Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 36

"Kau benar-benar ceroboh."

Aera menghentikan langkah hanya untuk menatap jengkel pada si lawan bicara seraya mendengus sebal. "Aku tidak belajar selama 5 tahun untuk mendapatkan luka saat mengeluarkan pil dari tempatnya," kata si kutub, kemudian kembali melajukan tungkai di lorong rumah sakit.

Lelaki yang berjalan di samping Aera tertawa keras, lubang manis di pipi putihnya terlihat dengan jelas. "Tetapi kau mendapatkannya." Dia menjelaskan, yang semakin membuat si kutub mengerang.

"Dan kenyataan itu benar-benar menyebalkan." Aera kembali melihat luka gores yang berada di tangan kirinya. Ini terdengar konyol, bagaimana bisa kemasan pil yang tipis -dan sedikit tajam- menyebabkan lipatan jari tangan Aera mengeluarkan darah, rasanya lebih perih daripada tergores pisau, percayalah, aku pernah mengalami omong kosong itu.

Jari tengahnya terangkat, tatapan Aera mengarah pada netra gelap pemilik lesung pipi dengan bibir bawah maju beberapa senti. "Chan, ini sangat sakit," kata Aera, yang lebih terdengar seperti sebuah rengekan, menunjukkan luka di tangannya berjarak satu jengkal di depan wajah tampan lelaki itu.

Ngomong-ngomong, sepertinya kehidupan perkuliahan Aera tidak berjalan sesuai keinginan. Selama lima tahun berada di sana dan hanya lelaki random di hari pertama kuliah adalah satu-satunya makhluk yang bertahan di sampingnya, mungkin mereka sangat dekat hingga dia menunjukkan sisi sedikit kekanakan seperti tadi.

Dia mencoba untuk bersikap ramah, tetapi sial! Itu tidak mudah, sulit mengubah kebiasaan yang dilakukan selama bertahun-tahun.

Saat ada yang mendekatinya, Aera tetap saja menjawab dengan dingin dan pedas, padahal gadis itu tidak bermaksud demikian.

Sudahlah, kupikir satu teman hingga lulus di universitas tidak seburuk itu. Nikmati saja.

Chan kembali tertawa, tangannya terangkat untuk memegang tangan Aera dengan hati-hati dan meniup lukanya untuk mengurangi rasa perih. "Aku lelah mengingatkan ini, tetapi berhati-hatilah dengan semua hal, kau sangat ceroboh, benar-benar ceroboh."

Mendengar ungkapan kekesalan Chan membuat senyum nakal merekah di bibir merah jambu gadis itu, ia menoleh ke arah lelaki yang juga menatapnya. "Ya ya ya, itu terjadi begitu saja."

Tatapan Aera kembali jatuh ke depan, kemudian berubah menjadi kaku dengan senyum yang perlahan memudar ketika menangkap sosok lelaki tampan dalam balutan jas merah muda dan rambut berwarna blonde berdiri di ujung lorong.

Aura permusuhan menguar dengan kuat di sekeliling lelaki itu, membuat tangan yang semula berada di depan wajah Chan perlahan ia turunkan, tetapi tidak sampai melepaskan tautan keduanya.

"Kenapa kembali?"


🦋


Jeno menghirup napas dalam dan bebas, mengisi seluruh paru-parunya dengan oksigen Korea. Lima tahun berlalu membuat tempat itu memiliki banyak perubahan.

Dia dalam perjalanan pulang setelah sebelumnya komat-kamit tidak jelas karena harus menunggu Taeyong selesai meeting lebih dari tiga jam, Jeno hampir terasa sama seperti keripik kentang di bandara.

Namun, senyumnya kembali mengembang ketika mengingat gadis es Kutub Utara yang akan segera dia temui nanti, walaupun Jeno sudah membayangkan segala konsekuensi yang akan terjadi karena telah meninggalkan Aera dalam keadaan sedikit rumit.

Baiklah, bukan tanpa sebab dia menghilang tanpa kabar dan terkesan sedikit kurang ajar.

Dia berusaha keras menyelesaikan pendidikan hingga memenuhi target yang telah ditetapkan, bahkan rela mengambil mata kuliah di saat orang lain libur dan bersantai ria hanya agar cepat kembali untuk pulang.

Lagi pula, dia bisa menjelaskan semua hal agar gadis itu tidak salah paham, dan kemudian mereka akan kembali berbaikan, kecuali jika Aera sudah menemukan makhluk hidup lain yang menjadi penggantinya.

Untuk point terakhir, Jeno tidak baik-baik saja ketika memikirkannya, terima kasih banyak! Itu cukup menyiksa.

Kira-kira seperti apa wujud Aera sekarang, apakah gadis itu masih sedingin dulu? Apakah Aera semakin cantik? Berisi dan sexy?

Beberapa hal melintas di pikiran Jeno, membuat cengiran kian terpampang lebar di wajah tampannya.

Sungguh, dia ingin segera bertemu dengan gadis merah mudanya, rasa rindu memenuhi rongga dada hingga nyaris kesulitan untuk bernapas. Mungkin ini sedikit berlebihan, tetapi selama lima tahunnya tidak pernah sekali saja Aera lenyap dari ingatan, sekeras apa pun usaha untuk melakukan itu, dia selalu berakhir dengan kegagalan.

Pengaruh Aera terhadap kewarasan Jeno ternyata tidak main-main kuatnya.

"Kau mengerikan dengan tersenyum seperti itu sejak mobil dijalankan, aku merinding."

Jeno mengacuhkan, senyum cerah semakin ia lebarkan hingga terasa mulut itu akan robek sebentar lagi. Sial, Jeno sudah mendekati tahap akan hilang kewarasan, sepertinya.

Dia merentangkan tangan, membiarkan helaian mahkota keemasannya bergerak diterpa angin yang masuk melalui celah kaca jendela. "I'm back home!" Tangga nadanya terlampau tinggi dan terdengar sangat ceria, nyaris membuat Taeyong membanting stir ke trotoar karena terkejut dengan teriakan tiba-tiba.

Ah, Jeno sayang, biar kuingatkan satu hal tentang hukum alam, bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, termasuk rasa senang dan debarmu.

-

Jeno berjalan santai dengan sebuah senyum manis merekah di bibir tipisnya. Tangan kanan menenteng permen kapas merah muda dan susu pisang berukuran sedang di sebelahnya, sedikit berharap bahwa Aera akan tenang karena disuap dengan hadiah itu.

Ya Tuhan, tidak bisakah hadiahnya lebih masuk akal? Seperti seikat mawah merah cerah dan sebuah cincin cantik dengan hiasan nama di dalamnya?

Mungkin, Aera akan sedikit kalem untuk hadiah poin terakhir, tetapi tidak dengan apa yang Jeno bawa.

Lelaki itu menyusuri lorong rumah sakit tempat gadisnya bekerja, sebuah fakta yang dia ketahui setelah menggali informasi melalui Tuan Kim. Dan begitu mengingat kata gadisnya membuat Jeno tersipu malu. Tuhan, bocah dewasa bermarga Jung itu seperti anak perawan.

Dia berbelok pada lorong pertama untuk tiba di ruangan Aera, tetapi senyum yang semula mengembang seperti permen kapas cerah kian memudar, tergantikan dengan raut wajah kesal dan rahang yang ikut mengeras.

Di depan sana, Aera sedang bermesraan ria dengan tangan saling menggengam dan bibir bergumam banyak kata cinta -setidaknya Jeno melihat mereka tertawa dalam setiap kata yang keluar- bersama lelaki berambut merah seperti ikan cupang.

Sial, instingnya mengatakan bahwa dia harus melayangkan pukulan keras pada lelaki yang sudah berani menyentuh gadis Kutub Utaranya dengan begitu manis, tetapi akal sehat mengatakan bahwa Jeno tidak berhak.

Dia jelas bukan siapa-siapa di hidup Aera.

Dan fakta yang terakhir membuat Jeno ingin menyelam ke samudra Atlantik hingga tiba di palung Mariana.

Gadis yang menjadi objek pengamatan menoleh, menatap lurus ke arah Jeno dengan pupil cantik yang sedikit membesar, dia menambahkan banyak kadar terkejut dengan bola mata nyaris keluar.

"Kenapa kembali?" Gadis itu bertanya tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, dan membuat Jeno menatap tautan itu dengan mata yang seolah mengeluarkan laser tajam.

Tangan yang semula bersemangat kini jatuh terkulai di sisian tubuh, dia mengeratkan genggaman pada hadiah yang dibawa. "Tidak ada, hanya ingin memastikan bahwa gadisku masih hidup sehat dan bahagia," katanya, sedikit tertawa yang terasa lebih hambar dari biasa. Kemudian mengalihkan tatapan pada Chan dengan menyiratkan keinginan kuat untuk mematahkan beberapa tulang. "Dan aku sedikit lega karena dia telah tumbuh dengan kuat." Lelaki itu mengakhiri dengan sebuah senyum ikhlas sebelum berbalik untuk meninggalkan tempat yang membuat bola api raksasa terbakar di tubuhnya.

Suara langkah kaki menggema di lorong itu, Jeno masih menulikan pendengaran dan tetap melajukan tungkai sampai terjangan tiba-tiba dari belakang memaksanya untuk menghentikan langkah, mereka hampir terjungkal jika saja Jeno tidak menahannya dengan kuat.

Tangan Aera melingkar di tubuh tegapnya, memeluk dengan erat, hangat, dekat, dan terasa hampir tenggelam. "Kau bajingan sialan." Si pemilik tangan berbisik pelan, teredam oleh punggung tegap lelaki itu. "Aku merindukanmu, buntalan daging kejahatan."

bayangkan jika itu tangannya BangChan, maafkan aku tapi aku ingin menangis dan tertawa sekarang!

Adegan teramat dramatis di depannya membuat lelaki berambut merah pamit undur diri, dia masih memiliki banyak pekerjaan untuk dilakukan daripada melihat lepas rindu sepasang kekasih yang telah lama tidak bertemu.

Walaupun dia tidak tahu bagaimana asal usulnya hubungan ini terjadi, tetapi lebih baik menghilang daripada menyaksikan hal yang lebih membuatnya terasa sangat lajang, seperti lumat-melumat. Sudahlah, Chan merinding bahkan sebelum melihat.

Jeno mengertakkan gigi sebelum berbalik, ia menjatuhkan hadiah itu dan menangkup pipi Aera yang mengembung dengan banyak kadar menggemaskan di dalam sana, bahkan manik gadis itu terlihat berkaca-kaca layaknya kucing kecil.

"Aku juga, aku sangat merindukanmu hingga rasanya sulit untuk bernapas." Dia berbisik pelan di depan bibir merah muda Aera. "Tetapi-" Suaranya tercekat, tenggorokan terasa kering untuk beberapa kata yang ingin ia ucapkan. "Tetapi aku bahagia untukmu."

Gadis itu mendongak, menatap bingung pada kalimat terakhir yang Jeno layangkan, sedikit berujung pada keambiguan. "Bahagia untuk apa?"

"Kau dan kekasihmu."

Aera membenturkan kepala dengan keras pada dada bidang lelaki itu, dihadiahi sebuah erangan kesakitan yang sangat berlebihan. "Dari mana kau mengambil kesimpulan atas semuanya?" tanya si kutub, dengan nada terlampau kesal.

Dia ingin menangis dengan kencang sekarang, dan mematahkan beberapa tulang di leher Jeno, kenapa juga buntalan kapas kejahatan itu membuatnya ingin melayangkan pukulan pada pertemuan pertama setelah lima tahun tidak saling menyapa.

"Tidak apa-apa, aku melihat semuanya tadi," ucap Jeno dengan tegar, bahkan terlampau tegar ketika menatap Aera dan tersenyum seolah mengatakan aku masihlah kakakmu.

Jeno dan semua pemikiran primitifnya yang membuat Aera ingin kembali menjadi zigot.

"Dia temanku, dan untuk semua kebodohan yang kau lihat tadi, dia hanya memeriksa lukaku, itu tidak seperti yang kau pikirkan, Jeno!"

"Benarkah?"

Aera mengangguk ribut, membuat senyum lebar kembali mengembang di bibir lelaki bermarga Jung itu. Untuk beberapa saat, dadanya terasa seperti ditumbuhi bunga merah muda di musim semi. Hangat, bersinar, dan juga cantik.

"Tetapi tetap saja, aku masih marah padamu, kau sangat menyebalkan." Aera melayangkan sebuah bogeman di atas bahu lelaki itu, dan kembali dihadiahi dengan umpan balik yang sangat alay.

Jeno memegang lembut tangan brutal yang memukulnya, kemudian mengelus pipi gadis itu dengan sayang, lima tahun tidak bertemu membuat Aera menjadi sangat aktif seperti sekarang, dan tidak se-tsundere dulu.

Gadis itu berani menyatakan sebuah kerinduan dengan mata berkaca-kaca, sebuah pencapaian yang luar biasa.

"Aku juga tau semua, Jeno. Kau benar-benar menyebalkan." Aera kembali menangis dan menenggelamkan wajah di kedua telapak tangannya, ia merasa sangat kesal sekarang hingga memiliki keinginan untuk mengabaikan lelaki itu, tetapi di lain sisi, dia juga merindukan Jeno dengan amat sangat.

Itu adalah sebuah pertentangan yang benar-benar sial!

Baiklah, untuk sekarang biarkan Aera melepaskan rindunya terlebih dahulu, sebelum kembali marah karena semua tingkah polah Jeno yang seperti setan dulunya.

Terdengar lebih bagus dan adil untuk semua hal, setidaknya bagi Aera.


Ga mendadak dan buru buru kan alurnya??
Ngalir gak??
Ngalir dong kaya drippin love 😗

Jweno pulank dari Amrik jadi bulek.
Ueueueu~



Lelaki berambut merah seperti ikan cupang ㅠㅡㅠ tapi sangat tampan 😭


Btw semangat untuk sunHT06
Kami bantu doa di sini ueueue,
Kangen pasti nih ga communication wkwk.

Btw pt2 aku punya temen nich, dia bikin cerita kaya epep juga si tapi kenal lipai ga? Nah coba mampir aja dulu nich Ataaa15 Oongheyyy 😗👌🏻

See ya~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro