Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 29

Mungkin ini sedikit menyebalkan, namun, hidup tidak selamanya manis, kau harus bisa menerima kenyataan itu.





"Hai." Ia menyapa dengan riang dan suram, tetapi tidak seperti yang Aera harapkan.

Otak Aera masih memproses semua hal yang terjadi untuk kemudian gadis lainnya muncul di balik rak buku usang, tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Yum-" Gadis itu menjeda ucapannya ketika pandangan mengarah pada Aera, menaikkan sebelah alis sebelum beralih pada temannya di sana. "Kalian sudah bertemu?" Dia mengakhiri dengan sederet gigi ikut terlihat, seperti membahas sebuah harta karun di depan bangunan tua bersama seorang teman lama.

"Hey, kenapa diam? Aku berbicara padamu."

Dari awal Aera sudah mengatakan, bukan? Jika Naomi tidak sepolos yang terlihat, buktinya sekarang ia bersama seseorang yang membuat masa lalu Aera menjadi sangat suram dan gelap.

"Kita tidak terlibat hutang!" Aera berseru kesal, menatap dua gadis di sana dengan tangan mengepal kuat, berusaha menahan perasaan jengkel yang memaksa untuk keluar. Rasanya sudah cukup dengan semua masalah yang dihadapi, dia tidak butuh masalah baru untuk menemani sisa hidup yang memang berwarna pudar.

Dia lelah, dan dia ingin beberapa saat dalam hidupnya keadaan setenang air di dasar danau, bukan naik turun seperti roller coaster.

Reaksi Aera membuat Yumi tertawa pelan, dia menjilati lolipopnya sebelum berujar, "Take it easy, girl."

"Padahal aku ingin mempertemukan kalian di waktu yang tepat." Naomi berkata lemah, wajahnya jatuh pada sebuah ekspresi sedih yang menyebalkan.

Aera mendesah lelah untuk kalimat yang Naomi layangkan, dia mengalihkan tatapan pada gadis yang masih bergulat dengan lolipop di mulutnya. "Kau pembohong," kata Aera, mencoba terlihat tenang dengan suara yang sedikit pecah.

"Hey, bukannya kau tidak menerima permintaan maafku dulu?" tanya Yumi, wajahnya merengut seperti anak kecil yang tidak terima pada tuduhan mencuri candy di kamar sang kakak.

Sejak awal, Aera sudah mengira bahwa iblis berkedok manusia jadi-jadian seperti Yumi tidak mungkin mengatakan kalimat sakral seperti permintaan maaf dengan tulus dan isak tangis tersedu; yang hampir terlihat memuakkan jika kau bertanya pada Aera.

"Harusnya aku memang tidak percaya padamu."

"Aera?" Yumi berbinar cerah, senyum lebar merekah di bibirnya. "Apa itu berarti kau pernah percaya padaku?"

Itu adalah jenis pertanyaan biasa, bahkan terkesan romantis bagi sepasang manusia kasmaran, tetapi apa yang Aera rasakan jauh berbeda dengan semua omong kosong itu, dia berpikir bahwa sebuah bola api raksasa baru saja menyala di seluruh tubuhnya.

"Wait, apa maksudnya ini?" tanya Naomi dengan sebuah rasa ingin tahu yang tinggi, wajahnya menjadi sedikit bingung dan terkesan idiot dalam satu waktu.

Interupsi itu membuat Yumi berdecak kesal. "Gadis yang bersama Jeno di taman, kupikir kau sendiri yang mengakui sebuah keinginan kuat untuk memiliki Jeno dan menjauhkan semua pengganggu."

Naomi menganggukkan kepala pada semua penjelasan yang telah dijabarkan, dia ingat bahwa Yumi pernah menceritakan tentang seorang gadis padanya, tetapi dia tidak pernah merasa jika nama Aera terseret dalam pembicaraan mereka.

Dunia memang unik, sedikit licik yang dibumbui komedi, siapa sangka jika mereka kini berada dalam garis takdir yang sama? Saling bersinggungan dan dipertemukan, seolah luasnya semesta hanya selebar telapak tangan.

"Bukankah ini sangat menarik? Kau berteman dengannya saat di JHS, sementara aku juga berteman baik dengan Jeno saat itu, waw, kebetulan macam apa ini?" celetuk Naomi seraya menangkup pipinya dengan kedua tangan. Aku tidak tau apakah gadis ini normal atau tidak, karena sikapnya terlihat seperti orang gagal mental.

Yumi memutar mata atas apa yang temannya katakan, itu tidak terdengar seperti informasi penting; jika kau bertanya padanya. "Kami tidak berteman, dia hanya mainanku."

"Aku bukan mainanmu!" Terdapat tekanan nada pada tiap kata yang Aera keluarkan, pandangannya jatuh pada ekspresi marah dengan kedua netra memerah.

Yumi menaikkan sebelah alis, dia berjalan pelan mendekati Aera dengan senyum suram tersampir di bibirnya. "Sudah berani melawan, ya?" Gadis itu bertanya rendah, tatapan kelam yang dipancarkan membuat Aera jatuh pada memori menyakitkan dan semua trauma di masa lalu.

"Aku belum pernah melihat Yumi membully, tunjukkan padaku. Ayo, tunjukkan padaku." Naomi tersenyum lebar, tangannya bertepuk heboh dengan tatapan mengarah pada Aera, seperti menyaksikan sebuah pertunjukan sirkus yang menyenangkan.

Sial, apa Aera terlihat seperti boneka bagi mereka?

Baiklah, jika dipikir-pikir, Annabelle tidak terlalu buruk juga.

"Ya, karena hanya itu yang bisa kau lakukan." Aera mencibir, bibirnya terangkat dengan ekspresi meremehkan, berusaha menahan rasa takut yang berlomba untuk keluar.

Yumi memiringkan wajah. "Membuatmu berakhir dengan beberapa tetes darah sepertinya tidak buruk."

Iris gelap Aera membulat, terlihat sangat terkejut dengan kesan begitu alami di wajah, semua memori yang telah ia lenyapkan perlahan mulai kembali terbuka samar, tetapi rasa sakitnya terlihat begitu nyata.

Yumi semakin memajukan langkah ke arah Aera, mengabaikan pancaran ketakutan dan sedikit linglung di wajah si kutub.

Hingga akhirnya, sebuah meja menghantam rak buku dan membuat seluruh isi dari mereka berjatuhan, Aera tidak pernah sadar ketika dia mendorong benda itu tepat di hadapan Naomi.

Semua terasa begitu cepat, dia tidak bisa mengendalikan keadaan untuk apa yang telah terjadi.

"Sialan." Ringisan kesakitan terdengar melalui celah bibir Naomi, tangannya memegang kening dengan tetesan cairan merah keluar dari sana.

Aera membulatkan mata, dan kembali terkejut untuk kesekian kali ketika luka sobek terpampang di kening si chili. "Na -Naomi," cicitnya dengan gemetar, dia tidak pernah mengira jika sebuah buku akan mengakibatkan hal fatal seperti ini. Bagaimana caranya benda itu melukai Naomi hingga seragam gadis itu basah dengan cairan merah pekat?

"Kau!" Yumi menunjuk wajah Aera dengan ekspresi yang cukup untuk membuat si kutub semakin pucat.

"Ada apa ini?" Sebuah suara berat menyela tiba-tiba, pemiliknya berdiri di belakang rak buku yang telah roboh dengan pandangan terkejut sangat alami di wajah, bahkan jatuh pada ekspresi menakutkan.

Menariknya, di sana tidak hanya Lucas yang datang, tetapi Jeno dan semua teman berotak seimut biji wijen pun ikut bergabung, ditambah beberapa siswa lain yang Aera sendiri bahkan tidak tahu asal-usulnya.

Namun, sedikit keberuntungan karena jam istirahat sedang berlangsung, mereka tidak perlu berurusan dengan semua kebodohan di ruang guru, kecuali beberapa CCTV rusak yang tergantung di atas sana, itu bukan masalah besar.

Sementara Yumi sudah memangku badan temannya dan mencoba menghentikan darah yang masih mengalir. "Aku hanya meminta maaf padanya, ta -tapi dia mengamuk dan membuat Naomi terluka," dustanya dengan air mata terjun bebas tanpa parasut.

Sial!

Dia bisa mengubah ekspresi secepat petir menyusul cahaya, membuat keadaan selalu memihak padanya, dan itu benar-benar menjengkelkan.

Jeno membawa tatapan pada wajah pucat Aera, ekspresinya terlihat tidak percaya atas apa yang telah gadis itu ĺakukan. "Aera?" Ia berbisik pelan, lirih, dan hampir putus asa.

Ya Tuhan, kenapa keadaan selalu membuat Aera terlihat seperti seorang penyihir jahat, dia hanya korban pada semua kebodohan yang terjadi.

"Tidak, Jeno. Aku tidak melakukan itu." Aera balas berbisik, dengan rendah dan terasa lebih suram, mencoba tetap berdiri kokoh meskipun rasa pening menyerang sedikit brutal. "Yumi, jangan berbohong!" Dia berteriak, menarik rambut untuk mengurangi rasa sakitnya, seakan sebentar lagi kematian datang menjemput.

"Aku hanya tidak menyangka, Aera," kata Jeno, menatap Aera dengan sebuah ekspresi rumit sebelum mengangkat tubuh Naomi untuk dibawa ke ruang kesehatan.

Ah, tatapan itu lagi, Aera benci dengan tatapan Jeno yang dingin dan asing seperti itu, terasa seakan oksigen loncat keluar dari paru-parunya.

Aera terperangah, lalu entah dari mana, mata yang berkabut perlahan kembali terhiasi kilat serupa kaca. Tidak butuh waktu lama hingga kaca itu retak, luruh dalam bentuk air mata yang mengalir begitu saja di atas pipinya yang kering dan pucat.

Tubuhnya merosot turun dan bibir yang semakin mengeluarkan isakan. Pada akhirnya, Jeno kembali membawa luka, tergores tajam dengan sangat dalam.

Begitu menyakitkan.

"Kau tak apa?"

Sebuah suara membuat Aera mendongak, apa lelaki ini tidak punya mata untuk melihat? Pertanyaan itu sangat tidak berguna ketika Aera terlihat serapuh kaca yang sudah retak, hanya menunggu waktu saja maka gadis ini akan hancur tak tersisa.

"Ayo, ku antarkan pulang." Lagi, lelaki itu membuka suara.

Dari sekian banyak orang, apa hanya Renjun yang berdiri di sampingnya? Namun, sungguh! Aera menginginkan Jeno sekarang.

Gadis itu diam, mencoba bangkit dan berjalan dengan pandangan sedikit buram, rasa pening yang menyerang belum juga menyerah untuk mengacaukannya.

Setelah tiba di depan mobil, Aera berbalik, membawa tatapan pada Renjun yang berjalan pelan mengikutinya sedari tadi. "Terima kasih," kata si kutub dengan sangat parau, tetapi terdengar begitu tulus dan lembut, kemudian meninggalkan lelaki itu di sana.

Renjun bergeming, menatap mobil Aera yang semakin mengecil dari penglihatan. "Naomi sialan." Ia berdesis tajam dengan rahang terkatup rapat.

Sejujurnya aku tidak berniat menjadikan Yumi sebagai gadis yang bertemu dengan Aera di taman.

Tapi, rasanya akan merepotkan jika aku kembali menyeret gadis lain ke dalam cerita ini.

Kau tau? Aku tidak terlalu menyukai perempuan, sejujurnya.
Wkwkwkwk, kenapa? Idk :"

See u next time!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro