Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 34

Semilir angin menerbangkan helaian mahkota keemasan Aera, iris gelapnya menatap rembulan yang tergantung di langit malam.

Dia menghela napas dalam, membiarkan tubuh kurusnya diterpa angin dingin yang kian mencekam, berdiri seorang diri di balkon kamar saat tengah malam, mungkin setelah ini Aera akan kembali tumbang.

Saat keinginan tidak sesuai harapan, seakan kebahagiaan enggan memberi lebih. Hari ini, setelah kepulangannya dari rumah sakit, Aera begitu antusias untuk bertemu dengan Jeno dan menceritakan semua hal yang telah ia lewati.

Namun, senyum lebar yang mekar di wajah cantiknya tergantikan dengan raut kekecewaan yang sarat akan kesedihan, netra gelap gadis itu memanas dengan kilauan kaca yang siap pecah ketika membaca sebuah pesan yang Jeno tinggalkan di ponselnya.

Seakan tidak percaya atas apa yang terjadi, Aera berulang kali menghubungi lelaki itu dan bersikeras mengunjungi kediaman Jung, mengabaikan suara Nyonya Kim yang bertanya dengan panik saat melihatnya dalam keadaan kacau.

Dia benci ketika semua menjadi begitu nyata, lelaki itu pergi meninggalkannya di sini, seorang diri.

Kecewa? Itu sudah pasti!

Karena lelaki itulah yang meminta agar Aera membuka hati dan kembali berdamai dengan semua hal, tetapi setelah itu terjadi, Jeno bertingkah seolah tidak peduli.

Sekarang lihat, Aera di sini menertawakan dirinya sendiri dengan air mata yang enggan untuk berhenti, seperti orang bodoh.

Bahkan lelaki itu memblokir semua jalan untuk berhubungan dengan Aera.

Di sini, dia bertanya-tanya dengan sedikit kesal, sebesar itukah kesalahannya?

Apakah benar-benar tidak bisa dimaafkan?

Gadis itu tersentak dan menghapus kasar air yang mengalir di atas pipi saat selimut hangat memeluk tubuhnya dengan erat. "Mom?"

"Sudah sangat larut, ayo tidur." Nyonya Kim membawanya masuk ke dalam kamar, segelas susu hangat ia letakkan di atas nakas.

"Hmm," gumamnya tanpa membantah.

Aera merasa pusing kembali datang setelah mengeluarkan banyak air mata, sepertinya dia memang harus mengistirahatkan tubuh yang terlalu lelah untuk dipaksa melawan kenyataan.

"Mommy tidak tau apa masalahmu, tak apa untuk bersedih dan juga menangis. Tetapi jangan larut di sana, percayalah, everything will be awkay, dan mommy siap untuk mendengar jika Aera ingin sedikit membaginya." Nyonya Kim berujar pelan, suara terasa seperti bisikan sebuah rahasia yang hanya dibagikan di antara mereka.

Gadis itu tersenyum dan mengangguk lemah. Benar, ini tidak mudah, tetapi dia pasti bisa melewatinya.

"Habiskan susumu."

Aera kembali menganggukkan kepala seraya melepaskan sandal dan duduk di atas ranjang. "Mom, thank you," cicitnya dihadiahi senyum hangat dari sang ibu sebelum menghilang di balik pintu.

Si kutub merebahkan diri dan bergelung nyaman di bawah selimut. Yang dia lakukan hanya menangis, tetapi badannya terasa remuk.

Mata gelap itu hampir terpejam dan beralih ke alam mimpi, kemudian kembali dikejutkan dengan bulu halus yang mengenai pipi sembabnya. "Mochi," desah Aera, sedikit bersyukur bahwa itu bukan jenis mutan hasil perkawinan silang.

Mochi menempatkan diri dalam pelukan Aera yang direngkuh dengan senang hati oleh si kutub. "Apa kau juga sedang patah hati?" Ia bertanya pelan, yang dibalas dengan geraman rendah oleh makhluk itu.

"Benarkah?" Aera berlagak seolah paham dengan hal yang dikatakan kucing itu, memasang wajah khawatir dengan bibir bawah sedikit maju. "Ya sudah, ayo berkabung ria," lanjutnya, dan mulai kembali terpejam.


🦋

Gadis itu terbangun dengan sedikit rasa pusing dan mata yang membengkak. Ia menyibakkan selimut, menemukan buntalan kapas yang masih tidur meringkuk di atas ranjangnya.

"Mochi, wake up," kata Aera sebelum melangkah ke kamar mandi.

Gadis itu mengeringkan rambut dan keluar dari kamar beberapa saat kemudian, suasana terlihat sangat tenang, atau tepatnya sunyi.

"Mom?" Dia berjalan ke arah dapur, mencari sumber kehidupan, tetapi tidak menemukan tandanya di sana. "Dad?" Gadis itu kembali melangkah ke ruang kerja sang ayah, tetapi hanya tumpukan kertas yang menyambutnya di dalam sana. "Mereka ke mana?"

Apa mereka meninggalkan Aera sendirian lagi?

Ah, Aera akan memasukkan baju ke dalam koper dan menyusul Jeno jika saja dirinya benar-benar sendirian di rumah, tetapi sedikit bersyukur ketika dia berbalik, Tuan dan Nyonya Kim sudah berdiri di hadapannya dengan membawa sebuah kue berhiaskan lilin sebagai mahkota. "Happy Aera day, my little princess." Mereka berkata riang, bersamaan dan saling melemparkan senyum hangat.

Aera tak bisa untuk tidak terkejut, ia bahkan tidak ingat jika hari ini adalah hari kelahirannya, dia merasa hidup seperti truk angkut tanah.

Gadis itu memasang wajah merajuk karena berpikir bahwa mereka telah pergi, tetapi manik gelapnya tetap berkaca-kaca dengan bibir semakin menekuk ke bawah, bersiap untuk serangan pertama.

"Selamat hari keberhasilanmu melarikan diri dari rahim ibumu." Ucapan Tuan Kim mendapat delikan ganas dari sang istri yang dibalas dengan senyum kian melebar.

"Ah, Daddy. Apa-apaan dengan ucapan itu." Aera tertawa pelan, menghapus kilauan kaca yang bersarang di pelupuk matanya, terasa sedikit panas dan berkabut.

"Selamat ulang tahun, sayang." Nyonya Kim berkata lembut, membawa kue manis di tangannya untuk berada di hadapan Aera.

Gadis itu menyembunyikan wajah pada kedua telapak tangan. "Aku pikir akan ditinggal lagi," cicitnya dengan suara yang teredam.

Tangan besar Tuan Kim terulur dengan hati-hati untuk memasang topi ulang tahun di atas surai Aera. "Ya ampun, itu sebabnya kau merajuk?"

Gadis itu mengangguk, kemudian menatap Nyonya Kim sebelum mengeluarkan tangisan dan berhambur ke pelukan sang ibu, serangan tiba-tiba yang dia lakukan hampir membuat kue terjun bebas ke atas dinginnya lantai. "Thank, I'm so happy, Mom."

Melihat itu membuat Tuan Kim ikut bergabung dalam pelukan, lagi-lagi rasa nyaman dan hangat menjalar di dadanya, apa saja yang ia lakukan selama ini hingga melupakan definisi kebahagiaan itu sendiri.

Kenapa ia berpikir dengan membangun kerajaan bisnis cukup untuk membuat Aera bahagia? Sementara kebahagiaan sebenarnya berasal dari hal-hal sederhana seperti ini.

Pada dasarnya, bahagia memang tidak selalu tentang uang, tergantung bagaimana caramu mendefinisikan mereka.

Bahagia bisa datang saat kamu menikmati mie panas di jam dua pagi, ditemani udara dingin dan suhu penghangat yang membuatnya nyaman.

Sesederhana itu!

"Hey, berhentilah menangis, kapan kita akan memotong kuenya? Daddy sudah lapar."

Gadis itu kembali menghapus air mata yang terus meluncur tanpa kendali, seperti hujan pertama setelah musim kemarau panjang.

"Maafkan kami," bisik Nyonya Kim, terdengar penuh dengan rasa menyesal.

"Ah, hentikan, Mom. Jangan katakan itu."

"Daddy akan membayar semuanya."

"Apa itu? Aera tidak mendengarnya." Gadis itu menggeleng ribut, senyum lebar terpantri di wajahnya, membuat kedua orang di sana sedikit tertawa dengan air bening menggenang di pelupuk mata.

"Ya Tuhan, anak Daddy sudah sebesar ini, sebentar lagi sudah punya cucu."

Aera mundur malas dan menyenderkan pinggang di sudut meja, seperti bintang laut yang tidak punya tulang belakang. "Apa lagi itu?" Tingkahnya membuat Tuan dan Nyonya Kim kembali melepaskan tawa.

Ya Tuhan, Aera sedang malu sekarang, tiba-tiba ingin menyelam ke Atlantik saja.

"Mommy pegal sekali memegang kuenya."

"Ah ya, Aera. Make a wish."

Gadis itu kembali mendekat dan membuat permohonan dengan terpejam damai. "Sudah," katanya, tersenyum riang dan terasa sangat mendebarkan.

Kali ini, sembabnya karena bahagia, Aera tidak masalah dengan wajah yang sedikit kacau untuk ini.

"Apa harapanmu?" tanya Nyonya Kim.

"Semoga kita bisa bersama dalam waktu yang lama."

Ah, sepertinya Aera sedang gemar menanam bawang saat ini, ucapan itu sukses membuat air mata yang sedari tadi ditahan oleh Tuan dan Nyonya Kim meluncur deras.

Si kutub akan berpura-pura untuk tidak melihat itu dan fokus pada kue manis, meski sebenarnya dia tahu dengan baik.

"Awkay, sesuatu yang manis ini. Mom, suapi Daddy," pintanya seraya memasukkan jari yang dilapisi coklat ke dalam mulut.

"Bukannya itu tugasmu?"

"Ya, tapi aku ingin melihat itu. Ayolah, Mom."

Mereka selesai dengan semua hal yang Aera inginkan, dan misi mengerjai orang tuanya berhasil.

Akhirnya, Tuan Kim punya kesempatan untuk memberikan hadiah yang telah ia siapkan.

"Apa ini?" tanya Aera, berpura-pura bodoh saat melihat sebuah amplop yang diberikan sang ayah.

"Sapu lantai." Ibunya mempunyai selera humor yang sama sepertiku saat mendengar jawab dari Tuan kim.

Aera mendengus, jemarinya membuka dengan hati-hati kertas putih itu dan menatap bingung pada selembar surat, seperti sesuatu yang mahal jika dilihat dari desainnya.

Air matanya kembali turun saat membaca isi dari kertas itu. Ia menutup mulut sebelum berhambur ke pelukan Tuan Kim.

"Thank, Dad." Gadis itu terisak pelan, benar-benar sesuatu yang tidak ia duga.

"Ya ampun, berhentilah menangis, kita masih punya banyak jadwal untuk dilakukan."

Aera merengek, menatap ibunya dengan bibir mencebik. "Aku benar-benar bahagia. Ini adalah ulang tahun terbaik."

"Kami juga, sangat bahagia."

-

Mereka menyudahi acara 'menanam banyak bawang' dan mulai bersiap-siap untuk perjalanan yang panjang. Uang Tuan Kim terlalu banyak untuk disimpan, sepertinya mereka bisa sedikit menghabiskan itu untuk beberapa hari ke depan.


Sudah mau ending aja nih.

See yaa~

Terimakasih sudah mengikuti cerita ini.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro