Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 18

Aera tidak tahu dengan jelas alasan apa yang bisa dia katakan pada diri sendiri ketika kini kakinya berada tepat di depan pintu besar rumah Jeno.

Si kutub menghela napas, otaknya berputar pada kata antara tekan bel atau tidak, ini terlihat seperti sesuatu yang akan menjadi salah satu pilihan tersulit di alam semesta.

Ia kembali menghela napas, berat dan kelam, meyakinkan diri sendiri bahwa ini bukanlah suatu tindak kejahatan, Aera akan melakukannya.

Tepat ketika tangan kanannya terangkat untuk menekan benda berwarna putih di dinding sana, pintu kayu dengan polesan coklat tua terbuka, dan Aera baru saja berpikir bahwa itu terjadi karena semacam tenaga magis, tetapi terlihat tidak masuk akal saat seorang lelaki berdiri di balik pintu dengan kepala menyembul ke luar.

"Aera," katanya, tanpa perlu seseorang untuk bertanya, itu lebih terlihat seperti sesuatu yang dilakukan karena sebuah keterkejutan atau merasa bersalah, entah untuk alasan apa.

Lelaki itu membulatkan mata dengan wajah yang ceria, tubuhnya dibawa untuk keluar dan berjarak dekat dengan si kutub. "Pantas saja tidak asing." Dia berkomentar, membawa bibirnya untuk melengkung dengan tampan pada wajah yang rupawan. "kau tumbuh dengan baik, cantik dan beraura merah muda."

Ah, oke! Itu terlalu frontal untuk dua orang yang baru saja bertemu, dan Aera merasa tidak satu pun yang berada di lingkungan Jeno bisa dikategorikan dengan kata normal. "Ya?"

"Taeyong," katanya, memasukkan tangan ke dalam saku celana dan menyeringai entah untuk alasan apa.

Aera menangguk ringan, sedikit membiarkan bibirnya untuk melengkung dengan indah. "Taeyong Hyung." Ia mengakiri dengan kaku atas apa yang baru saja terucap.

"Kau memiliki syndrome Hyung atau semacamnya?" tanya Taeyong, memiringkan kepala dan menatap Aera dengan mata yang menyipit, terlihat seperti seseorang mencari letak kuman atau bakteri di atas donat dengan selai merah di tengahnya.

"Ah, mungkin sesuatu yang serupa," kata Aera, dia benar-benar merasa bahwa memanggil seseorang dengan sebutan atau apa pun yang terdengar seperti kata Oppa akan terlihat sedikit centil, thank you, next! Dia tidak akan pernah menyukai itu.

"Not bad," komentar Taeyong sebelum membuka pintu di belakangnya dengan lebar, mempersilakan gadis beraura pink manis untuk masuk ke dalam.

"Hanya menitipkan ini," ucap Aera cepat, menyodorkan sebuah plastik biru muda yang sedari tadi berada di tangan kirinya.

"Sesuatu untuk Jeno?" Lelaki itu mengangkat sebelah alis dengan wajah jatuh pada sebuah ejekan, terlihat seperti seorang kakak menggoda adiknya yang duduk di bangku TK dengan embel-embel kencan, manis dan menyebalkan dalam satu waktu.

"Uhm, yeah! Sesuatu."

-

Jeno terpejam dan mencoba untuk tetap bernapas di atas ranjang, entah untuk alasan apa tubuhnya menjadi lebih kacau sekarang.

"Jeno!"

Baiklah, ini akan menjadi sangat kacau ketika Taeyong kembali berteriak, Jeno merasa bahwa berada dalam lingkaran dekat dengan lelaki itu sedikit membuat tubuhnya bereaksi lebih gelap.

Ia semakin menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut abu tua. "Jeno sedang berada di Hogwarts," sahut si kecil dengan suara sedikit terdengar seperti gadis centil.

"Oh." Taeyong membuka pintu, kepalanya menyembul ke dalam kamar dengan aroma lelaki dewasa di setiap sudut. "Seorang gadis cantik beraura merah muda dan wajah sedikit rata mengirimkan sebuah bingkisan." Dia menyeringai dengan bahagia ketika melihat Jeno bangkit dan duduk di atas ranjang, meski hampir terjungkal ke belakang karena rasa pusing yang tiba-tiba datang.

"Aera?" tanya Jeno, meremat rambut belakangnya dengan mata terpejam, ternyata virus hujan benar-benar membuat lelaki itu mati gaya.

"Mungkin," jawab Taeyong berpura-pura tidak yakin, mengangkat kedua bahu dengan wajah sedikit mencebik. Ia menyodorkan plastik biru muda ke depan wajah adiknya, memberikan benda itu seperti sebuah dokumen rahasia negara.

Si kecil memutar mata. "Tidak ada gadis lain yang merah muda dan suram di waktu bersamaan," komentarnya atas apa yang coba Taeyong permainkan. Ia membuka sebuah kotak ungu muda yang berada dalam plastik dan menemukan selembar sticky notes.

"Lekas sembuh atau mati saja!"

Tawa Taeyong meledak pada sesuatu yang gadis itu tempelkan di sana, sebuah kata yang terlihat sangat manis dan gelap pada satu waktu. "Dia memang merah muda dan suram," katanya, membawa sebuah wajah ejekan pada Jeno yang sedikit merengut sekarang.

"Ini sangat manis untuk seukuran Antartika yang berjalan," komentar Jeno, menyimpan tulisan itu di bawah bantalnya, terlihat seperti sebuah harta karun yang sangat berharga.

Taeyong memutar mata atas apa yang Jeno katakan, ia merasa bahwa adik kecilnya sedang dalam masa pubertas dengan pipi yang memerah karena demam atau sesuatu yang lebih berdebar. "Dia tumbuh dengan estetik."

Jeno menyeringai. "That's my girl." Wajahnya jatuh pada sebuah ekspresi heroik yang terlihat seperti lelaki dewasa dengan pekerjaan menyelamatkan dunia. Oh, baiklah! Itu terdengar sedikit menggairahkan.

"Kau sudah dewasa," kata Taeyong. "Tepat ketika keran air menyala tanpa hal apa pun selainnya." Lelaki itu mengakhiri dengan sebuah seringai yang lebih tajam, memberikan finger love manis ke arah Jeno sebelum melangkah keluar dari sana.

Jeno pikir, dia adalah lelaki yang normal. Tentu saja!


🦋


"Aera?!" Nyonya Kim membawa sebuah ucapan kami pulang dengan meneriakkan nama Aera, wanita itu melepaskan sepatu merah dengan hak tinggi untuk digantikan menjadi sandal yang lebih nyaman. Ia memasuki ruang makan, diikuti oleh Tuan Kim yang juga baru tiba di rumah.

"Ya, Mom," sahut Aera, membawa kakinya untuk berlari menuju sumber suara, dia baru saja selesai dengan sesuatu yang terlihat seperti mencoba untuk hidup. Ya, belajar. Tentu saja!

"Makanan kesukaanmu," kata Nyonya Kim, mengangkat beberapa barang yang berada di tangannya, menunjukkan pada Aera dengan bibir yang melengkung indah.

Aera tersenyum dan berharap jika itu terlihat seperti bersungguh-sungguh. "Ah." Ia ikut bergabung, meletakkan makanan di atas meja dan menatanya dengan rapi sebelum memulai makan malam.

Ini terlihat seperti sebuah kebiasaan yang mereka lakukan bertahun-tahun lalu, tetapi dengan rasa yang berbeda.

Semua tidak lagi terasa nyaman, tepatnya setelah Tuan Kim mendidik atau terdengar seperti menyiapkan gadis itu sebagai penerus untuk suatu mesin penghasil uang, mari mempersingkat dengan kata perusahaan.

Terdengar sangat menggiurkan, tetapi juga bisa menjadi hal yang paling menyebalkan di dunia untuk beberapa alasan.

Benar-benar menyebalkan ketika dia dipaksa untuk menjadi sempurna dalam segala bidang, padahal konsep alam adalah tidak ada manusia yang bisa menjadi sempurna. Terima kasih banyak karena Aera termasuk dalam kategori itu.

Dia dilatih mandiri, lebih terlihat seperti dipaksa untuk mandiri dari segi apa pun yang ada di muka bumi.

Awalnya tidak terasa seburuk itu, tetapi seiring waktu berjalan banyak hal yang berubah dan menjadi semakin menuntut.

Rumit, gelap, kelam, dan menakutkan.

Hidupnya hanya berputar antara belajar, menjaga sikap, terlihat elegan, menjadi yang pertama, juara kelas, dan semua omong kosong serupa. Monoton, terasa mati bahkan ketika masih menghirup udara.

Di sisi lain, Aera juga bukan seseorang yang senang berbagi waktu dengan manusia berkedok teman di luar sana, atau lebih terlihat dengan 'tidak lagi'. Namun, bukan berarti dia adalah gadis penyendiri yang membosankan.

Hanya berkumpul dengan hangat bersama keluarga. Sesederhana itu, tetapi sangat sulit untuk dilakukan, entah untuk alasan apa!

Terkadang terlintas pemikiran bahwa ayahnya hanya butuh kesempurnaan yang ia miliki, bukan pada Aera dengan semua jati dirinya.

Itu menyakitkan untuk menjadi sebuah kenyataan, kerap kali menimbulkan senyum sinis jika Aera merenungkannya.

Kadang pula, dia ingin bersikap acuh pada apa yang menjadi beban di pundaknya, kenapa harus repot-repot memikirkan keinginan mereka? Kenapa merasa tidak enak jika mengabaikan itu semua?

Alasannya hanya satu, karena Aera peduli!

Dia tidak ingin mengecewakan!

Aera berpikir bahwa mengikuti alur seperti air yang mengalir akan membuat semua menjadi semakin mudah, tetapi kenapa itu terasa sangat berat untuk dilakukan?

Dia terjebak, dalam dunia yang dimanipulasi dengan kata hidup sempurna. Berteman dengan kesepian, rasa sakit, dan semua hal keruh yang ada di muka bumi.

Mungkin tidak buruk mengobati luka tanpa bantuan orang lain, tetapi di sebuah sudut terdalam, Aera merindukan senyum lebar serta sebuah pelukan hangat dari orang yang peduli padanya.

Merindukan tawa lepas di sebuah ayunan saat senja sedang menyapa.

Dia benar-benar hilang dan tenggelam.

Jika, hanya jika waktu bisa untuk diulang, Aera tidak ingin menjadi dewasa, atau mungkin tidak ingin memiliki sebuah perusahaan.

Hanya hidup dengan banyak tawa bersama kedua orang tuanya.

Hanya itu!

Jika kebanyakan dari mereka di luar sana menginginkan sesuatu yang mewah, mahal, dan berkelas, Aera hanya berharap sebuah pelukan yang terasa seperti rumah kembali merengkuh jiwanya.

Aera benar-benar menginginkan itu, setidaknya sebelum kematian datang.

"Aera?"

Gadis itu terkesiap, jemari lentiknya menggenggam kuat sendok dan garpu. Ia mendongak, menatap sang ibu yang baru saja bersuara. "Ya?" gumamnya, sedikit bergetar dengan sesuatu yang bergemuruh dari dalam dada, terasa seperti sebuah benda keras dipaksa untuk masuk ke sana.

"Makan," kata Nyonya Kim dengan sebuah senyuman di wajahnya.

Aera mengangguk, kemudian melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan, makan dengan tenang diiringi melodi dentingan sendok dan piring, memecahkan keheningan yang menggantung malam itu.

Kalem, Bro! Aku pikir ini tidak terasa sedih sama sekali, tidak ada setetes air pun yang keluar dari mata 'kan?

Aku gadis dengan hormon yang baik, sesuatu yang menyakitkan hampir tidak terasa padaku, wkwk. Bercanda, heh!

Ini hanya sepenggal kisah hidup Aera dengan semua tekanan batinnya.

/Nangis di pojokan!

Bye, world.


Jangan lupa bersyukur!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro