Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6

Beberapa panitia mulai berkeringat dingin ketika Renjun datang dengan berita yang tidak menyengkan; bahwa Aera baru saja lupa jalan pulang dan belum ditemukan.

Mereka mulai mengatur posisi, memberi arahan untuk menyusuri hutan tanpa membahayakan siswa yang lain. Baiklah, mereka tidak akan pulang dengan satu orang hilang dan berakhir menjadi pengangguran, tentu saja!

"Sebentar, itu terlihat seperti manusia yang membawa manusia," komentar Haechan di tengah persiapan untuk masuk ke dalam hutan, dengan membawa beberapa keperluan dalam ransel hitamnya.

Wajah mereka sedikit kaku awalnya, sebelum menjadi lebih santai. Ternyata Jeno berhasil dengan google map yang ia buat, terdengar bagus untuk beberapa hal.

"Turunkan!" titah Aera sangat tidak santai, bahkan rahangnya sedikit mengeras ketika lelaki ini masih saja menggendongnya hingga tiba di area tenda.

Boy, gadis ini sedikit malu dengan apa yang kau lakukan, dia bukan seorang yang manja; setidaknya menurut seluruh siswa selama ini, dan kau baru saja mematahkan argumen itu dengan membawanya dalam gendongan.

"Semua akan baik-baik saja jika kau tetap tenang," balas Jeno, sangat santai dengan beban di atas pundaknya. "Kecuali jika kau meronta dan kita akan jatuh bersama, terdengar sedikit memalukan."

"Aku tidak lumpuh untuk berjalan."

"Itu pasti menyakitkan, tidak perlu merasa malu."

"Aku membencimu, jujur saja!"

Jeno mendengus. "Ya, aku juga mencintai diriku sendiri."

🦋


"Butuh bantuan, girl?"

Seseorang yang terlihat seperti anggota kesehatan datang, mereka berada di dalam tenda khusus; seperti UKS jika di sekolah.

"Ya, beberapa tetes obat merah, tolong."

Lelaki dengan jas putih mendekat, merekahkan senyum pada gadis yang berwajah rata; mari menyebutnya dengan datar, kerena rata terdengar sedikit menakutkan. "Kupikir beberapa tulang yang patah, Jeno menggendongmu tadi."

Aera memutar mata, sedikit kesal dengan nada yang terdengar menggoda dari lelaki itu. "Dia berlebihan."

"Boys don't wanna a lie girl," komentar Jeno dengan tangan bersidekap.

Lagi, mata cantiknya memutar arah, dengan tatapan malas ia berujar, "Dan aku tidak membutuhkan mereka."

"Astaga," desah lelaki dengan jas putih, sedikit jenaka. "Baiklah, Aera. Biar kuobati lukamu."

"Aku saja," pinta Jeno cepat.

Lelaki dengan nametag Cha Eunwo tertawa pelan, kemudian menyerahkan kotak putih yang terlihat seperti kotak P3K pada Jeno. mempercayakan tugas itu untuk dilakukan oleh adik tingkatnya. "Bersihkan dengan benar atau dia akan diamputasi."

"Tentu saja, dengan senang hati," ujar jeno di sela tawanya yang menyebalkan bagi Aera.

Mereka beradu tatap dengan alis dan pandangan yang menggoda; seolah mengatakan 'kerja bagus untuk permulaan', sebelum lelaki yang lebih tua mulai melangkah dari sana, setelah dirasa keberadaannya tidak dibutuhkan.

"Aku bisa sendiri, keluar saja," kata Aera dengan nada yang terdengar seperti perintah, dan mulai mengambil alih kotak obat dari genggaman Jeno.

Lelaki itu mengangkat tangannya, menjauhkan benda yang diinginkan Aera dari jangkauan si cantik. Dia tentu saja tidak akan melewatkan kesempatan yang ada. "Aera, maaf. Aku dipercayakan oleh pembina untuk melakukan ini," balasnya, terdengar sedikit memelas.

Aera tidak tahu harus memukul dengan apa lelaki di depannya, rasa kesal sedari tadi belum juga sirna ketika Jeno tetap membawanya dalam gendongan bahkan saat mereka telah tiba di tenda. Tidak, Aera tidak malu, dia hanya sedikit kesal.

Dia, tentu saja, sedikit memerah!

Sialan!

"Mari jadikan ini cepat selesai." Jeno tersenyum, kemudian duduk di samping Aera dan membawa kaki gadis cantik itu untuk berada dalam pangkuannya. "Jika sakit, ya tahan saja, mau bagaimana lagi."

Tangan Aera terangkat, hampir saja menghantam wajah tampan lelaki di depannya, sebelum kembali ia turunkan; image baik, huh. "Sebaiknya mulutmu tetap diam, Kau -Shh, ahh."

"Aera, jangan mendesah."

Tangan yang menjaga image baik tadi berhasil meluncur dengan indah tepat di pelipis si lelaki tampan. "Aku kesakitan!" kata Aera dengan galak.

Jeno meringis pelan, tangannya mengusap kepala yang terasa berdenyut. "Anarkis," komentar lelaki itu sebelum kembali membersihkan luka. "Tentu saja, aku mengobati luka, bukan sedang memberi ciuman."

"Shut the fuck up!" Wajahnya kembali memerah, bukan karena tersipu, melainkan amarah yang memuncak.

Sekali lagi, tentu saja, pipinya terasa sedikit panas.

Jeno sialan!

"Your words, Aera kim!" peringat Jeno dengan tatapan sedikit tajam, sebelum kembali melunak ketika manangkap rona merah muda di pipi putih gadis itu. Ia menyeringai. "Apa kau panas?" tanyanya dengan senyum menyebalkan.

"Kau benar-benar ingin mati, ya?"

Tawa keras kembali mengalun dari bibir lelaki itu. "Kesabaran yang sangat meresahkan," pujinya, atau terdengar seperti ejekan. "Aku selesai."

"Aku akan keluar." Adalah kata yang keluar dari bibir Aera sebelum lengannya dicengkram oleh si tampan. "Apa yang kau lakukan?"

"Aku bilang, aku selesai, bukan kita."

Aera menepis tangan kokoh itu dengan keras, sedikit tidak santai ketika amarah benar-benar memuncak dan menguasai dirinya. "Apa yang kau inginkan?"

Helaan napas terdengar, lelaki itu kembali memegang kedua lengan Aera; mencoba untuk lebih lembut, kemudian memutar tubuh gadis itu tanpa bisa dicegah oleh sang empu —terlalu tiba-tiba. "Kalungmu."

Aera mengerutkan kening, jantungnya sedikit bekerja lebih giat, bukan karena debaran menyenangkan, tetapi rasa takut lebih mendominasi; Jeno terlihat seperti pedofil liar. Sial! "Apa ya-"

Ucapan Aera terhenti ketika sebuah kalung dengan liontin kupu-kupu biru muda melingkar di leher jenjangnya.

"Angkat rambutmu," pinta Jeno di celah bahu gadis itu.

Jika pada hari normal, Aera akan berteriak dengan banyak makian dan bergerak lincah memberi pelajaran karena Jeno terasa sangat dekat dengan tubuhnya -juga tangan yang berada di sekitar leher Aera.

Namun, untuk kali ini, Aera tidak menjadi gadis seperti itu, entahlah, ia hanya menuruti perkataan Jeno dan mulai mengangkat rambutnya.

"Selesai."

Aera terlonjak ketika suara terdengar benar-benar dekat dengannya, ia kembali membiarkan rambut lebat miliknya jatuh dengan anggun, kemudian mengambil jarak. "Terima kasih!"

"Hm?"

"Telah menemukan kalungku." Baiklah, Aera tidak akan bertanya bagaimana cara kalung ini ditemukan, ia tentu saja tidak peduli dengan itu.

Jeno bersidekap, menatap Aera dengan wajah tanpa senyuman, terlihat tidak seperti Jeno pada hari sebelumnya. "Hanya itu?"

Aera tidak tahu harus memulai dari mana, tubuhnya tidak bisa bergerak untuk beberapa saat. "Juga karena menolongku," ucapnya, meski nyaris tersedak.

"My pleasure." Jeno kembali mengembangkan senyum dengan kedua mata yang tenggelam di antaranya, terlihat sangat baik dan menenangkan.

Napas lega keluar dari bibir merah muda Aera. Baiklah, ia selesai dengan yang satu ini, dan untuk beberapa hal, tidak buruk berteman dengan manusia, hanya untuk beberapa hal.

Tidak termasuk dengan jantungnya yang belum terbiasa.

Terima kasih banyak!


Kalian pernah berdebar ga sih? berdebar diikuti dengan rasa aneh dan panas menjalar dari perut hingga bagian dada.
Mereka menyebutnya : sang*, Ha ha.
Aku bercanda!

Tetapi, Aera tidak berdebar karena itu, tolong kendalikan pikiranmu!
Gadisku anak yang baik >,,<

Btw, terimakasih sudah bergabung, aku menyayangimu, Ai! T.T


Kang medis Cha Eunwo 😚😙


Sudah dulu! See ya, Ai!


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro