Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 19

Aera menghela napas yang terasa seperti kelima kali dalam sepuluh menit terakhir, dia duduk dengan sopan di meja sementara pikirannya berkeliling entah ke sudut bumi belahan mana. 

Kelas hari ini terasa sedikit suram ketika bangku terakhir hanya diisi oleh udara dingin. Oke, Aera tidak terlalu peduli dengan seluruh teman sekelasnya, tetapi tidak ketika Jeno adalah teman yang menjadi topik pembicaraan sekarang. 

Dia sedikit khawatir, hanya sedikit! 

Oh, mungkin bukan khawatir, tetapi Aera merasa bahwa Jeno sakit karena hujan yang mereka lalui malam itu, dan dia juga sedikit ikut berperan di sana.

Terdengar lebih baik untuk menjadi sebuah alasan, Aera tidak peduli! Tentu saja, dia hanya merasa bertanggung jawab karena membawa lelaki manja itu pulang di tengah hujan lebat.

Dia memutar kepalanya menghadap meja belakang. "Echan, Jeno separah itu?" Dia bertanya dengan wajah yang terlihat seperti siap berkelahi, terima kasih banyak karena untuk sebuah pertanyaan itu pun Aera harus berperang dengan otaknya sendiri.

"Apa?" 

Si kutub berdecak, wajahnya jatuh pada kedua alis yang mengerut, terlihat sedikit kesal, sebelum berubah menjadi lebih netral. "Jeno kenapa tidak sekolah?" 

"Ah, itu kan ... kau tetangganya, kenapa bertanya padaku?"

"Dan kau temannya!"

Haechan manggut-manggut, membawa tatapannya pada meja yang berada di belakang. "Tetapi aku tidak bertemu dengan Jeno." Dia memberitahu, menunjuk meja lelaki itu dengan sebuah senyum di wajahnya, dan entah untuk alasan apa senyum itu mekar.

"Baiklah," kata Aera, kembali membawa tatapannya pada buku yang ada di meja, dia merasa jika ini hanya akan buang-buang waktu.

Teman-teman Jeno adalah manusia luar angkasa, dan Haechan yang terparah di antara mereka semua! Setidaknya untuk beberapa hal.

-

Aera terpejam, menikmati sinar matahari dan angin lembut yang mencumbu wajahnya begitu tiba di atap sekolah, juga nyanyian burung gereja di celah-celah kayu usang menyambut kedatangan gadis itu.

Ia memilih tempat yang terlihat sedikit teduh dari teriknya matahari, untuk beberapa saat sinar itu hanya terasa hangat, tetapi tidak jika berada di bawahnya selama jam makan siang.

Itu akan terasa seperti terbakar. Tentu saja!

Aera membuka kotak ungu yang selalu dibawanya sebagai tempat bekal, meski terkadang biru muda ikut bergabung untuk itu. 

"Apa ditelpon saja?" Dia bergumam tiba-tiba, ketika mulutnya menerima satu sendok penuh daging ayam, dan dia sedang membicarakan lelaki manja sekarang. "Lagi pula tidak akan ada yang tahu."

Gadis itu mengambil ponsel sebelum mendial nomor dengan nama kontak J di sana, dan entah untuk alasan apa Aera sedikit was-was jika menyimpannya dengan nama lengkap. 

Dua dering pertama terlewati dan lelaki itu belum juga menjawab, Aera bertaruh jika dering kelima belum ada yang berbicara, maka dia akan memblokirnya. Dengan senang hati! 

"Henlo!"

Aera tersenyum, terlihat bersinar terang dengan mata indah miliknya, dan entah untuk alasan apa sesuatu dalam rongga dada sedikit menggelitik hingga bagian perut. Oh, mungkin karena ini pertama kali dia menyapa, terasa seperti pertama kali melakukan pidato di depan kepala sekolah!

Gugup dan berdebar! Mungkin. 

"Kau menelponku, Aera?"

Jika pada sebuah komik, maka bunga merah muda yang sedang bersemi di sekitar Aera berubah menjadi awan gelap pada detik pertama, gadis itu mendengus. "Oh, aku salah sambung," katanya, memutar mata dengan rasa ingin mengumpat yang tinggi. 

Sebuah tawa yang berat mengalun di seberang, itu terdengar seperti bukan suara lelaki dewasa yang menggairahkan, tetapi lebih ke seseorang dengan tenggorokan yang bermasalah, mungkin daftar penyakit Jeno bertambah satu lagi. "Aku bercanda, Aera," katanya, kemudian terdengar helaan napas berat. "Apa kau di atap?"

"Apa kau melihatku?" Aera membawa tatapan pada seluruh sudut yang terlihat, jaga-jaga jika ternyata sebuah kamera tersembunyi sedang menangkap bayangan dirinya.

"Tidak," kata Jeno, selembut beludru. "Itu kebiasaanmu ketika jam istirahat." 

Aera hampir berpikir bahwa tidak ada orang yang akan mengingat sesuatu tentangnya sedetail itu. But seriously, Jeno? Lelaki itu kurang kerjaan, tetapi tetap saja! Aera sedikit merasa senang atas apa yang ia dapatkan. "Ah, baru selesai makan," katanya. "Bagaimana kabarmu?" 

"Ini tidak enak, seluruh tubuhku sakit."

Aera menggigit bibir bagian bawah, otaknya jatuh pada memikirkan kata yang tepat agar tidak terlalu kaku untuk dilepaskan. "Apa kau akan mati sebentar lagi?" Itu bagus, sebuah kalimat yang manis dan hangat.

"Apa kau ingin bertanya bahwa aku sedang sekarat atau tidak? Tentu tidak, Aera. Jangan khawatir."

"Aku tidak," balas Aera, sedikit tinggi pada nada yang pertama. "Aku tidak khawatir," jelasnya lagi dengan sebuah keyakinan yang mutlak, dan entah untuk alasan yang mana dia sedikit panik sekarang. 

"Oh, begitu? Baiklah, kau tampak tidak khawatir." Lelaki itu mengakhirinya dengan sebuah tawa kembali mengalun, terdengar seperti seseorang yang baru saja mendapatkan hadiah peri di dalam kado ulang tahunnya.  

Aera memutar mata, apa-apaan?! "Yeah," komentarnya terdengar sedikit kesal, dan dia merasa sangat tidak punya pekerjaan sekarang, sebagai gantinya membawa jemari untuk mengitari kotak ungu muda dalam pangkuan, membuat beberapa pola acak di sana.

"Kau bisa berkunjung, jika senggang." Jeno memberitahu, yang lebih terdengar seperti sebuah kalimat permintaan.  

Senyum Aera kembali merekah nakal, ia mendongak pada langit biru dengan wajah yang lebih cerah. "Jika tidak ada hal lain yang bisa dilakukan."

"Terdengar sangat tidak ikhlas," komentar Jeno. "Tetapi baiklah." 

Aera ingin tertawa pada sebuah nada yang Jeno keluarkan, kenapa lelaki itu terdengar seperti sedang merengek dengan suara beratnya. "Sampai jumpa." 

Tidak butuh sebuah balasan bagi Aera untuk mengakhiri panggilan, dia bangkit dan beranjak setelah memastikan ponselnya tersimpan dalam saku. 

Tangannya bergerak untuk merapikan rok yang terlihat kusut sebelum memutar knop pintu berkarat di depan sana. Dan bagus! Belum sempat pintu itu terbuka olehnya, sebuah dorongan yang kuat sedikit menghantam tubuh kurus si kutub. 

Dia benar-benar akan terjungkal jika saja tangannya tidak jatuh pada daun pintu, Aera memegang itu seperti harapan terakhir untuk hidup. Sial!

"Ah, sorry! Kukira tidak ada orang." Sebuah suara yang cukup feminim atau bahkan terdengar sangat centil keluar dari bibir gadis itu.

Baiklah, gadis itu, gadis yang mendorong pintu.

Penampilannya terlihat jauh dari kata biasa, jika Jeno dan teman-teman lain adalah makhluk luar angkasa, maka gadis ini jenis baru untuk semua omong kosong itu.

Rambutnya merah terang mengalahkan kilauan matahari, mari sedikit membuat hiperbola di sini, tetapi serius! Baju yang dikenakan ...,

Ah, jika ukuran badannya L, lebih baik dia tidak mengenakan baju dengan size S, karena demi apa pun! Itu membuat Aera pusing bahkan hanya dengan sekali lihat.

"It's ok," kata Aera datar, seperti biasa.

Gadis itu tersenyum, memainkan rambut dengan pandangan jatuh pada tubuh Aera, ia membawa tatapannya dari ujung rambut hingga ujung kaki sebelum kembali tersenyum lebih lebar dari yang pertama.

Aera merasa gadis itu punya gangguan mental, dan dia benar-benar butuh untuk beranjak dari sana. 

Dasar tidak waras!

Wassap!

Aku kembali setelah 2 minggu ditelan bumi

Thanks untuk yang masih setia sama Jeno dan Aera.

Aku bener bener berterimakasih karena uda mau mampir dan kasi komentar yang membuat hidupku sedikit lebih terang, wkwk apasi.




Lonjwin yang neomu neomu neomu kiyopta ㅠㅠ

Jangan tertipu dengan wajah polos ini

Daaaaahhhhh >,<

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro