Chapter 5
"Kau tidak percaya dengan sesuatu seperti manusia memakan manusia 'kan?"
Jeno menghentikan langkah, mengarahkan tatapan horor pada Renjun dan semua pemikiran ajaibnya. "Kau bercanda?"
"Tidak! Hanya ... aku tidak tau, tidak berpengalaman juga, ini pertama kali." Nada yang dikeluarkan terlalu tinggi, bahkan untuk dirinya sendiri, mungkin sedikit panik ketika tatapan penuh ancaman mengarah padanya, seolah bisa melubangi kepala seperti timah panas.
Tentu saja, tidak ada yang terasa seperti tersesat kecuali saat Haechan masuk ke kamar mandi perempuan. Yang satu itu terlihat tidak sepenuhnya tersesat.
"Kau kembali saja ke tenda," kata Jeno, dengan tenang, tepatnya berusaha tetap tenang. "Beritahu panitia dan kita akan mencarinya bersama."
"Kau yakin jika aku tidak perlu mencarimu juga?"
Jeno memotong ranting pohon; sedikit besar dengan hiasan daun di ujungnya, kemudian meletakkan di atas tanah. "Mari jadikan ini sebagai google map."
"Terdengar bagus," komentar Renjun, dengan seluruh tubuh mengeluarkan keringat dingin.
Baiklah, untuk satu alasan mereka akan berpikir bahwa Aera hanya sedikit salah jalur; mari tidak menyebutnya dengan tersesat, dan untuk alasan lain mereka sedikit memiliki pemikiran yang berlebihan; seperti gadis manis itu diculik oleh makhluk lain yang sedikit lihai.
Opsi terakhir cukup membuat keduanya terserang darah rendah!
Thankyouverymuch, Universe!
-
Kaki kokoh milik Jeno baru saja melewati tempat yang sedikit terlihat tanda kehidupan di dalamnya; dengan beberapa rumput liar yang berbekas pijakan, juga ranting pohon sedikit patah.
Instingnya mengatakan bahwa jalan yang ia pilih akan membuahkan hasil, meskipun kemungkinan hanya setengah dari keseluruhan.
"Aera?!"
Teriakan yang terdengar tidak kecil membuat suasana hutan hening untuk beberapa saat, sebelum kembali ribut dengan sahutan burung hantu dan beberapa hewan lain di sana.
Jujur saja, Jeno sedikit meremang sekarang. Dia bukan penakut memang, tetapi tidak untuk tempat yang gelap seperti ini, cahaya matahari terlihat enggan menerobos lebatnya dedaunan.
Terdengar bagus untuk uji mental!
Kau di mana, gadis kecil? batinnya, sedikit nakal.
🦋
"Aku tidak pernah berpikir bahwa hutan bisa jadi sangat menakutkan, tetapi juga menakjubkan di saat yang sama," komentar Aera, dengan tangan membasuh luka menggunakan air danau yang sejuk.
Fakta ajaib bahwa airnya terasa sama, hanya saja untuk satu ini terlihat sedikit lebih segar, ia sudah mencicipinya tadi, tentu saja!
Srek!
"Sial!" umpatnya dengan tangga nada yang menunjukkan keterkejutan.
Aera merasakan seluruh bulunya bangkit melawan gravitasi dengan tubuh sedikit kaku, suara yang terdengar seperti sesuatu sedang bergerak, membuatnya kembali tidak santai. Sedikit khawatir jika anjing tadi ternyata salah memilih jalan, atau sebenarnya ia sedang dalam keberuntungan terbatas.
Srek!
Sesuatu yang bergerak terasa semakin dekat, dan Aera tidak bodoh untuk tetap berada di sana, dengan langkah yang pelan, tubuhnya mulai berpindah tempat.
"Ini sakit, demi Tuhan," gumamnya pada luka sobek di lutut, ringisan kesakitan keluar seirama dengan langkah kaki yang semakin lebar.
Bugh!
Persetan! Aera mengangkat kaki semakin lebar, rasa sakit ini tidak sebanding dengan wajah mengerikan anjing yang bertemu dengannya.
Dia masih ingin hidup tenang dengan semua anggota tubuh yang lengkap, dan Aera tentu saja akan menghindari makhluk buas itu.
"Aw, tidak buruk."
Suara yang terdengar seperti manusia membuat kaki rampingnya berhenti bergerak, dengan rasa was-was, ia menghadap ke sumber itu berasal.
"Jeno?" pekiknya, terdengar sedikit gembira, meskipun berusaha ia tutupi dengan wajah tembok yang menjadi ciri khas.
Pancaran mata terlihat berbinar, seperti baru saja menemukan harta karun milik negara. "Kau baik?" tanya Jeno di sela ringisan yang keluar karena tubuhnya baru saja menghantam tanah.
Lumut yang sama membuat keduanya terluka, terdengar romantis untuk beberapa saat.
"Sedikit."
Lelaki itu bangkit, membawa tubuh tegapnya mendekat ke arah Aera. "Bagian mana yang sakit?" Ia bertanya dengan tangga nada yang jatuh ke dalam palung Mariana.
Aera tidak tahu kapan pastinya perasaan seperti ini muncul, sesuatu terasa dingin di tulang ekor, tetapi hawa panas juga menjalar dalam perutnya, sedikit menggelitik memang. "Hanya lutut."
"Coba lihat."
"Bukan sesuatu yang besar, dan aku tidak akan mati karena itu!"
Tersenyum kecil, Jeno menghapus noda yang ada di celana, sedikit kotor karena ia baru saja tidur di atas tanah. Baiklah, simpulkan satu hal bahwa gadis cantik ini memiliki mulut sedikit sarkas; kalimat yang digunakan memang secantik wajahnya —estetik. "Aku senang itu bukan hal yang besar. Jujur saja, aku sedikit khawatir sebelumnya."
"Maaf, membuatmu khawatir."
Aera merutuki mulutnya yang dengan kurang kerjaan mengeluarkan ucapan itu. Mari kita teliti, kenapa dia harus meminta maaf? Tentu saja, itu tidak perlu dilakukan!
Senyum Jeno kian melebar, dadanya sedikit santai ketika ternyata gadis ini tidak seseram imajinasinya. "Tidak masalah, kita kembali sekarang," ucapnya dengan senyum yang membuat mata sedikit tenggelam, dan Aera ingin memiliki itu!
Untuk beberapa langkah pertama, Aera masih dalam kategori aman, tetapi tidak begitu lututnya sedikit melakukan protes.
Rasa nyeri, perih dan berdenyut menyatu pada lukanya, membuat ringisan kesakitan lolos dari bibir merah muda si cantik.
"Lututmu berdarah," kata Jeno dengan intonasi yang tinggi, terdengar sangat tidak santai, seperti mengetahui fakta atau plot twist bahwa Naruto adalah seorang perempuan.
"Aku sudah bilang ini hany-"
Ucapannya terpotong dengan umpatan serta pekikan tertahan dalam tenggorokan. Sial, bahkan jantung pun ikut serta dalam membuat rasa pening.
"Turunkan!" titahnya, penuh ancaman.
"Aku tau itu akan memakan waktu, diamlah atau kita tidak akan bermalam di tenda."
Aera sedikit berontak dalam gendongan, berani sekali lelaki ini membawanya seperti karung beras.
Namun, dia kembali menjadi gadis baik ketika berpikir bahwa yang dikatakan Jeno ada benarnya.
"Bagaimana bisa?"
Jeno menaikkan sebelah alis. "Apanya?"
"Menemukanku." Aera mengayunkan tangannya yang terkulai di belakang tubuh Jeno, melakukan apapun untuk mengalihkan sesuatu yang tidak pernah ia harap akan berada dalam kamusnya.
"Insting, sepertinya."
Aera memutar mata, apa lelaki ini berpikir bahwa mereka terikat seperti seorang Alpha dan Omega? Atau semua omong kosong sejenis itu? "Kau ingin mati rupanya."
"Jejakmu, Aera! Kesabaran hanya setebal kertas buku," komentar Jeno di sela tawanya yang meledak karena nada bicara Aera sedikit tidak tenang.
"Kemudian aku menemukanmu tersungkur." Aera tersenyum tipis, tidak sampai Jeno mengetahuinya, tentu saja! "Dengan sangat tidak elit," ucapnya sebelum kembali mengerutkan kening dan mulai berpikir 'Kenapa dia tersenyum?' Gila!
"Wanita tidak pernah melihat hal baik."
"Terima kasih banyak."
Jeno kembali tertawa, sedikit geli. "My pleasure."
"Badanmu."
"Kenapa?" tanya Jeno, berpikir bahwa Aera sedang memikirkan bagaimana otot di tubuhnya melekuk. "Sexy?"
Aera memukul tubuh lelaki itu dengan posisi yang seperti karung beras, tentu saja pantat menjadi objek utama. "Sakit, tidak? Tadi jatuh."
Jeno merasakan putaran menggelitik di bagian perut dalamnya, sesuatu yang hampir tidak pernah muncul lagi. "Sedikit, jangan khawatir."
"Aku tidak!" balas Aera cepat dengan nada tidak santai.
"Baiklah, kenapa panik?"
"Terserah!"
Tawa renyah kembali mengalun indah dari bibir lelaki itu, kemudian mulai mencari google map yang sebelumnya ia kerjakan. Jeno tentu saja tidak membiarkan Aera tidur di semak hanya karena lupa jalan pulang.
Thank you very much, mereka hidup dan itu keajaiban!
Hey, sudah istirahat belum? Tidurmu nyenyak? >,,<
BTW, terima kasih telah singgah, di tengah kami <3
Sampai jumpa!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro