Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 27

"Jeno, apa yang kau tau tentang Naomi?"

Awal pertanyaan yang bagus untuk mengisi perjalanan mereka, di bawah naungan langit gelap, Aera menyerah pada harga diri yang tinggi dan memilih untuk melontarkan hal bodoh secara ajaib mengacaukan seluruh akal sehatnya akhir-akhir ini.

Jeno menaikkan sebelah alis. "Apa yang kutahu? Apanya?"

Mereka baru saja selesai dengan acara makan malam di kediaman Jung, hadirnya Aera di sana adalah sebuah titah yang dikeluarkan langsung oleh Ibu Negara Jung Taeyeon.

Aera bahkan tidak tahu maksud dari semua kegiatan itu, makan malam yang berarti benar-benar makan, bahkan jika dilihat dari makna tersirat maupun tersurat.

Helaan napas berat keluar dari bibir merah muda Aera, ia mendongak, menatap bintang yang setia untuk mengabdi pada gelapnya malam. "Mungkin ini tidak masuk akal, tetapi aku merasa bahwa Naomi otak di balik semua hadiah yang kudapat." Gadis itu berbisik rendah, teredam jemari lentik yang menangkup pipi pucatnya.

"Hadiah?" koreksi Jeno, sedikit terkejut untuk beberapa saat pertama.

Aera mengalihkan wajah, menatap dalam pada manik gelap lelaki itu. "Darah gagak dan ular."

Mereka bersitatap sekitar lima detik, Jeno sendiri baru menemukan suaranya setelah tujuh detik kemudian meski nyaris tersedak.

"A –apa tadi? Darah gagak?"

Aera menaikkan alis, menatap Jeno dengan sebuah ekspresi bingung di wajah. "Ah, aku lupa mengatakan padamu," kata si kutub, terdapat jeda beberapa saat seperti menerawang entah tentang hal apa. "Di balkon kamar, aku menemukan gagak di sana, tepat pada malam kau berteriak dan mengajakku berangkat sekolah bersama." Dia mengakhiri dengan kedua tangan memeluk lengan, membawa kehangatan pada dirinya sendiri. 

"Kenapa kau berpikir bahwa itu Naomi?"

"Aku selalu menemukan secarik kertas di sekolah, dan yang terakhir, Naomi mengatakan sesuatu seperti mengajak sebuah permainan? Taruhan? Atau ... omong kosong seperti itu." Aera tertawa pelan saat menjelaskan pada lelaki yang akhir-akhir ini menjadi temannya, dan secara tidak sadar membuat si kutub sedikit bergantung pada sosok itu. 

"Dia mengatakan itu padamu?"

"Dia hanya-"

"Hanya?"

"Aku membaca gerakan bibirnya saat dia mengatakan itu, jarak kami terlalu jauh, aku tidak bisa mendengar dengan jelas."

Jeno menghentikan langkahnya, dengan kening berlipat lelaki ini berbalik dan menatap lurus ke arah Aera. "Kau bahkan tidak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Naomi, bagaimana bisa kau menuduhnya seperti itu?"

Bolehkan Aera mengelak dan meyakini bahwa tatapan Jeno saat ini bukan sesuatu seperti kekecewaan? Entah untuk alasan apa dada Aera mendadak sakit ketika melihat manik Jeno yang dulu selalu berbinar hangat kini terganti dengan begitu gelap.

"Tetapi aku yakin kalau itu dia, Jeno." 

"Atas dasar apa?" Suara Jeno sedikit berubah, nadanya terdengar lebih dingin dari yang pernah ada.

Apa Jeno berpikir bahwa Aera baru saja melakukan sebuah dosa dan berbohong? Atas hal apa itu terjadi? Dia tidak punya alasan untuk melakukannya.

"Caranya menatapku, Je –Jeno, aku tidak berbohong."

"Seperti caramu menatapnya tadi? Di sekolah?"

Pertanyaan retorik itu membuat Aera terdiam, aliran darahnya seakan dipaksa untuk berhenti. Ini tidak benar, kejadiannya bukan seperti itu.

Jangan membuat keadaan seolah Aera yang paling bersalah.

"Kau tidak melihat semuanya, Jeno." Aera berkata pelan, suaranya sarat akan kesakitan dan rasa kecewa.

Jeno membuang napas kasar, sebelum melanjutkan kata ia berdecak kesal. "Aera dengar, dia hanya gadis lugu, aku mengenalnya dengan baik saat di Chicago, Naomi bahkan tidak pernah terlibat dengan masalah apapun di sekolah, bagaimana kau tega sekali menuduhnya seperti itu? Bahkan tanpa bukti apapun."

Gadis itu tercekat, rasa sesak dan luka menyerap ke dalam kulit, ucapan Jeno menghantam telak bagian terdalam yang tidak pernah tersentuh dari hatinya.

Kenapa ketika dia mulai membuka kembali dunianya pada orang lain, hal yang sama kembali terulang. Menyakitkan saat orang yang kau anggap berada di pihakmu ternyata tidak membelamu sama sekali.

"Aku tidak mengatakan ini untuk memojokkanmu, Aera, entah untuk alasan apa kau berpikir seperti itu."

Tidak Jeno, jangan katakan apapun lagi. Bahkan caramu bernapas membuatku sakit.

Gadis itu kembali mendongak, berusaha agar kaca di manik indahnya tidak pecah dan mengeluarkan kristal bening yang berharga, ini terasa menyakitkan, jauh lebih suram daripada tidak seorang pun ingin bermain dengannya ketika berada di sekolah dulu.

Kenapa? Harusnya ia tidak perlu merasa sesakit ini.

Jeno hanya orang asing yang datang, tetapi jika memang begitu, ia tidak perlu memiliki perasaan yang berlebihan seperti ini.

"Aku tidak berbohong, Jeno." 

"Masuklah," pinta Jeno begitu mereka tiba di depan gerbang kediaman Aera, tetapi ini lebih terasa seperti sebuah perintah, bukan permintaan.

Aera kembali mengusap lengan, tatapan wajahnya jatuh pada pancaran emosi yang ingin segera dikeluarkan, berteriak dan mengatakan bahwa dia tidak bersalah. "Jeno, deng –"

Bahkan sebelum si kutub menyelesaikan ucapannya, Jeno terlebih dulu mengangkat tangan, membuka gerbang yang berdiri angkuh di hadapan mereka, seolah mengejek retaknya hubungan anak adam itu.

"Je –"

"Masuk, Aera!"

Ada tekanan di setiap tangga nada yang Jeno keluarkan, hanya dengan dua kata membuat hati Aera terasa seperti luka menganga dan dihadiahi garam. 

Gadis itu tertawa pelan, cairan hangat berhasil meluncur di pipi mulusnya yang dingin. "Ya, terima kasih dan selamat malam." Dia mengakhiri dengan helaan napas gelap, tanpa menatap Jeno langkahnya bergerak masuk ke dalam.

Bedebah sialan!

Bahkan Aera tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan semua yang terjadi, terasa sangat tidak adil dan menjengkelkan.

Kemana perginya Jeno yang hangat?

Jeno dengan sebuah senyuman di wajah hingga kedua matanya tenggelam indah, bertingkah konyol hanya untuk membuat Aera tertawa, atau dia yang akan merengek ketika gadis itu mengacuhkannya.

Setelah semua yang terjadi, apa arti dari sekian banyak ucapan penenang lelaki itu untuk membuat Aera percaya padanya?

Benar! Janji dibuat untuk diingkari.

Menghapus kasar air yang mengalir di pipinya, gadis itu segera bergelung di bawah selimut begitu tiba di dalam kamar, meringkuk dan memeluk erat kedua lutut dengan tubuh yang bergetar menahan isakan.

Malam ini, segala kesakitan menghantam logika dan perasaannya.

Jeno yang dengan lancang membuatnya terbang begitu tinggi, kemudian tanpa perasaan kembali membuat Aera terhempas ke dasar bumi dan menyadari posisi bahwa tidak ada seorang pun yang benar-benar di pihaknya.

"Brengsek." Gadis itu mengumpat, melukai bibir bawah di sela giginya dengan isakan tertahan. "Sebesar apa pengaruh Naomi dalam hidupmu, Jeno?"

Tidak, Aera! Ini bukan sepenuhnya salah Jeno, lelaki itu juga menderita atas semua yang terjadi, melihat gadisnya terisak dengan mata berkaca-kaca cukup untuk membuat sebuah hukuman pada dirinya sendiri.

Namun, ada beberapa hal yang harus dikorbankan untuk sebuah cinta dan kasih sayang, Jeno tentu saja tidak ingin membuat gadisnya tumbuh menjadi sosok gelap yang penuh dendam.

Bulan semakin redup, tetapi lelaki itu masih betah berada di depan pintu megah kediaman Kim, tangannya menggenggam kuat teralis besi dengan pandangan mengarah pada balkon kamar si gadis merah muda.

Manik gelap berkabut itu tidak lepas dari mengawasi gadisnya hingga lampu kamar dimatikan. "Apa kau sudah tidur?" Ia berbisik rendah, seperti membagikan sebuah rahasia sakral pada makhluk malam di sekitar sana.

"Setelah ini, bahagialah." Dia menyelesaikan semua dengan langkah lebar, meninggalkan tempat yang menulis banyak sejarah berharga dalam hidupnya.

Jeno berjanji ... ia akan merindukan tempat itu.

Btw. Semalem aku update HP kan ya, terus tadi pas mau masuin foto ke wattpad auto laen tampilannya, hampir gabisa akutu hiks.
Sekuno ini kakak dek.

Pai-paiiii.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro