Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7

Mereka; seluruh siswa yang melakukan camping, telah selesai dengan semua omong kosong perkemahan. Kini tiba saatnya puncak acara yaitu malam penutupan, di mana pembagian piala dan sertifikat akan diumumkan.

Terlihat sangat ramai dengan beberapa kembang api dan dentuman musik yang menggelegar. Udara terasa sangat dingin, tetapi api unggun sedikit memberi kehangatan.

"Sesuatu mengganggumu, Jeno?" Haechan bertanya keras, jaga-jaga jika suaranya teredam dengan dentuman musik yang sedikit tidak normal.

Pertanyaan Haechan membuat seluruh atensi teman satu frekuensinya mengalihkan wajah, menatap Jeno dengan penuh minat. Mereka juga menyadari itu, tetapi tidak ada yang buka suara.

Selimut yang memeluk tubuhnya ia rapatkan, menghalau segala celah agar angin dingin tidak menyentuh kulit. "Tidak juga," jawab Jeno dengan lengan memeluk tubuh. 

"Bertemu dengan Gumiho tampan?"

"Cantik, lebih masuk akal," koreksi Renjun, ucapan Lucas barusan sedikit menimbulkan ke-ambigu-an dalam otaknya.

Felix tertawa, suaranya terdengar menyentuh dasar tangga nada, sangat dalam dan juga berat. "Demi Tuhan, kau mempercayakan itu? Bahkan di jaman yang secanggih sekarang?" tanyanya dengan nada mengejek, sebelum berteriak keras ketika Lucas memukulnya dengan sandal.

Jeno mengambil cangkir kopi, kemudian mendekatkan cairan itu ke depan wajah; menikmati uap hangat yang keluar dari sana. "Aera," ucapnya tiba-tiba, kembali mendapatkan atensi penuh dari mereka. "Maksudku, dia bahkan tidak bergabung sekarang. Aku hanya ... sedikit penasaran, kehidupan macam apa yang dijalaninya."

"Kenapa peduli? Tertarik dengannya?" tanya Lucas, terselip nada godaan di dalam kalimat yang dikeluarkan lelaki itu.

"Penasaran, you know what the meaning of penasaran?" Jeno bertanya tidak santai dengan mata yang sedikit melotot, tetapi tetap dalam kondisi tersenyum lebar.

"Kenapa mengamuk?" Lucas tertawa keras, jenaka sekali lelaki bermata sipit di sebelahnya. "Banyak yang ingin menjadi teman Aera, hanya saja ... dia tidak mau."

"Kenapa?"

"Kenapa apanya? Mana kami tau!?" Renjun menyahuti dengan alis bertekuk dalam, sedikit memancing emosi memang oknum bernama Jung Jeno, apa-apaan dengan pertanyaan yang ia layangkan.

Jeno mendelik, sebelum kembali merekahkan senyum, ia tidak marah, tentu saja! Sudah paham dengan semua karakter temannya meskipun baru sebentar mengenal. "Begitu ternyata."


🦋



Pagi yang indah, matahari sedang tidak mengintip malu-malu untuk menampakkan diri, sengatan teriknya meninggalkan rasa perih di kulit bahkan ketika berada pada ketinggian setengah tiang. Mungkin sang surya sedang tersipu dan sedikit merasa panas.

Namun, suasana ini tidak meluturkan semangat mereka. Benar, kenapa harus lesu jika sebentar lagi akan pulang?

Kondisi akan kembali seperti ketika mereka berangkat, duduk dalam bus yang sama dengan teman sebangku yang sama pula.

Terima kasih banyak pada perjalanan menyenangkan yang akan Jeno lewati!

"Lututmu masih perih?" 

Jeno adalah yang pertama kali membuka suara, meski nyaris tersedak dengan ludahnya sendiri.

Mereka sedang dalam perjalanan, dan ia tidak tahan, benar-benar resah ketika suasana begitu kaku juga hening. 

Ia bukan lelaki hiperaktif, tentu saja, tetapi keadaan yang begini rupa pun tidak membuatnya senang. 

Aera membawa pandangan ke arah Jeno. "Sedikit," jawab si kutub, sebelum kembali melemparkan pandangan ke luar jendela.

"Seperti itu, ya. Pakai obat begitu tiba di rumah, agar lekas sembuh dan membaik."

Aera membiarkan kepalanya mengangguk pelan, tidak ingin repot untuk membuka mulut dan membuat Jeno mendengar suaranya.

Begini, Aera tidak sombong, itu fakta. Dia ... hanya malas, mungkin?

"Bagaimana kau tersesat?" Jeno kembali membuka pertanyaan, setelah keheningan menggantung di antara mereka, ia tampaknya tidak lelah untuk terus melakukan itu.

Mata indah yang semula terpejam kini kembali terbuka. Ia membawa tatapan ke arah Jeno, menatap pantulan wajah cantiknya dalam netra lelaki itu. "Ada kelinci yang butuh bantuan, tetapi ketika kudekati malah melarikan diri."

"Bahkan binatang pun takut padanya," komentar Jeno pelan, tidak sampai Aera mendengarnya. "Kenapa lututmu terluka?"

Ya Tuhan, lelaki ini sebenarnya kenapa, sih? Sangat ingin tahu dengan semua hal. "Dikejar anjing liar."

"Apa?!" pekik Jeno dengan nada tinggi hingga membuat seluruh mata menaruh atensi pada mereka.

Aera melebarkan mata, kemudian mencubit keras paha lelaki di sampingnya. "Diam! Apa yang salah denganmu?" Ia bertanya kesal sebelum kembali membuang pandangan ke luar jendela.  

Hari ini jeno baru saja membuat sesuatu yang dibencinya kembali terulang, meskipun dalam konsep yang berbeda. Aera benci menjadi pusat perhatian! Dia benar-benar tidak menyukai itu.

Jeno melirik ke sekitar, sedikit menundukkan wajah dengan gestur minta maaf, sebelum berbisik pada Aera, "Maksudku bagaimana bisa kau bermain kejar-kejaran dengan anjing liar? Atau kau memang manusia seperti itu?" 

Aera mendengus, kembali membawa tatapannya pada Jeno dengan sangat tajam. "Jangan membuatku kesal, kau tahu sesuatu seperti kecelakaan?"

"Ya."

"Maka, diam!"

Jeno mengangguk, membalas tatapan Aera dengan ekspresi sedikit horor. "Baiklah," ucapnya pelan, kemudian kembali duduk dengan tenang dan menghadap ke depan.

Kedekatan keduanya cukup untuk menarik perhatian, meskipun aku tidak yakin jika itu disebut dengan kedekatan.

Terdengar bisik-bisik samar dari siswa yang menumpangi bus itu. Sial, awas saja jika setelah ini timbul rumor yang tidak-tidak, Aera akan mengirim mereka ke Neraka! Dengan senang hati.

"Tetapi bagaimana kau terjatuh?" cicit Jeno lagi dengan pandangan masih setia menatap ke depan, atau lebih tepatnya tidak berani menoleh ke samping.

Aera membenturkan kepala pada kaca jendela. Dia akui lelaki ini cukup berani dalam bertindak, dan Aera sedikit salut, tetapi rasa jengkel lebih mendominasi. "Menginjak lumut, tepat seperti yang kau lakukan," ucapnya dengan gigi terkatup rapat. "Bertanya sekali lagi maka tubuhmu akan berada di luar mobil." Aera berdehem pelan. "Maksudku di luar bus ini."

Jeno manggut-manggut mengerti, tangannya berada di atas lutut dengan posisi duduk yang tegap. "Terdengar romantis," komentarnya sebelum merebahkan diri dan memejamkan mata.

Bagus, setidaknya dia harus berpura-pura mati setelah mengatakan itu.

🦋


Matahari masih bekerja dengan giat bahkan ketika jam sudah menunjukkan pukul empat. Sinar keemasannya terasa sangat menyengat, menimbulkan memar merah jika terlalu lama berada di bawah mereka, mungkin sang surya benar-benar tersipu hebat, entah untuk alasan apa. 

Ini adalah hari yang sama, dan Aera baru terbangun dari tidur siangnya. Setelah menempuh perjalanan panjang membuat tulang dan otot butuh istirahat, dia dengan senang hati akan melakukannya.

Gadis itu berjalan santai menikmati suasa hangat; tepatnya menyengat. Matahari mengenai wajah cantiknya di sela dedaunan yang bergerak, angin sepi-sepoi pun ikut serta menerbangkan surai sewarna karamel yang bertengger layaknya mahkota. Menambah kesan seksi dan cantik di waktu bersamaan.

"Oh, kitty," pekiknya, terdengar sangat gembira ketika pandangan menangkap sebuah keluarga kucing berwarna abu tua.

Kaki jenjang miliknya bergerak lincah menuju rerumputan tempat bayi kucing itu tertidur; menyusui lebih tepatnya.

Ia menekuk kedua tungkai, menyamankan diri untuk menyentuh buntalan kapas menggemaskan di bawah sana. Tawa geli keluar ketika bulu halus itu menggelitik tangannya.

"Apa kau makan dengan baik?" Ia bertanya dengan senyum lebar bertengger indah di wajahnya. "Di mana kau tinggal? Aku akan membawamu pulang jika saja Mochi tidak di rumah." Suara yang keluar terdengar sedikit sedih awalnya, sebelum berubah menjadi lebih senang dan cerah. "Tenang, aku akan sering ke sini untuk membawakanmu makanan dan juga susu." Gadis itu menggebu-gebu dalam mengeluarkan kata, terlihat sangat bahagia dengan binar terang terpancar dari netranya.

Baiklah, Aera tidak akan melakukan itu dengan manusia, tetapi ini dalam konsep yang berbeda, kucing tidak akan berubah menjadi munafik dan licik. Mari dipersingkat, Aera lelah dengan dunia tipu-tipu!

Ia larut dalam suasana, sedikit mengacuhkan lingkungan sekitar hingga tidak sadar bahwa sepasang mata menatap penuh minat ke arahnya.

Lelaki yang menatapnya terlihat seperti baru selesai dengan sesuatu yang melelahkan, baju yang dikenakan basah karena keringat, mungkin dia sedang melakukan perjalanan jauh dengan sepeda hitam yang terparkir di sampingnya.

"Ck, dasar! Ramahnya hanya pada kucing," komentar lelaki itu, kemudian meminum air dalam botol hingga tandas. "Aku juga ingin menjadi kucing itu." Ia tentu saja tidak merengek, karena dia adalah lelaki berotot kekar yang sangat jantan.

Namun, tetap saja! Dia melakukannya, sedikit merengek, dasar tidak waras!

Aku hanya merasa sangat receh ketika merevisi ini, humorku terasa lebih rendah dibandingkan palung mariana.
Dahla, aku cape :"

Btw, terimakasih sudah menetap dan meninggalkan jejak <3

Tetap sehat, tidur nyeyak dan have a wonderful day, Ai!

See yaa!


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro