Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14

"Tidak buruk," komentar Aera ketika tubuhnya berbaring di atas rumput dengan dedaunan hijau sebagai atap.

Ia menelisik, membawa seluruh atensinya pada apa yang terlihat di depan sana, air sungai memancarkan berlian ketika matahari menembus permukaan mereka, juga burung camar yang menari mondar-mandir di atasnya; seperti seseorang yang terlibat dengan kejahatan negara.

Merebahkan diri sembari menunggu Jeno kembali terdengar menyenangkan untuk dilakukan, mereka tiba di tempat tujuan ketika matahari berada tepat di atas kepala, ini sudah jam makan siang tentunya.

Jeno sedang membeli beberapa hal yang bisa mereka gunakan untuk mengganjal lapar.

Dari kejauhan, Jeno menangkap tubuh kurus Aera yang sedang berbaring dengan pandangannya.

Gadis itu merentangkan kedua tangan dengan satu lutut sedikit terangkat, terpejam damai ketika sinar matahari yang lolos dari celah dedaunan mengenai bagian wajah, juga angin sejuk membawa mahkota karamel sedikit bergerak nakal.

Aera nyaris sempurna dengan semua yang terlihat sekarang.

Lelaki itu mempercepat langkah dengan hati-hati. Berusaha keras agar Aera tidak menyadari keberadaannya. "Hap," kejutnya, ketika susu kotak yang dingin dan sedikit basah ia tempelkan di pipi Aera. 

Si kutub baru saja merasa bahwa jantungnya bermigrasi ke lambung ketika rasa terkejut memenuhi jiwa raga, dia terkesiap, sangat dramatis. Tubuhnya terduduk paksa dengan sepatu yang berada di tangan sedikit terangkat, bersiap untuk melindungi diri dari hal berbahaya. "Ya Tuhan," desahnya. Kemudian menurunkan kembali senjata itu.

Tadinya, Aera berpikir bahwa sesuatu yang menempel di pipi terasa seperti obat bius atau kebodohan semacam mereka, dan cukup melegakan ketika tahu bahwa pelakunya adalah Jeno, meski setelah itu rasa jengkel kembali datang. "Kau idiot."

Aera juga mempelajari satu hal, bahwa tidak ada istilah pasrah ketika berada di alam bebas yang berbahaya. Dia harus tetap terjaga dengan waspada, monster dan alien bisa datang kapan saja untuk membunuhnya.

Jeno tertawa keras. "Aku melatih kekuatan jantungmu," katanya dengan santai, bahkan ketika wajah Aera masih dalam ekspresi horor. Ia meletakkan semua belanjaan di atas rumput. "Kita akan melakukan yang sedikit lebih berbahaya, nanti." Lelaki itu merekahkan senyum teduh, awalnya. Kemudian berubah sedikit lebih licik.

Si kutub memutar mata. "Terserah, aku akan mati kelaparan sebentar lagi," keluhnya dengan sedikit nada cibiran. Ia mulai menyusun semua makanan di atas rumput dan kembali mengerang kesal ketika mereka bahkan tidak membawa tikar.

What the hell Universe!?

Jeno dan persiapannya yang sangat memicu terserang stroke. 

"Bukan salahku," jawab Jeno, ia menggigit batang rumput selagi menunggu Aera siap dengan semua makanan mereka. "Harusnya kau membawa makanan, seperti sebuah kotak bekal berwarna ungu muda, kita bisa menikmatinya berdua." Tiba-tiba Jeno tersipu, lelaki itu tersenyum dan mendekat pada gadis yang memasang wajah datar. "Terdengar bagus untuk menjadi kenyataan."

Aera meletakkan botol minum dengan kasar, matanya sedikit menyipit ketika mengarah pada lelaki dengan senyum idiot di wajah. "Aku lapar," katanya. Kemudian mulai membawa makanan ke dalam mulut.

Jeno mengejek dengan lihai, bibir bawahnya maju beberapa senti untuk melengkapi kegiatan itu. "Keras kepala." Dia memberitahu.

"Tolong bercermin, Tuan Muda Jung yang terhormat."

Jeno hampir tidak pernah merasakan perutnya berputar ketika seseorang jelas-jelas sedang mengejeknya, tetapi itu terjadi sekarang. Kupu-kupu sedikit bergerak rusuh dari perut hingga bagian dada, menggelitik dengan menyenangkan.

Ia mengunci tatapan pada wajah Aera yang mengembung dengan makanan. Untuk beberapa saat, Jeno merasa seolah dunia dijatuhi kelopak bunga mawar merah ketika gadis itu mengedarkan pandangan, dengan mata bulatnya.

"Kau kenyang hanya dengan melihat orang lain makan?" tanya Aera tiba-tiba, tetapi tidak membawa matanya untuk tertuju pada Jeno, dia jelas terlihat sedikit menghindari tatapan lelaki itu.

Jeno tersenyum, lembut dan menenangkan. "Ah, ketahuan, ya?" Dia mengakui, dan itu hampir terdengar seperti sebuah rengekan.

Aera seketika merasa isi perutnya ingin keluar. "Yang benar saja!" katanya dengan nada yang lebih tinggi dibanding terakhir kali.

Jeno menjatuhkan pandangan pada kotak makanan di dalam genggaman, membuka benda itu untuk mendapatkan isinya. "Jadi." Dia bergumam rendah ketika mata sekelam lautan dalam kembali terangkat, tepat di pantulan bayangnya. "Kau cantik, bagaimana caranya untuk mengalihkan perhatian darimu?" Lelaki itu menyeringai, gelap dan berbahaya, lalu berbisik, "Ajari aku." 

Pemandangan netra Aera terlihat indah ketika gadis itu terkejut, membulat dengan lugu, menjadi candu bagi Jeno untuk terus melakukannya. 

Ia menahan napas, untuk —entah berapa saat. Menyelami lautan dalam yang berada pada kedua bola mata Jeno, terlalu sulit untuk membawa pandangan ke arah lain, karena lelaki itu adalah pemandangan paling indah di alam semesta, untuk saat ini.

"Kau sudah bosan hidup, ya?" kata Aera, meski harus melewati drama tersedak sebelum berbicara, ia mendapatkan suaranya ketika berhasil menjatuhkan pandangan kembali pada kotak makanan.

Itu bukan hal sulit untuk dilakukan, tetapi dengan kondisi sekarang terasa tidak mudah juga.

Jeno merekahkan senyum malaikat, yang lebih terlihat seperti psikopat. "Apa itu panas?" Dia bertanya tenang, hampir terasa seperti bisikan. "Kau memerah." 

Bagus, lelaki ini punya penyakit semacam jiwa liar yang bisa datang kapan saja, dan terdengar sedikit berbahaya bagi wanita.

"Kau pedofil liar," kata Aera.

Suara tawa terdengar keras setelahnya, membuat burung camar yang sedang bersantai sedikit terperanjat dan memilih untuk terbang. "Baiklah, lanjutkan makan." Jeno benar-benar tidak merasa bahwa dia sedang mengencani anak di bawah umur sekarang. "Aku bercanda." Dia berujar tidak santai ketika wajah Aera masih merengut padanya.

Si kutub diam, melanjutkan makan dengan tenang meski keinginan untuk menendang lelaki itu terasa sangat besar, ia berpikir bahwa dunia tanpa Jeno terasa sedikit lebih damai.

"Kau punya wishlist untuk dilakukan?" Jeno kembali membuka mulut setelah dirasa Aera kehabisan topik, atau lebih terlihat seperti mencoba menahan diri, dan Jeno tahu bahwa dia sedang mengendalikan jiwa anarkisnya dengan keras. 

Jeno sangat menghargai itu, dia juga berusaha keras untuk menahan tawa ketika wajah yang Aera pasang seperti banteng mengamuk.

"Tidak!" 

"Ayo buat wishlist."

Aera benar-benar merasa bahwa lelaki ini punya banyak hal membosankan dalam dirinya, sesuatu yang akan dilakukan terasa sangat klise. "Untuk apa?" tanya Aera dengan nada terdengar pelan.

"Menikmati hidup, tentu saja!"

Gadis itu mengangkat bahu, tidak menjawab. Sebagai gantinya, ia membawa tangan kanan terangkat ke atas, mengacungkan jari tengah dengan bibir sedikit menyeringai. 

Aera bisa menjadi gadis seperti itu untuk beberapa saat.

Wajah Jeno terlihat murung dan sedih. Dengan tenang, ia mengambil ponsel dari saku celana, kemudian memposisikan untuk menangkap gambar Aera, dan Aera juga terlihat nyaman dengan posisi itu, hingga melakukannya dalam waktu yang lama.

"Aku akan mengirim ini pada Tuan Kim," kata Jeno, kemudian membawa kembali ponselnya ke dalam saku. "Dan mengatakan bahwa putrinya tumbuh menjadi sangat dewasa." Ia menyelesaikan kalimat dengan wajah licik dan angkuh, seperti lelaki murung tadi bukanlah dirinya.

Jeno juga bisa menjadi lelaki seperti itu untuk beberapa hal.

"Kau akan menghapusnya." Aera memberitahu, atau mungkin sebuah perintah. 

"Terima kasih banyak."

Aera mengerang. "Kau akan melakukan itu," katanya dengan penekanan disetiap kata.

"Who's the bos? Who's the king?" Jeno mengangkat dagunya, menatap Aera dengan sebelah alis terangkat, terlihat sangat serius atas apa yang sedang dia bicarakan, dan terlihat sangat angkuh untuk banyak hal.

"Jeno!?"

"Jangan berteriak, Aera." Jeno memiringkan kepalanya. "Buat wishlist dan kita berdamai."

Aera menghela napas, dalam, berat dan lelah. Dia baru saja melupakan fakta bahwa lelaki ini adalah anak bungsu dari keluarga berada, yang semua keinginannya harus terpenuhi, dengan cara apa pun.

Mari membuatnya singkat, Jeno itu keras kepala! 

"Di mana aku harus menulisnya?" tanya Aera dengan wajah yang terlihat seperti seorang pegawai baru saja dipecat dari pengabdian sepuluh abad. 

Jeno menyeringai, kemudian mendorong ponsel pada gadis di depannya. "Kau suka dipaksa ternyata," katanya. "Tulis apa pun di sini." Dia mengakhiri dengan sebuah kedipan mata pada Aera, yang terlihat seperti lelaki berusia 40 tahun sedang mengajak gadis kecil untuk bercinta.

Aera benar-benar merasa bahwa lelaki ini memiliki bakat menjadi pedofil liar, sangat alami.

Ia mulai menulis apa pun yang dikatakan Jeno bagus untuk menikmati hidup, yah, apa pun itu. Sesuatu yang sedikit memiliki keinginan untuk dicoba.

Wishlist bersama Jeno.

· Bermain ke pantai

· Menonton di bioskop

· Membuat api unggun

· Hujan hujanan

· Melihat sunset

· Jalan jalan sore

· Bersepeda

"Ini terlihat seperti bayi besar," komentar Jeno ketika matanya membaca satu-persatu daftar keinginan Aera. "Tetapi imut," pujinya dengan senyum yang merekah.

Aera merasa bahwa itu hangat untuk sesaat, meskipun sedikit menyebalkan.

Mari lihat, bagaimana semua ini berjalan. 

Btw, i love this part, lol.

Ah, ya! Di tempat kalian masih daring? Atau sudah tatap muka?

Awkay, cukup untuk hari ini, sampai jumpa.

Dan terima kasih untuk jejak, juga waktu yang kamu luangkan <3

Banyak cinta <3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro