BAB 17
#438 in Romance
Rachael membawa Kevin dan Alexander menuju ruang keluarga. Mereka langsung dibawa oleh Rachael karena Rachael yakin bahwa mereka berdua pasti mengetahui alasan mengapa Marvel menangis.
"Jadi, ada apa dengan Marvel? Kalian mengerjainya?" Rachael memulai sesi interogasinya.
"Tidak~" jawab Alexander sambil memutar bola matanya. "Bukan kami yang buat Marvel nangis, mami tuh."
"Kok mami? Kan Marvel baru aja ketemu sama mami." Rachael mengerutkan keningnya, ia penyebab Marvel menangis? Ia ragu. Ia coba beralih memandang Kevin, meminta jawaban dari Kevin.
"Iya, bu Rachael yang buat Marvel nangis." Kevin mengalihkan pandangannya. "Makanya jangan berbohong sama Marvel."
"Apa yang ibu bohong padanya? Ibu gak bohong apa-apa, kok." jawab Rachael sambil memutar kembali kejadian beberapa hari yang lalu, tapi ia tidak mendapatkan apa-apa. Ia tidak berbohong kepada Marvel.
"Ibu bilang dia lucu kalau cadel." sahut Kevin sambil berdiri dari duduknya.
"Kalau mau mengambil hati Marvel, jangan berbohong padanya. Sudah seharusnya dia tidak cadel." tambah Kevin, lalu ia berjalan menaiki tangga.
"Cadel?"
"Iya,mami. Di sekolah Marvel ngomongnya makin cadel karena mami bilang dia lucu kemarin kalau ngomong cadel." Alexander menarik kemeja putihnya keluar dari celana merahnya. "Alex naik dulu ya, mau mandi. Panas."
----
Rachael memutar kembali ingatannya pada acara makan malam kemarin.
Mereka berlima memasuki restoran keluarga, terbukti dari sudut restoran yang memiliki tempat bermain dan pengunjung bisa meminjam beberapa jenis mainan sambil menunggu pesanan.
Mereka sibuk memesan makanan. Kevin, Alexander dan Marvel memiliki pesanan yang berbeda-beda serta sibuk menanyakan banyak hal kepada Jonathan dan Rachael seperti apakah pedas, apakah dagingnya ayam atau sapi, apakah banyak sayurnya, atau apakah ada daun bawang atau tidak. Ya, inilah susahnya makan di luar bersama anak-anak.
Belum lagi Marvel yang sudah pergi ke tempat bermain, berteriak dengan keras meminta Rachael untuk menyusulnya.
Setelah bermain selama lima belas menit, Marvel mau kembali ke meja makan. Kepalanya sudah basah dengan keringat. Pipi gembilnya juga sudah merah. Rachael menarik tissue lalu mengeringkan wajah dan kepala Marvel.
"Mami... Mami... Kok pipi Marpel merah? Marpel jadi milip badut." ucap Marvel ketika ia melihat kaca yang ada di sebrang mereka. Marvel memajukan bibirnya.
"Nggak kok. Marvel gak mirip badut. Pipi Marvel bisa merah karena Marvel habis main... lari ke sana sini." jelas Rachael sambil mencubit kedua pipi Marvel.
"Mami... Lihat kan... pipi Marpel makin jelek...""
"Cara bicara Marvel lucu... Mami suka. Gemes deh..." Rachael kembali mencubit pipi Marvel. Sepanjang malam dihabiskan dengan Marvel yang semakin mencari perhatian Rachael dengan gaya bicaranya yang cadel.
Sekarang Rachael sudah sadar, memang dia penyebab Marvel menangis. Tapi ia tidak berbohong, Marvel memang lucu dengan gaya berbicaranya yang cadel, apalagi pipinya yang gembil. Tadi malam juga Marvel baik-baik saja.
Rachael menghela nafas pasrah.
----
Jonathan berjalan memasuki ruang tamu. Ia membuka dua kancing paling atas kemejanya, cuaca hari ini cukup panas meskipun sudah pukul enam sore.
Jonathan sudah memutuskan untuk pulang awal setiap hari, jam tujuh paling lambat. Banyak sekali alasannya untuk pulang.
Jonathan mengedarkan pandangannya, mengabsen satu-satu anaknya dan Rachael. Ia mengkerutkan keningnya ketika tidak mendapati Marvel yang biasanya menempel pada Rachael. Bahkan Marvel tidak ada di sana.
"Kemana Marvel? Sudah tidur?"
"Nggak, lagi ngambek sama mami." jawab Alexander tanpa mengalihkan pandangannya dari buku tulis. Beberapa jarinya terangkat, ia sedang berhitung.
"Hm?" Jonathan bergumam tidak percaya, ada apa ini?
"Kenapa bisa?" tanya Jonathan lagi.
"Ih,papa! Diam dulu sebentar,ya! Dari tadi Alex hitungnya gak selesai-selesai. Alex udah hitung ulang tiga kali nih. Mami sana dulu gih, jelasin sama papa." Alexander mengibas-ngibaskan tangannya mengusir Rachael dan Jonathan.
Rachael berdiri ketika melihat Jonathan berjalan mendekatinya. Rachael menarik lengan Jonathan menuju pintu kamar Marvel. "Marvel ngambek."
"Kenapa?"
"Masih ingatkan kemarin, kalau aku sempat bilang kalau Marvel itu lucu pas cadel?"
"Hmm... Lalu?" Jonathan menganggukkan kepalanya.
"Nah, kata Alex gara-gara itu. Tapi aku juga belum tahu kenapa baru tadi sore Marvel nangis. Pas aku buka pintu untuk mereka, Marvel udah nangis dan bilang aku bohong." jelas Rachael. "Temanin aku masuk ya, buat tanyain Marvel."
Jonathan membuka pintu kamar Marvel, melihat Marvel sedang duduk di atas kasurnya sedang menatap Jonathan dengan muka sedih.
"Ada apa anak papa? Kok nangis sih tadi?" Jonathan duduk di pinggir kasur Marvel, lalu menarik Marvel untuk duduk di atas pangkuannya. Sedangkan Rachael masih berdiri di depan pintu.
Mata Marvel kembali berkaca-kaca, bibirnya juga mulai mengerucut menahan tangis. "Mami bohong sama Marvel" ucapnya sambil tergugu.
"Mami bohong apa memangnya?" Jonathan menepuk punggung Marvel pelan.
Saat ini Marvel sudah menangis keras dalam pelukan Jonathan, "Ka-kata... mami Marpel lucu kalau cadel... Tapi teman-teman malah ketawain Marpel, bilang Marpel macih anak kecil. Bilang Marpel bodoh dan cupu." adunya.
"Memangnya cupu itu apa?" Jonathan mencoba bertanya kepada Marvel, ia ingin tahu pemahaman apa yang diketahui oleh Marvel tentang kata cupu.
"Katanya itu tidak kelen, jelek. Marpel kan gak jelek! Kata mami kan marpel lucu.. huaa!" tangisan Marvel semakin keras, bahkan kata-katanya sudah tidak terdengar jelas.
"Mami bohong ya sama Marpel? Mami gak sayang sama Marpel? Mama aja pergi, nggak sayang sama Marpel." Marvel memandang Rachael dengan wajahnya yang sudah basah dengan air mata.
Rachael berjalan mendekati Marvel, mencoba mengambil alih Marvel dari Jonathan. Tapi Marvel mengeratkan pegangannya pada Jonathan, "Gak mau sama mami. Mami gak sayang sama Marpel. Mami pasti tinggalin Marpel kayak Mama."
"Nggak. Mami gak akan tinggalin Marvel. Jadi, sini mami gendong." Rachael mencoba membujuk Marvel.
Akhirnya Marvel melepaskan pegangan tangannya pada kemeja Jonathan yang sudah basah, "Mami gak bakal tinggalin Marvel. Marvel jangan nangis,ya." Rachael mengambil tissue yang diulurkan Jonathan, lalu membersihkan muka Marvel.
"Mami gak bohong sama Marvel. Marvel lucu, mami sayang sama Marvel."
"Tapi... Kata teman-teman Marpel , Marpel gak lucu. Katanya Marpel bodoh, makanya macih cadel. Mereka pintal kalena cudah bisa ngomong gak cadel." ucapnya sesegukan.
"Telus, telnyata kak Kepin dan Kak Alex ngomongnya juga gak kayak Marpel. Mami sama papa juga." Marvel kembali menangis lagi.
"Itu karena kak Kevin, kak Alex , papa dan mami sudah besar. Marvel kan masih kecil. Kalau gitu, Marvel mau belajar sama mami? Mau jadi orang besar?" tanya Rachael sambil memegang kedua pipi Marvel, lalu mengangkat wajah Marvel menghadapnya.
"Jadi, Marpel gak bodohkan? Marpel cuman belum becal?" tanya Marvel lagi.
"Marvel gak bodoh, Marvel mau kan jadi orang besar?" Rachael menghapus air mata Marvel dengan ibu jarinya.
"Mau. Marpel mau jadi olang becal."
"Ok. Jadi, sekarang udah baikan sama mami ,kan?" goda Jonathan.
Marvel terkikik geli, "Marpel cayang mami." Marvel menyembunyikan wajahnya pada dada Rachael.
"Mami juga sayang sama Marvel." Rachael memeluk Marvel erat.
"Jadi gak ada yang sayang sama papa?"
"Ngga." jawab Marvel yang masih menyembunyikan wajahnya pada dada Rachael.
"Yah.. papa sedih deh. Marvel mau jadi orang besar,kan?" tanya Jonathan lagi.
"Mau."
"Coba bilang r." Jonathan mengucapkan huruf r dengan panjang.
Marvel pun melepaskan pelukannya dan menatap Jonathan, "elll."
"Err." ucap Jonathan lagi.
"Elll." Coba Marvel lagi.
"Kevin... Alex... coba ke sini sebentar." panggil Jonathan.
Tidak lama kemudian, pintu kamar Marvel terbuka. Kevin dan Alexander berjalan mendekati mereka. "Coba bilang err."ucap Jonathan lagi.
"Err." ucap Kevin dan Jonathan bergantian. Mereka menampakkan wajah bingung.
"Sekarang, giliran Marvel."
"Ell."
"Berarti Marvel belum besar, masih kecil." sahut Jonathan dengan wajah seriusnya, ia mencoba untuk menahan tawa.
"Ell. Ell. Ell." Marvel mencoba mengucapkan kata itu beberapa kali seolah-olah ingin menujukkan bahwa ia sudah bisa. Namun setelah beberapa kali mencoba ia masih belum bisa mengucapkan huruf r dengan benar, Marvel menangis dengan kencang sambil memukul Jonathan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro