Chapter 35
Bagaimana caranya aku bilang ke kalian bahwa aku sangat berterimakasih karena sudah mengikuti ceritaku sejauh ini?
Happy reading.
🍑🍑🍑
Setelah menghabiskan beberapa hari di rumah Daegu, tempat nenek dan kakeknya menghabiskan masa tua. Aera kembali ke kediaman Kim dan berhambur di atas ranjang. Dia sedikit bermusuhan dengan perjalanan jauh, itu membuatnya pusing dan hampir muntah. Namun, secara keseluruhan, Aera menikmati liburannya, sudah lama sejak mereka bertemu terakhir kali.
Saat di Daegu, Aera bertingkah seperti bocah 5 tahun, dia memanjat pohon oak tua hanya untuk mengembalikan bayi burung yang jatuh ke tanah, walaupun si kutub tidak yakin jika bayi mungil itu akan bertahan hidup setelah jatuh dengan cukup tinggi untuk seukuran tubuhnya, tetapi tetap saja! Dia hanya mencoba melakukan hal baik, dan tingkah polahnya hampir membuat nenek terkena serangan jantung. Wanita tua itu belum siap dengan segala kemungkinan yang terjadi, apalagi jika Aera terjatuh. Sudahlah, gadis ini sepertinya ingin bermain-main dengan malaikat maut.
Membayangkan semua hal ini membuat Aera sedikit tertawa, bagaimana ia mendapatkan kembali potongan-potongan yang hilang, kemudian Jeno pergi tanpa pamit setelah membuatnya jatuh dengan dalam, atau sikap Tuan dan Nyonya Kim yang menciptakan euphoria tersendiri bagi Aera. Terasa seperti berada di atas roller coaster.
Aera tidak tau harus berkata apa, semua terjadi begitu cepat. Kupikir kita bisa sedikit belajar dari Aera, saat dirimu jatuh dan terluka hingga rasanya ingin menyerah dan mati, bertahanlah sebentar saja, untuk hal-hal kecil yang kamu sukai. Karena pada dasarnya kesakitan tidak akan bertahan selamanya. Setelah semua berlalu, kamu akan berpikir bahwa masih ada harapan, masih ada kebahagiaan. Coba saja jika mengakhirinya saat itu, kamu tidak akan bisa merasakan hal baiknya sekarang. Suatu waktu kamu juga akan berpikir 'Ah, Tuhan tidak memberi beban melebihi kemampuan.'
Tentang apa pun itu.
Apa pun masalahmu! Kamu pasti bisa melewatinya.
Netra indah yang terpejam damai perlahan mulai terbuka tatkala ingatan memutar sekelibat bayangan tentang surat yang diberikan Tuan Kim padanya. Dia bangkit dan mengambil itu untuk kemudian dibaca dengan tenang, menghasilkan senyum ceria dan aura yang bersinar cerah.
Ternyata lelaki itu menghadiahi sebuah surat seperti undangan, rekomendasi, atau apa pun yang menyatakan bahwa Aera didaftarkan di sebuah universitas terbaik dengan prodi impiannya.
Untuk saat ini, dia tidak jauh beda dari anak TK yang diberi buku menggambar dengan tema baru.
Dia menyimpan benda itu dengan aman, kemudian kembali pada memori beberapa hari yang lalu, dan membuatnya kesal setengah mati.
Aera mengambil ponsel untuk mengecek email yang ia kirimkan pada Jeno, karena demi apa pun hanya itu satu-satunya harapan.
Bahkan, katanya, mereka semua menghubungi lelaki itu melalui ponsel sang nenek.
Dia menonaktifkan semua aku, begitu kata Taeyong, dan Aera tidak punya pilihan selain percaya meskipun itu terdengar sangat tidak sehat dan menyebalkan.
Aera menghela napas panjang diikuti bahu yang merosot turun, ia melemparkan ponsel ke atas kasur setelah tidak mendapatkan berita apa pun dari seberang.
Jeno sialan! Bagaimana lelaki itu pergi setelah ujian tanpa mengikuti kegiatan akhir apa pun setelahnya. Dan yang paling penting, bagaimana bisa dia meninggalkan Aera sendirian, seolah semua kenangan mereka hanya angin lalu, bukan suatu hal penting.
Apa yang harus dia lakukan? Menyusul Jeno? Mana bisa! Aera tidak akan mendapatkan izin untuk itu. Lantas hatinya begitu gelisah sekarang, terkadang Aera berharap akan kekuatan magis di dunia yang bisa membawanya ke Chicago dalam sekejap.
Gadis itu kembali merebahkan diri, menutup kedua mata dengan lengan bertengger manis di kening, hati dan logika terus berdebat tanpa ada yang mau mengalah, itu membuat Aera sedikit kewalahan menanganinya.
Dia kembali berkabut, mendung hitam datang dengan rasa sesak yang mendominasi, memilih untuk terlelap dengan air mata menetes di atas seprei adalah hal paling menyenangkan untuk saat ini, itu akan menjadi saksi seberapa sering Aera menangisi si lelaki bermarga Jung.
Dia akan menambahkan menangis hingga tertidur adalah perasaan paling melegakan ke dalam daftar merah muda di buku diary-nya. Mungkin hanya untuk saat ini.
🦋
Sebuah senyum tipis diikuti helaan napas berat menemani Aera ketika berdiri di depan Universitasnya. Ini adalah lembaran baru, dan dia berpikir untuk melenyapkan Jeno ke Segitiga Bermuda untuk sejenak.
Sial, hatinya tidak bisa untuk tetap baik ketika menyinggung nama lelaki itu, terasa seperti luka baru yang dihadiahi lemon segar, tetapi dia tidak akan membuang waktu untuk terus menetap di sana, masa depan yang cerah menantinya.
Patah hati boleh, patah semangat jangan.
Dia telah selesai dengan hari-hari berwarna merah muda dan abu gelap untuk kemudian menginjakkan kaki di bangku perguruan tinggi. Aera sedikit meringis ketika mengingat dirinya lulus sekolah tanpa mengikuti acara akhir seperti prom night atau omong kosong semacam itu.
Tidak ada kenangan menarik di sana, dia tidak memiliki banyak teman, kecuali Jeno dan kelompok berotak seimut sendok nyam-nyam, tetapi lupakan saja tentang kebodohan itu.
Aera telah hidup menjadi bocah tanpa kehidupan dalam waktu yang lama, dia sedikit berniat untuk mencari beberapa teman di Universitas, rasanya pasti menyenangkan membayangkan seseorang untuk diajak ke perpustakaan bersama, dan dia sudah baik-baik saja sekarang, kecuali permasalahan menyangkut dengan Jeno.
Tidak ada lagi beban yang harus dipikul seperti dulu, Tuan kim sudah membiarkannya untuk melakukan apa pun keinginan gadis itu, tentu saja dalam konteks baik.
Terakhir kali keinginan Aera untuk keluar rumah dan jalan-jalan santai bersama teman, tetapi berakhir dengan duduk termenung seorang diri di bangku taman, ditemani susu pisang dan sinar matahari yang keemasan.
Benar-benar no life.
Kaki jenjang itu beranjak menuju ruang tempat perkuliahan berlangsung, dan sedikit risih saat tatapan beberapa mahasiswa lain mengarah padanya.
Dia memang mengakui bahwa kecantikannya sangat alami dan sedikit berlebihan, tetapi dia tetap tidak senang ketika menjadi pusat perhatian.
Sepertinya itu adalah hal yang akan selalu menjadi daftar kebencian Aera dalam kamus kehidupan.
Ah, ngomong-ngomong soal pusat perhatian, Aera tidak pernah lagi bertemu dengan Naomi maupun Yumi setelah hari terakhirnya sekolah, mungkin karena ia tidak mengikuti acara akhir atau apa pun. Mungkin, hanya jika mungkin. Aera tidak benar-benar peduli dengan itu.
"Oh, hey! Apa kau menempati ruangan ini?"
Sebuah suara rendah menyapa pendengaran Aera, dia menatap sedikit bingung pada lelaki yang tiba-tiba saja bertanya ketika mereka berpapasan di depan pintu.
"Begini, mata kuliah akan dimulai sebentar lagi dan aku harus kembali ke parkiran untuk mengambil ponselku yang tertinggal." Dia memberitahu tanpa perlu ditanya, sepertinya lelaki ini sedikit diserang oleh kepanikan yang sangat tidak santai, terlihat buru-buru sekali.
"Uhm, ya?" tanya Aera, menaikkan sebelah alis tanda tidak mengerti.
"Jadi, bisakah kau mengatakan bahwa aku sudah datang tepat waktu, tetapi harus terlambat karena kembali ke parkiran yang lumayan jauh?"
Gadis itu celingukan ke dalam ruangan, tangannya terangkat untuk menggaruk tengkuk sebelum kembali membawa tatapan pada lawan bicara. "Mengatakan pada siapa?" Sepertinya Aera meninggalkan pikiran dan otak mungil di laci meja rias.
Lelaki itu berkedip pelan. "Pada dosen," katanya, menatap tidak yakin pada Aera dengan sebuah ekspresi yang hampir putus asa. "Apa kau mengerti?"
Butuh waktu hampir satu menit penuh untuk Aera menganggukkan kepala dan mengerti ke mana ini akan berakhir. "Baiklah," katanya, tersenyum manis dan sangat meyakinkan.
Lelaki itu bernapas lega sebelum mengatakan, "Terima kasih." Dan membalikkan badan untuk segera tiba di tempat parkir.
Namun, pertanyaan, "Siapa namamu?" Dari mulut Aera menghentikan langkah lebarnya.
Dia memutar badan, menatap Aera dengan sebuah senyum yang membuat lubang cacat di pipi menyembul dengan nakal. "Chan Park." Dia memberitahu dengan tulus, bahkan terkesan seperti lelehan coklat di kue ulang tahun pertama.
Aera kembali mengangguk dengan bibir terselip di antara gigi, kemudian melanjutkan langkah setelah lelaki itu menghilang dari sana.
Untuk hari pertama, tidak terlalu buruk, terlepas dari lelaki itu yang tiba-tiba datang dengan segala kerandoman hidup, tetapi tidak termasuk dalam kata buruk juga.
Baiklah, biarkan Aera menjalani harinya dengan natural dan estetik.
Chan Park
H-haii, Daddyyhhh :)
🌚
Awokawoakwoak See yaa~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro