BAB 11
Saya sudah sampai. Kafe BlackBean.
Rachael menatap layar ponselnya, membaca pesan itu sekilas. Lalu ia bangkit dari sofa yang didudukinya, mengambil jaket navy nya lalu memakainya. Rachael berjalan menuju garasi rumahnya, mengemudi mobilnya keluar menuju Kafe Blackbean.
Dengan sesekali menguap, Rachael tiba pada tempat tujuan. Keluar dari mobilnya setelah memarkirkan mobil dengan rapi. Ia mengambil ponselnya dari atas dashboard, lalu melepaskan jaket yang tadi dipakainya untuk menghalau panas matahari yang masih dapat menembus kaca mobil.
Penampilannya hari ini sangat biasa, ia memakai kaus putih, celana jeans abu-abu dan sneaker putih. Ia menghindari pakaian berlengan panjang serta riasan tebal karena cuaca yang panas.
Sejujurnya, Rachael paling benci dengan pertemuan di tengah hari, panas. Ia ingin menolak. Namun ia tidak bisa, ia butuh pekerjaan.
Rachael mengambil handbag hitamnya, lalu keluar dari mobil. Setelah dua kali memastikan mobilnya telah terkunci, Rachael berjalan menuju pintu masuk dan mendorongnya pelan.
Hawa dingin seketika menyambut kulit Rachael, memberikan nuansa yang sangat kontras.
Rachael mengamati suasana kafe. Meskipun kafe ini sangat dekat dengan sekolahnya dulu. Tapi ia tidak pernah sadar akan keberadaan kafe ini. Kafe dengan wangi kopi yang pekat, serta berdindingkan wallpaper coklat dengan lampu gantung berwarna orange.
Rachael mengedarkan pandangannya dari sudut yang satu ke sudut yang lainnya, mencari keberadaan Jonathan. Pandangan matanya terhenti ketika ia melihat lambaian tangan Jonathan.
Rachael berjalan menuju tempat duduk Jonathan. Satu buah meja dan dua buah kursi yang berada tepat di sudut kanan kafe. Mereka berdua dapat mengamati suasana luar kafe, karena mereka duduk tepat di samping kaca yang sangat bersih dan berkilau.
"Siang, papa Alexander. Sudah menunggu lama?" tanya Rachael sekedar untuk basa-basi. Ia meletakkan handbagnya di atas pangkuan.
"Tidak. Saya juga baru datang." Ucapan Jonathan terpotong ketika pelayan mengantarkan cappuccino yang dipesan oleh Jonathan.
"Tolong bawakan buku menunya lagi." pinta Jonathan.
"Nah! Buktinya minuman saya baru di antar." jelas Jonathan ketika pelayan itu sudah kembali ke meja utama untuk mengambil buku menu.
"Ya..."
Rachael mengamati penampilan Jonathan hari ini, masih dengan balutan busana kantor seperti biasanya. Tidak ada yang berbeda. Hanya saja pria di depannya ini sudah mulai tidak terlihat kaku dan sombong, mungkin dikarenakan mereka telah bertemu beberapa kali setelah kejadian first impression. Kesan pertama itu sangat penting bukan?
"Ini buku menunya, pak.. bu.."
Pelayan yang sama datang lagi dengan membawa menu. Rachael melihat menu itu sekilas, lalu memesan Caramel Macchiato. Sebenarnya ia sangat lapar, tetapi dilihat dari Jonathan yang hanya memesan minuman, Rachael tidak berani memesan lebih. Matanya sudah beberapa kali terpaku pada roti panggang dan pisang goreng pada buku menu.
"Roti panggang dengan topping susu dan keju."
Rachael mengangkat wajahnya dari buku menu, memperhatikan Jonathan yang sedang menambah pesanan. Apakah tidakannya terlalu kentara? Apakah ada air liur yang mengalir dari ujung bibirnya? Hah! Lupakan! Paling tidak, ia bisa mendapatkan roti panggang.
"Baik pesanannya saya ulangi ya. Tambahan Caramel Macchiato dan roti panggang dengan topping susu dan keju. Mohon ditunggu sepuluh menit ya!"
Pelayan itu mengambil buku menu dari atas meja lalu berjalan meninggalkan mereka.
Beberapa menit berselang setelah kepergian pelayan. Tidak ada satupun dari mereka yang berinisiatif untuk memulai pembicaraan. Hanya ada suara-suara orang yang duduk di sekitar mereka.
Jonathan berdeham untuk memulai pembicaraan,sebelum pelayan itu kembali datang untuk mengantarkan pesanan mereka.
"Bu Rachael... Tidak apa-apakan jika saya hanya memanggil Rachael?"
"Ya... Silahkan, papa Alexander."
"Jonathan."
"Baiklah. Kali ini kita akan berbicara dengan nyaman." Rachael tersenyum tipis.
"Sebelumnya saya minta maaf. Saya mendengar bahwa anda sudah berhenti mengajar."
Terdapat jeda yang cukup panjang sebelum Jonathan melanjutkan pembicaraannya.
"Saya memiliki tawaran pekerjaan untuk anda. Masih berhubungan dengan mengajar. Apakah anda bisa?"
"Jika dari segi waktu, saya bisa." jawab Rachael seadanya, sebenarnya ia sudah cukup kapok mengajar. "Mengajar di mana ya, papa Alexander?"
"Jonathan. Panggil saya Jonathan. Kebetulan Kevin, anak sulung saya yang duduk di kelas 6, membutuhkan guru private. Ia kesulitan mengikuti pelajaran apalagi sekarang sudah persiapan menjelang ujian nasional."
"Ah! Bisa. Saya bisa." Rachael mengangguk-anggukkan kepalanya menunjukkan tanda persetujuan.
"Apakah anda bisa mulai mengajar Senin nanti? Mulai dari pukul empat sore sampai delapan malam."
Rachael mengkerutkan dahinya, hanya mengajar satu anak namun dengan durasi empat jam? Namun pertanyaan itu harus ia telan kembali, ketika pelayan datang mengantarkan pesanan mereka.
Rachael menyeruput caramel macchiatonya, seketika rasa dingin menjalari kerongkongannya. Haaaah~ Rachael mengangkat wajahnya setelah menyeruput setengah gelas minumannya, ia mendapat Jonathan tengah menyodorkan potongan roti panggang dihadapannya.
Rachael mengambil garpu berserta dengan potongan roti panggang itu dengan pelan, lalu memakannya dengan satu kali suap.
"Saya meminta anda untuk sekaligus mengajari Alexander dan juga Marvel. Di antara mereka bertiga, yang harus cukup diperhatikan adalah Marvel karena ia masih berada di permulaan. Nilai rapor mininya tidak begitu baik."
Jonathan menjelaskan itu semua sambil memotong roti panggang menjadi lebih kecil sehingga mudah untuk dimakan. Penjelasan Jonathan tadi, merupakan jawaban yang diinginkan oleh Rachael.
"Masalah Marvel tidak perlu untuk begitu dipikirkan. Apalagi masih terlalu cepat untuk berfikir seperti itu mengenai Marvel, ia bahkan baru bersekolah selama tiga bulan. Ia belum terbiasa. Baiklah, Jonathan. Saya akan mulai bekerja pada hari Senin."
"Thanks, Rachael."
----
Hari Sabtu dan Minggu berlalu dengan cepat. Rachael hanya mengalami masa pengangguran selama tujuh hari, dan ia sudah merasa hampir mati karena bosan.
Ia sudah bersiap dengan blouse abu-abu serta celana jeans abu-abu kebangsaannya. Di hari pertama mengajar private ia harus tampil dengan pakaian yang sopan meskipun hanya mengajar di rumah.
Ia mengemudikan mobilnya keluar dari garasi menuju kediaman Jonathan. Ia sudah pernah mendatangi kediaman itu sekali, ketika mengantarkan Marvel yang sedang sakit pulang.
Rachael sudah sampai di depan pagar kediaman Jonathan. Satpam bernama pak Budi yang masih diingatnya sedang memicingkan mata menuju Rachael yang sudah menurunkan kaca jendela mobilnya.
"Mbak Rachael? Guru lesnya den Kevin?" teriak Pak Budi dari dalam pagar.
"Ya!" Rachael membalas pertanyaan Pak Budi dengan teriakan juga. Dan ia yakin, pak Budi dapat mendengarkan suaranya, dilihat dari pak Budi yang sedang mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengeluarkan remote dari dalam saku seragamnya.
Tidak lama kemudian pagar terbuka dengan perlahan-lahan. Rachael mengemudikan mobilnya ketika pagar sudah terbuka secara sempurna. Ia mengemudikan mobilnya mendekati pos satpam di mana pak Budi berada. "Saya masuk ya, Pak!"
"Baik, mbak! Den Kevin, den Alex dan den Marvel sudah pulang. Baru saja!"
"Baik! Saya jalan dulu,pak!" Pamit Rachael sambil menaikkan kaca jendela mobilnya.
----
Rachael menekan bel yang berada di sisi kanan atas pintu kediaman Jonathan. Terdengar sahutan dari dalam dan suara langkah sandal jepit dari dalam rumah.
"Ya! Sebentar!"
Tidak lama kemudian , pintu dibuka oleh mbok Inem. Rachael tersenyum tipis yang dibalas dengan senyum lebar mbok Inem. Mbok Inem mempersilahkannya masuk ketika Rachael memperkenalan dirinya sebagai guru les private dari ketiga putra majikannya. Tadi pagi memang mbok Inem telah diberi tahu oleh Jonathan bahwa akan ada guru les private yang datang sore ini.
Mbok Inem mempersilahkan Rachael untuk duduk di ruang keluarga sambil menunggu anak-anak untuk turun. Yang pertama turun adalah Marvel, Marvel berlari menerjang Rachael. Berkata bahwa ia merindukan Rachael, dan ia tidak bisa makan sendiri saat istirahat.
Tidak lama kemudian Alexander turun, masih dengan rambutnya yang basah dan menitikkan air sepanjang karpet. Alexander tidak berkata apa-apa, hanya bola matanya yang membesar. Ia terkejut melihat Rachael, apakah Rachael yang akan menjadi guru lesnya?
Setelah itu, terlihat Kevin turun dari tangga dengan membawa beberapa buku paket dan kotak pensil. Namun langkahnya terhenti ketika ia sudah berada di dua tangga terakhir. Ia tidak mau bu Rachael yang mengajarnya les.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro