cukup keras sehingga dapat didengar oleh Rachael yang berada di kamar mandi. Rachael berjalan menuju kasur, lalu berbaring di samping Celine yang sudah mulai memakan kue yang tadi dibawa oleh Rachael.

"Pendapat aku tentang papa Alexander itu...."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro