Chapter 25
"Kau benar-benar iblis, Naomi!" Desisan itu keluar setelah bunyi gebrakan pintu terdengar.
Mereka menempati ruang yang remang dengan nuansa merah dipadukan hitam. Beraura sedikit suram seperti jiwa yang dimiliki oleh sang pemilik.
"Ah, kau membuatku terkejut," kata seorang gadis seraya menggoyangkan gelas di tangan kanannya.
Terasa seperti sebuah kebohongan besar ketika dia mengatakan itu dengan ekspresi yang hampir terlihat tenang dan kelam di satu waktu.
"Duduklah, aku punya banyak minuman."
"Kau bahkan belum legal."
Sebuah tawa mengalun keras dari celah bibir gadis itu, dia menyeringai dengan pandangan mengarah pada lawan bicara. "Money can talk, money can do everything." Bisikan terdengar seringan bulu, seperti mengakui sebuah dosa besar dan hanya membagikan untuk mereka berdua.
"Itu bukan sebuah pembelaan, Naomi!"
"Kenapa kau sangat sibuk? Itu bukan masalahmu." Naomi berjalan medekati lawan bicara, berdiri tepat di depannya dengan sebelah tangan bersidekap, dia menunduk, mendekatkan wajah pada celah bahu lelaki itu. "Kecuali jika kau menyukainya." Senyum kelam merekah di bibir si surai merah ketika apa yang dikatakan tepat sasaran.
Lelaki itu menegang, berdiri sedikit kaku dengan pupil mata kian melebar, seperti berada di posisi hampir mati. "Aku melakukan ini karena peduli padamu!" katanya, berusaha untuk tidak goyah atas kalimat provokasi gadis itu.
"Jenis omong kosong baru." Seorang gadis berkomentar dengan suara sedikit kacau, berada di bawah selimut tebal seraya menyembulkan kepala untuk memantau dua manusia lain di sana.
"Ew Yumi, sudah bangun?"
"Aku bahkan belum tidur sejak kemarin karena kecerobohanmu, Naomi," akunya sebelum kembali membenamkan diri pada kain tebal di atas ranjang.
Naomi memutar mata. "Terserah." Dia mencibir setelah beranjak sedikit berjarak dari lelaki yang sedari tadi memasang wajah marah, itu sama sekali tidak berguna untuk dilakukan, jika kau menanyakan komentar pada Naomi.
Keheningan menggantung di udara, tidak ada sepatah kata kecuali melodi dentingan jam dinding dan helaan napas berat, terasa sedikit menegangkan untuk beberapa waktu.
"Kenapa?" Lelaki itu menghancurkan ketenangan setelah hening yang lama, keningnya berdenyut nakal ketika membayangkan sebuah kelakuan jahat keluar dari otak Naomi dengan sifat ambisius dan keras kepalanya, dua hal yang lebih baik jika tidak disatukan.
"Apa maksudmu? Aku tidak melakukan apa pun."
"Aku yang menghapus rekam jejaknya, Naomi! Berhenti mengatakan omong kosong!"
Naomi berdecak, menatap malas pada seonggok daging yang bergelung nyaman di bawah selimut. "Yumi bodoh!"
"Berhenti mengataiku! Berterima kasihlah karena kau tidak hidup di ruang bawah tanah!" Yumi berteriak kesal dengan kaki menendang bantal, sesuatu terasa seperti keinginan untuk melenyapkan beberapa orang sekarang, itu cukup merepotkan.
"Nyenyenyee, Ak-"
"Kebodohan apa lagi kali ini, Naomi?" sela lelaki itu, terpejam dengan napas memburu, kesabarannya hampir mencapai batas. Dia tahu yang melakukan semua mungkin bukan Naomi, tetapi otak dari segala kekacauan sudah dipastikan berasal dari gadis berambut merah itu.
"Berapa banyak saham yang kau tanam dalam hidupku? Berani sekali mencampuri segala hal yang kulakukan, urus saja dirimu sendiri!"
Lelaki itu membuka mata, menatap Naomi dengan sebuah ekspresi yang jatuh pada ejekan, atau mungkin meremehkan. Dia menyeringai, lebar dan suram, hampir terasa seperti bibir itu akan robek sebentar lagi. "Kau akan menyesal," janjinya sebelum benar-benar meninggalkan Naomi.
Untuk beberapa waktu, Naomi akan membalas apa pun yang dilemparkan padanya, tetapi tidak kali ini, aura di sekitar terasa sedikit mencekik dan kehilangan kata-kata untuk diucapkan. Dia mengawasi tiap langkah lebar lelaki itu, menelan umpatan yang tertahan di tenggorokan dengan tangan mengepal keras. Sial!
🦋
"Jangan gunakan cara seperti itu."
"Gunakan rumus yang kuajarkan tadi."
"Kue buatan Mommy Yoona enak sekali."
"Jika seperti ini hasilkan tidak akan valid."
"Sebentar, airnya masuk ke saluran pernapasanku."
Aera menghela napas yang terasa seperti puluhan kali sejak dua jam terakhir, ini adalah akhir pekan, dia seharusnya berada di atas ranjang dengan bantal dan selimut hingga petang tiba, tetapi semua menjadi angan ketika lelaki berkulit pucat mengetuk pintu rumah jam sembilan pagi.
Dengan embel-embel 'belajar kalkulus untuk ujian akhir', Jeno berhasil mendapat dukungan penuh dari kedua orang tua Aera, bahkan Nyonya Besar menerima request makanan yang diinginkan oleh lelaki itu. Baiklah, semua omong kosong ini membuat pagi minggu Aera menjadi sangat berantakan.
"Berhenti mengoceh dan cepat selesaikan, Jeno! Aku ingin kembali tidur," kata Aera, dengan sangat kesal. Wajahnya mengerut diikuti kedua alis bertaut dalam.
Lelaki itu mendelik, menatap tidak suka atas apa yang Aera ucapkan, demi apa pun ini hanya iming-iming saja agar dia bisa berada dalam jarak dekat dengan si kutub.
Percayalah, Jeno hanya ingin menghabiskan akhir pekan dengan gadis ini, ia sudah cukup bosan 17 tahun melihat wajah Hyung-nya yang tergeletak di depan TV setiap hari libur.
Sesekali ingin mencari suasana baru, tetapi apa yang dia dapatkan hanya gerutuan tidak jelas dari gadis di depannya.
Siapa pun! Tolong ajari Jeno cara untuk 'pendekatan' yang baik dan benar, dia ingin berkencan ditemani oleh buku dan rumus matematika. Yang benar saja!
"Itu kejam," komentar Jeno.
"Kau lebih kejam, merenggut waktu tidur adalah kejahatan paling kejam di alam semesta."
Bibir Jeno berkedut, berusaha agar tidak meledak pada sebuah ekspresi Aera yang terlihat seperti merengek, itu langka dan indah untuk semua hal. "Baiklah, selesaikan dalam tiga puluh menit dan aku akan pulang."
Gadis itu menyeringai, tetapi terasa benar-benar ceria dengan taburan kelopak mawar merah muda, dia mengangguk dan mulai kembali fokus pada sebuah buku di depannya, menatap penuh minat benda itu diikuti oleh bibir yang maju beberapa kali; jika seluruh dunia berpusat di sana.
Jeno mengawasi dalam diam, tidak mengalihkan sesaat pun atensi dari si kutub, menyimpan semua hal yang mereka lewati untuk terukir tajam dalam ingatan, karena ... sial! Tiga puluh menit adalah waktu yang singkat jika digunakan pada kegiatan mengagumi gadis itu.
"Waktunya pulang." Aera bersuara, memecahkan keheningan di antara mereka, atau mungkin menyadarkan lelaki itu untuk kembali pada kenyataan; tatapannya terlihat seperti lelaki tua yang tertarik pada anak di bawah umur.
"Iblis kecil!"
Gadis itu mengangkat bahu, menyimpan semua buku sebelum beranjak ke pintu utama dengan Jeno berada dalam jarak satu meter di belakangnya. "Sana!"
"Aela," desah Jeno frustasi, tetapi lebih terdengar seperti sebuah rengekan menggelikan jika menurut pendapat Aera.
"Sana!" kata gadis itu, dengan nada yang lebih tegas dan keras, memegang hati-hati lengan baju Jeno untuk mendorongnya ke luar rumah. "Bye." Aera mengakhiri tepat ketika pintu kayu dibanting kuat.
Jeno mencibir, menatap penuh dendam pada benda lebar di depannya, suatu waktu dia akan merusak pintu itu agar bebas keluar masuk dan bertemu Aera.
Dia benar-benar melakukannya jika itu adalah sebuah penghalang untuk kedamaian dunia perjuangan, dan Aera adalah gadis yang kejam untuk detik ini!
🦋
"Kau membuatku tidak bersemangat dengan pemandangan kusut di wajahmu," komentar Haechan, mendorong pelan bahu lelaki di sampingnya dengan sebelah tangan berisi makanan, tetapi yang dilakukan Jeno adalah merebahkan tubuh secara dramatis dan estetik di atas kasur tempat mereka berkumpul.
Sekelompok manusia berotak seimut biji mentimum sedang berada di gudang belakang rumah Jisung, mereka menghabiskan akhir pekan dengan makan, makan dan makan!
Definisi manusia 'girlfriend eobseo'.
"Janan gwanggu, dia sedang shimulasi ditinggal Aela pelgi." Lucas menyahuti dengan mulut terisi penuh, membuat beberapa makanan beterbangan di udara dan sedikit tidak layak untuk disebut elegan, karena itu menjijikan.
"Aera mengusirku, padahal aku mempersiapkan pertemuan itu dua hari sebelumnya."
"Apa yang kau lakukan?" Haechan bertanya bingung, dia tahu bahwa Aera sedikit sarkas dan dingin, tetapi dia tidak yakin jika gadis itu adalah makhluk yang jahat.
"Sudahlah," cicit Jeno, tangannya terselip ke dalam paha dengan posisi meringkuk . "Mana Jaemin?" lanjutnya saat menyadari ada anggota yang kurang dari mereka.
"Jaemin masih berkabung."
"Kenapa?"
"Kau! Bahkan tidak tahu jika Jaemin sedang berada di posisi tersulit dalam hidup."
"Katakan saja, Echan."
Haechan mengambil satu potong besar daging ayam, kemudian memasukkan ke dalam mulut hingga membuat pipi gembil itu mengembung. "Kekasihnya baru saja meninggal."
"Apa?" Jeno membulatkan mata, wajahnya jatuh pada ekspresi terkejut sangat keras. "Kenapa kau bisa sangat santai mengatakannya?"
"Ya ya ya! Kau ingin aku menangis saat menceritakan itu? Dia kekasih Jaemin, bukan kekasihku!"
"Terserah sajalah, hati nurani eobseo." Jeno mencibir, kemudian ikut mengambil makanan di sana. "Bagaimana bisa? Kekasihnya sakit?" Dia kembali bertanya, sangat tidak puas dengan apa yang sudah diketahui.
"Kau ingat kecelakaan di Distrik Gangnam?" tanya Lucas sambil mengelus perut yang terisi penuh dengan sumber nutrisi.
"Kecelakaan beruntun?"
"Iya, pacar Jaemin salah satu dari 9 korban meninggal."
Mendengar perkataan Lucas membuat Jeno bergidik, ia tidak bisa membayangkan jika Aera berada di posisi itu.
Aera memang bukan pacarnya, tetapi Jeno cukup frustasi jika si kutub kembali hilang dari jangkauan, terlebih jika itu selamanya.
"Kasihan sekali Jaemin," komentar Jeno, kelam dan suram, sebelum meminum susu toberi yang ada di atas meja.
"Hyung, aku membawa satu porsi dada ayam." Jisung baru saja kembali dari arah rumahnya, membawa satu porsi jumbo sumber nutrisi untuk dibagikan kepada mereka semua.
"Lagi?" tanya Lucas.
"Daripada terbuang," jawab si kecil.
Haechan celingukan, menggigit daging di tangan kanannya dengan tatapan mengarah pada sumber suara. "Ambilkan plastik, Jeno. Kita harus membawa pulang dada ini ke rumah."
Ah, abaikan kalimat terakhir Haechan, dia adalah definisi shy eobseo!
Hey, sorry for typos ye..
Aku mau cerita.
Aku cape bgt hari ini dari pagi ampe skrg,
Ini aku post waktu istirahat hikd,
Sekian.
Jeno be like :
"Terimakasih sudah mengikuti kisahku dan Aera sejauh ini, silakan krisar, ah kalian ingin aku melakukan apa dengan gadis itu di hari berikutnya?
Misalnya ciuman basah dibawah naungan senja?"
/Emot bulan gosong/
Pai pai bby, see you ~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro