Aohitsugi Samatoki; Gudeg
"Pokoknya aku mau itu!"
"Yang benar saja, (Name). Aku bahkan tidak tahu makanan apa itu."
(Name) menatap tajam Samatoki, kemudian menyilangkan kedia tangannya di depan dadanya, menampilkan sebuah cincin di jari manis tangan kanannya.
"Mau berapa kali kubilang, nama makanannya itu gudeg!"
Samatoki memijit batang hidungnya lalu menghela napas panjang.
"Bahasa mana lagi yang kau yang kau utarkan, (Name)?"
"Itu makanan khas Indonesia! Jadi tentu saja kugunakan Bahasa Indonesia, BAKAtoki."
Perempatan memenuhi kepala Samatoki, namun laki-laki itu hanya bisa menghela napas panjang.
Sabar, untung Samatoki sayang istri.
"(Name), pertama sekarang pukul dua pagi, harusnya kita masih tidur nyenyak. Kedua, kita tinggal di Jepang, mana mungkin kita jauh-jauh keluar Jepang hanya karena makanan yang mungkin belum tentu ada. Tiga, kau sedang hamil, sensei bilang untuk tidak memaksakan dirimu kan?"
"Tapi aku mau gudeg!"
Samatoki terdiam, sebelum akhirnya menghela napas panjang.
Aohitsugi (Name) namanya. Istri dari Aohitsugi Samatoki ini sedang hamil 5 bulan. Seperti istri hamil pada umumnya, tentu (Name) mengalami masa ngidam dan mood swing.
Samatoki sudah terbiasa menghadapi mood swing (Name) semenjak mereka tahu bahwa (Name) hamil dengan berusaha untuk tidak ngegas tiap kali berbicara dengan istrinya itu, namun masalah ngidam? Samatoki angkat tangan.
Buktinya, pasangan itu kini sedang duduk berhadapan di atas kasur mereka, dengan jam dinding yang menunjukkan pukul dua pagi, saat dimana kebanyakan orang-orang masih terlelap.
"Aku mau—"
"SITUASINYA SEDANG TIDAK MENDUKUNG, ONNA!"
(Baru saja dibilang 'berusaha untuk tidak ngegas' oleh narator, ternyata laki-laki ini langsung ngegas. Dasar kuda.)
Suasana menjadi sunyi. Samatoki langsung menyadari bahwa dia baru saja meninggikan nada bicaranya pada (Name), alias ngegas.
"...apa kau sudah tidak mencintaiku lagi, Samatoki?"
Samatoki mengangkat kepalanya, dan melihat mata (Name) sudah berkaca-kaca, dengan air mata siap jatuh kapanpun.
"(Name), dengarkan aku—"
"Tidak! Kau pasti marah karena aku menyebalkan, bukan begitu!?"
Air mata (Name) mengalir, dan perempuan mengembungkan kedua pipinya, kemudian menjatuhkan dirinya di atas kasur, dengan menyembunyikan wajahnya di atas bantal.
"(Name)...."
Perempuan berambut (h/c) itu tidak membalas.
"Kau marah padaku?"
"Bukannya Samatoki yang marah padaku?"
"Aku tidak marah padamu."
"Tapi barusan kau ngegas."
"Bukan aku namanya kalau tidak ngegas dalam sehari, bukannya kau sudah tahu itu?"
(Name) kembali terdiam. Melihat reaksi sang istri membuat Samatoki menghela napas untuk kesekian kalinya, lalu mengangkat tangannya dan mengelus kepala (Name).
"Maaf aku ngegas tadi."
(Name) mengintip dari bantal, menatap sang suami dengan ragu.
"Samatoki masih mencintaiku, kan?"
Laki-laki berambut putih itu hanya tersenyum miring.
"Tentu saja aku mencintaimu, kuso onna. Masalah makanan yang kau sebutkan itu, aku akan mencarinya nanti siang, bagaimana?"
(Name) terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk singkat.
"Maaf tadi membuatmu marah."
"Tidak apa-apa."
Samatoki kemudian mendekati (Name), lalu mengecup puncak kepalanya.
"Sekarang kita tidur lagi, ya? Setelah itu akan kubelikan apapun yang kau mau, bahkan jika harus ke ujung dunia sekalipun."
(( Saat mereka bangun, (Name) tidak ingat pernah meminta gudeg pada Samatoki membuat laki-laki itu menghela napas lega. ))
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro