Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 17

Pagi senin yang cerah. Ah, sebentar, tidak ada istilah yang terlihat benar untuk mengatakan bahwa senin adalah sesuatu yang cerah! Tidak, setelah menikmati liburan menyenangkan pada hari minggu dan berakhir dengan mengencani rumus atau semua teori besoknya. Thank you very much!

"Kenapa kau memakai turtleneck?" tanya Renjun dengan sopan, sangat sopan ketika matanya menyipit penuh curiga pada lelaki yang duduk di bangku seberang.

Mereka berada di kantin sekolah ketika jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi, menikmati beberapa roti bakar atau sekedar bersiul nakal pada wanita dengan rok mini. 

"Aku tidak merasa bahwa ini musim dingin atau udara yang mendadak seperti Aera," komentar Lucas atas apa yang baru saja berputar di kepalanya, dan itu terlihat seperti sebuah fakta ketika cuaca bahkan terasa sedikit marah pada semua makhluk di bumi.

Haechan menyetujui, menatap Jeno dengan sebuah kaleng minuman di celah bibirnya. "Kecuali jika di sana tersembunyi beberapa kissmark, maka baju setebal itu benar-benar harus untuk digunakan."

"Itu terdengar seperti sesuatu yang dewasa," kata Jisung, menyeringai dengan nakal pada lelaki yang berada di sampingnya.

Jeno memutar mata, memang sejak awal ini tidak terlihat seperti hal yang bagus untuk dilakukan, mengingat bahwa temannya sedikit cepat tumbuh dewasa dengan semua pikiran mereka. "Aku terserang virus hujan." Dia memberitahu, tangannya menyeka sesuatu yang keluar dari lubang hidung, sedikit lengket jika disentuh.

Renjun membuat eskpresi jijik pada hal yang baru saja ditangkap oleh penglihatan. "Kau sebaiknya menghabiskan waktumu di atas tempat tidur."

"Aku pikir itu akan berguna," kata Jeno.

"Wajahmu seperti tomat busuk." Haechan mengakhiri dengan sebuah tawa yang meledak keras, menikmati pemandangan itu untuk disimpan sebagai bahan ejekan nantinya. 

"Terima kasih banyak." Jeno menyahuti dengan senyum yang kejam, dan tepat ketika bibirnya ingin bergerak, sebuah bersin yang keras diikuti beberapa serpihan cairan keluar dari sana, ia meringis atas apa yang baru saja terjadi.

Secepat gemuruh menyusul cahaya semua penghuni meja menjadi sedikit suram, menatap Jeno dengan sepasang mata yang tajam, tidak terlihat senang dengan hal yang menimpa mereka.

"Ew," kata Chenle, wajahnya jatuh pada ekspresi yang terlihat seperti seorang dengan hal paling menjijikan di dunia.

"Katakan jika kau sudah bosan hidup."

Jeno kembali meringis ketika mulut Renjun mengeluarkan sebuah suara yang lebih terdengar seperti ancaman. "Tidak sengaja."

"Apa aku akan terkena virus hujan juga?" 

Haechan menepuk pelan bahu lelaki yang baru saja mengeluarkan suara. "Tenang, Jisung. Kita hanya akan memerah seperti tomat busuk," katanya. "Tidak akan mati."

Lucas tertawa, itu terdengar bagus untuk diketahui, dia membawa pandangannya pada semua sudut yang ada kantin, seseorang yang sedang dicari terlihat seperti akan duduk dan menggoda para gadis di sebuah meja. "Di mana Jaemin?" Dia bertanya, membuat pertengkaran kecil yang sempat terjadi sedikit mereda, fokus mereka teralihkan sekarang.

"Berduka dengan muram," kata Renjun, ia menunjukkan pesan yang Jaemin kirimkan padanya semalam.

"Kekasihnya meninggal?" Jeno menyipitkan mata, menatap benda yang bersinar redup dengan beberapa tulisan di sana. "Iya, ya Tuhan."

"Itu sedikit menyakitkan," komentar Lucas.

Mereka menyetujui, untuk beberapa hal itu tidak terlihat seperti sesuatu yang menyenangkan untuk dilalui, sedikit gelap dan dalam.

Jeno bersyukur bahwa Lucas menanyai itu, membuat mereka lupa pada hal terakhir kali yang dilakukan, semua berlalu dengan cepat, dia akan membawa beberapa tisu besok, jika masih terasa demam. Terdengar buruk ketika beberapa virus-nya tersebar di udara.

-

Jeno melangkah sedikit cepat, atau lebih terlihat seperti berlari kesetanan, dia membuat masalah kecil di kantin sekolah, ketika bel masuk sudah berbunyi tidak satu pun dari mereka yang berada di sana berniat untuk mengangkat pantat sebelum guru datang dan menangkapnya.

Lelaki itu tiba lebih dulu di pintu kelas daripada teman tetangga mejanya, ia menghela napas, perlahan dan dalam, mencoba mengatur kembali detak jantung yang hampir meledak dengan pekerjaannya. 

"Kau kenapa?"

Jeno benar-benar merasa bahwa jantungnya meledak ketika sebuah suara bertanya tepat di samping telinga. Dia terkesiap dengan berlebihan, seperti biasa. "Aera," desahnya frustasi, menatap gadis itu dengan pandangan tidak santai.

Aera menyeringai. "Di rumahmu juga ada anjing liar?" Ia mengakhiri dengan sebuah ejekan, kemudian berjalan pada meja yang menjadi miliknya.

Jeno mendengus. "Terserah," komentarnya sebelum ikut bergabung dengan gadis itu, dia duduk dengan sopan di bangku sembari menunggu dua teman idiotnya tiba, sedikit resah juga ketika memikirkan bahwa mereka ternyata berhasil ditangkap.

Aera merenung, menatap Jeno melalui celah bahu, memastikan bahwa penglihatannya tidak salah pada apa yang terlihat, Jeno memerah. "Kau sakit?" Si kutub bangkit, berjalan sombong ke arah Jeno sebelum menempatkan tangannya pada kening lelaki itu.

Dia terpejam ketika tangan lentik Aera bertengger di sana, menikmati hal manis itu dalam damai. "Aku demam," kata Jeno dengan lembut, tetapi lebih terdengar seperti sebuah rengekan yang sangat beraura merah muda.

Bibir Aera terbuka untuk melayangkan sebuah kata sebelum siulan dari pintu membuatnya diam dan memundurkan langkah, gadis itu memutar mata, menatap pada dua teman Jeno yang menyamar menjadi bocah menyebalkan, Jeno tentu saja ikut di dalam sebuah kata 'menyebalkan' itu.

"Lucas, badanku memerah karena alergi pada sesuatu yang uwu," kata haechan dengan nada yang tidak santai, ia bergelayut manja pada lengan kokoh teman tingginya, atau lebih terlihat seperti bayi monyet menempel pada ibu mereka.

Aera merasa tidak perlu ada teriakan kedua untuk kembali pada mejanya, ia beranjak dari sana dengan kaku. "Cepat sembuh," gumam gadis itu tanpa menatap lawan bicara.

Jeno tersenyum, yang terlihat seperti sedang tersipu pada perkataan Aera, kemudian membawa tatapan ke arah dua temannya yang kini berada di meja mereka. "Kalian makhluk luar angkasa," komentarnya dengan muram.

Haechan memiringkan kepala. "Kenapa? Karena kami pintar?" 

"Atau mengganggu waktumu dengannya?" Lucas sepenuhnya tepat sasaran.

"Menurutmu?"

Lelaki tinggi itu membulatkan mata. "Aera Kim!?" panggilnya dengan suara seperti ledakan nuklir, dan membuat Aera mengerang frustasi. "Jeno menyukaimu."  

Untuk beberapa saat, tubuh Aera sedikit tegang, ia meremat pulpen di tangan kanan, sedikit menunduk ketika semua mata menatap penuh minat dengan reaksi yang akan diberikan. "Oh," katanya, terlihat sangat tidak berminat, tetapi akan berbeda jika detak jantung bisa berbicara, mereka bekerja keras di dalam dadanya. 

Seisi kelas bergumam kecewa, dan Jeno termasuk di dalamnya, tetapi dia jelas terlihat sedikit lebih gelap daripada aura yang ada di sana. 

"Dinginnya seperti kulkas," komentar Lucas.

Haechan mengakui, sepenuhnya setuju pada apa yang dikatakan lelaki tinggi itu. "Perjuanganmu akan berat." Ia menepuk bahu Jeno dengan sebuah ekspresi sedih di wajahnya, mencoba menyemangati dari patah hati sebelum kencan.

Jeno merasa perutnya berputar dengan tidak nyaman, ia menghela napas, lebih dalam dibandingkan dengan beberapa saat yang lalu, kali ini kabut gelap ikut keluar dari sana. "Aku merasa seperti di Jupiter."

Thanks for reading! hope u enjoy it.

Btw, Jeno terlihat imut ketika sedang demam, kkkk.

Semoga harimu menyenangkan <3

Sampai jumpa, Ai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro