🌤️9. Girl, Remember That I'm Your Defender✨
KELAS saat itu ramai, riuh dari obrolan tiap meja membumbung jadi satu danーlagi-lagiーuntuk kesekian kalinya, Young So hanya dapat menahan diri menanggung malu.
Rasanya dalam tiap bangku ada saja yang meliriknya ganas, entah ditambah senyum sinis memuakkan atau malah pelototan mata sebab sirik juga dengki. Entahlah, ia sendiri tidak yakin bila harus menyebut itu sebagai tanda-tanda sirik. Tadi dirinya dipermalukan di depan nyaris satu sekolah, memangnya apa masih ada siswa 'waras' yang ingin menggantikan posisinya? Gadis itu toh tidak diberi kesempatan untuk kembali berkoar soal kegalakan serta pembelaan terhadap diri sendiri, sebab semua orang seolah tutup telinga. Semuanya sia-sia.
Kini, yang melekat pada nama 'Min Young So' di sekolah hanyalah dua gelar yang sama sekali tak dapat dibanggakan; pertama, kekasih pemuda tertampan di sekolah yang terus membela dalam masalah apapun bahkan sampai terlibat dalam konflik 'berdarah-darah'; kedua, gadis dengan 'omong kosong besar' (well, katanya galak nyatanya bisa juga ditaklukan oleh Seokmin) yang bermasalah dengan kakak kelas.
Gelar yang payah. Sangat memalukan.
Tetapi kalau kembali dipikir-pikir, pembelaan Wonwoo empat puluh menit lalu bukannya tidak berguna bagi Young So. Efeknya besar, sangat besar sebab kini tak ada lagi siswa yang berani melayangkan makian dalam bentuk kata atau kalimat secara langsung di hadapannya. Sindiran berkurang, nyatanya sebagian besar dari mereka (atau justru keseluruhan) takut dengan ancaman Wonwoo barusan dan malah memilih untuk menebar benci di belakang punggung.
Wonwoo itu gila, tetapi terkadang, kegilaannya bisa menjadi berguna untuk seseorang.
Sedikit berguna, walau jujur saja, Young So juga tidak berharap pembelaan Wonwoo untuk dilakukan di depan umum. Sudah ia bilang, ia tidak butuh siapa-siapa. Ia bisa menyelesaikan semua masalah sendiri, toh kalau tak ada Wonwoo, Young So yakin ia tidak akan masuk dalam headline berita web yang dibaca ratusan siswa.
Namun kalau ditelaah lebih jauh, lambat-laun semua ucapan pada akhirnya menjadi bumerang bagi diri sendiri. Well, Young So tidak menyangka nyatanya si otak licik Hye Sang memiliki sepupu gila yang lebih nekat, mulutnya beribu kali lebih pedas dan karena pemuda itu, kini Young So benar-benar masuk dalam liang masalah.
Dan anehnya, si Jeon itu tetap membantu, tak peduli sesukar apa keadaan yang berlangsung.
Tulus tidak, ya? Hah, yang benar saja. Pemuda seperti Wonwoo pasti mengharapkan sesuatu yang lebih. Tak perlu dipikir terlalu jauh. Young so tahu taktik pria; tak akan ada yang rela bertahan sejauh ini kalau tak menginginkan sesuatu. Iya, pasti begitu.
Jam self-study sore setelah makan siang kini berlangsung. Dari jendela kaca dapat nampak matahari menyembunyikan diri, mungkin enggan untuk terlibat dalam suasana panas hati siswa tiap kelas.
Young So menghela napas berat, membuka buku teks dan mulai mencoba untuk memusatkan fokus serta konsentrasi pada puluhan soal yang terpapar. Tatkala jemarinya baru menggenggam pensil, tiba-tiba namanya diserukan. Kali ini bukan hanya dalam bisikan, bukan pula dalam gosip yang didengungkan dengan suara pelan.
Gadis itu mendongak, poninya yang panjang terjuntai ke bawah tepat tatkala iris coklatnya berbinar; terpana sebab yang menyebut namanya barusan adalah pemuda yang sama yang tadi gila-gilaan membelanya di koridor.
Mau apa dia?
Sontak kelasnya menjadi ricuh.
Gadis-gadis menahan napas dan beberapa justru memekik tanpa suara. Siswa-siswa memberi godaan dengan siulan juga kalimat yang ditanggapi Wonwoo dengan tawa. Pemuda itu masuk dengan percaya diri, berdiri tepat di depan meja Young So di barisan paling belakang dan langsung mengulas lebar.
Mengejutkan. Jeon Wonwoo selalu penuh kejutan. Bahkan penampilannya sekalipun, semua menjadi sebab mengapa Young So bungkam dan kaku sesaat.
Fakta bahwa kini Wonwoo datang tanpa mengenakan salah satu bagian terluar dari seragam; yakni blazer biru navyーyang biasa ia pakai tanpa pernah dikancing, kemudian dasi maroon bermotif garis khusus untuk siswa lelaki yang terpasang acak-acakan pada dada serta kedua kancing paling atas terbuka bebas membuat Young So jelas mengernyit tak suka.
Resah. Terlalu berantakan. Ditambah keringat yang menetesi kening sampai membasahi leher jenjang dan turun mencapai kedua tulang selangka laluーoke, itu sudah cukup.
Untuk penampilan, untuk membuat 'terpana', well, di mata Young So, Jeon Wonwoo gagal total.
Memang mengepel adalah pekerjaan yang berat, ya, sampai berkeringat begitu?
Namun yang sama sekali Young So tidak sadariーmungkin gadis itu terlalu fokus akan penampilan Wonwoo yang berantakanーadalah ketika pemuda itu membawa sebungkus mochi strawberry dengan isian red bean berukuran medium dan langsung meletakkan cemilan itu di atas meja Young So.
"Aku membelinya khusus untukmu, kudengar kau suka mochi strawberry?" Wonwoo tersenyum miring, matanya yang setajam elang nyatanya mampu membuat orang terbuai alih-alih merasa takut.
Young So mengernyit. Aroma musk samar-samar masuk dalam indra penciumannya, bercampur keringat namun anehnya, sama sekali tidak ada aroma tak sedap. Sekarang gadis itu bertanya-tanya seberapa banyak parfum yang Wonwoo kenakan tadi pagi.
Wonwoo menepuk puncak kepalanya pelan, singkat dan kelewat cepat bahkan sebelum Young So dapat berkata-kata. "Masalah tadi tidak usah dipikirkan." Pemuda itu kemudian mencondongkan tubuhnya mendekat pada Young So, menyeringai lebih lebar tatkala berbisik, "Kau tahu, Seokmin dan Hye Sang memang orang-orang nekat, tapi kau mampu membuat mereka bungkam hanya dalam sekali ucap. Aku tahu aku tak pernah salah memilih kekasih."
"Aku pergi dulu, sebentar lagi kelas Tuan Joo akan berlangsung dan aku tidak ingin mendapat hukuman tambahan sebab terlambat masuk kelas. Dimakan cemilannya, oke? Sambil memikirkanku juga tidak apa-apa." Tawanya mengudara. Sebelum pemuda itu berbalik dan pergi meninggalkan kelas, Young So yang masih mematung di tempat sebab bingung ruh halus apa yang merasuki Wonwoo hingga menjadi begitu baikーbaik, tetapi anehーlagi-lagi dibuat mengernyit saat tiba-tiba pemuda itu mengedipkan satu mata dengan seringai miring hingga giginya terlihat.
Dan gadis-gadis memekik dalam napas tertahan yang nyaris terdengar seperti suara cekikan. Kemudian riuh tambah menjadi-jadi tatkala para siswa malah tertawa menggoda.
Young So menundukkan kepala, berusaha bersikap tak acuh dengan keadaan sekitar. Ia tahu, namanya mungkin tak akan pernah lepas dari gelar sebagai kekasih Wonwoo di sekolah. Tidak sekarang, atau besok lusa, tidak dalam waktu singkat.
Entah harus menganggap sebagai sebuah keuntungan, atau malah kutukan.
***
Jam berlabuh begitu cepat. Kini malam menyambut, rasa lelah juga kantuk yang menggantung pada pelupuk mata rasanya membuat Young So ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan berbaring tidur alih-alih mengerjakan proyek serta tugas rumah yang baru diberikan. Namun ini Seoul, dimana pendidikan adalah nomor satu, dimana semua usaha yang kauhasilkan di sekolah tak akan berarti kecuali kau sampai pada satu titik bernama kesempurnaan. Jadi membereskan laptop dan buku-buku pelajaran di laci meja, gadis itu baru memikirkan niat untuk mengunjungi perpustakaan dan meminjam beberapa paket Fisika ketika tiba-tiba namanya disebut.
Young So menoleh, menghela napas pelan ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya sekarang. Jeon Wonwoo. Tersenyum lebar hingga lesung pipinya terbentuk. Kali ini blazer serta dasinya sudah terpasang dengan benar, walau tetap blazer itu tidak dikancingkan sebagaimana mestinya.
Sedikit mengejutkan kalau pemuda itu bisa sampai ke kelasnya dengan begitu cepat, padahal kelas mereka terpisah cukup jauh; dari ujung ke ujung (walau masih dalam satu lantai yang sama). Well, Jeon Wonwoo itu memang mengejutkan.
"Apa?" tanya Young So datar tanpa menatap Wonwoo lebih lama. Gadis itu masih mengatur lembaran kertas dalam map plastik bermotif bunga miliknya sebelum memasukkan benda itu ke dalam tas.
Wonwoo menatapnya lekat dan lembut. Sama seperti tatapan yang biasa ia beri pada Young So tiap bertemu. "Aku ingin menunggu gadisku berberes supaya kita bisa pulang bersama."
"Tidak mau," sahut Young So, "aku bisa pulang sendiri."
"Baiklah, kalau begitu aku akan mengantarmu sampai halte bis? Lalu aku akan mengikutimu pulang agar dapat memastikan bahwa kau sampai ke rumah dengan selamat. Bagaimana?"
Young So mendengkus, meresleting tas setelah memastikan laci mejanya kosong dan semua barangnya telah dimasukkan dalam tas. Barulah gadis itu mempertemukan irisnya dengan bola mata Wonwoo yang pekat nan tajam. Namun memikat. Sial. "Tidak perlu. Aku tidak butuh."
Wonwoo nyatanya tak menyerah saat Young So memilih pergi. Pemuda itu cepat mengejar dan mensejajarkan langkahnya saat mereka berjalan di koridor bersama. "Kalau begitu, anggaplah aku melakukan ini untuk diriku sendiri. Tidak untukmu, dan tidak akan mengganggumu. Aku merindukanmu, kau tahu? Dan aku yakin kau juga sedang merindukanku."
"Tidak," sahut Young So apa adanya, kali ini terdengar sedikit kesal sementara Wonwoo malah terkekeh pelan.
"Iya, iya, aku tahu kau masih malu untuk mengakui rasa rindumu di depan umum." Pemuda itu mengangkat bahu tak acuh. "Well, tidak apa-apa. Setidaknya aku masih bisa memandang wajahmu untuk satu jam ke depan. Ah, bagaimana kalau kita mampir ke kedai kopi di pinggir jalan? Kita bisa mengobrol berdua. Ide bagus, bukan?"
Satu hal paling menyebalkan dari Wonwooーselain semua buaian yang menggelikan itu, ia suka sekali berbicara keras-keras. Entah sengaja atau tidak, atau memang dasarnya pemuda itu suka mencari atensi serta memamerkan perhatiannya pada kekasihnya di depan umum.
Young So bahkan harus memutar bola mata saat berusaha menghindari tatapan jengah siswa-siswi lain. Koridor berangsur ramai, banyak siswa dari kelas berbeda bertemu dan merencanakan untuk ke klub weekend ini. Young So masih tidak mengerti kenapa mereka mau menghabiskan waktu serta uang dalam tempat pengap yang berisik itu.
"Tutup mulut, Bodoh. Aku tidak mau dicap sebagai gadis murahan lagi karenamu."
Wonwoo nampaknya tidak terlalu peduli dengan kalimat Young So, sebab setelahnya pemuda itu malah mengalungkan lengan pada bahu Young So sembari berjalan beriringan keluar gerbang sekolah.
Terkejut? Young So rasa ia tidak punya alasan untuk terkejut dengan kegilaan Wonwoo yang selalu datang tiba-tiba.
Gadis itu menggeliat risih. "Apa, sih, pegang-pegang?" Barulah setelah sampai di ujung jalan dimana tak ada lagi tatapan terror siswa, Young So menepis tangan Wonwoo dan menatap pemuda itu dengan alis berkerut kesal. "Dengar, Jeon Wonwoo, kau mungkin merasa tidak mengerti bagaimana gosip dan buli mengambil ahli hidupmu di sekolah. Gadis-gadis menggilaimu dan semua siswa tidak berani mencari masalah sebab kau dihormati. Tetapi, aku?" Ia menghela napas panjang.
Wonwoo masih menunggu dengan sabar.
"Sekarang, pergilah. Berkali-kali kubilang, aku tidak butuh pembelaanmu. Aku bisa menjaga diriku sendiri, jadi jangan ganggu aku."
Reaksi yang Wonwoo berikan nyatanya tidak sesuai dengan apa yang Young So bayangkan. Sejujurnya gadis itu membayangkan Wonwoo akan ternganga, terkejut dan menggeleng sedih lalu melepasnya. Dan ia akan sendirian lagi, lebih baik sebab ia sendiri tidak minta untuk ditemani siapapun.
Tetapi, tidak.
Pemuda itu menyisir rambut dengan jari-jarinya sebentar. Wajahnya yang elok dengan rahang tajam disertai pipi tirus itu masih dapat menampilkan senyuman bahkan di sela-sela emosi lawan bicaranya. Wonwoo selalu begitu. Tersenyum dan tertawa saat Young So kesal dan marah di hadapannya secara terang-terangan, kemudian ia akan memajukan kepala beberapa senti ke depan, menatap lebih intens dan dekat netra lawan bicaranyaーpersis seperti yang ia lakukan sekarang.
"Bukankah sudah kubilang bahwa kau gadisku? Memangnya aku harus melakukan apa lagi selain membelamu? Menciummu untuk yang kedua kali di depan para siswa?" Ia tertawa. "Tidak masalah, lagipula sudah lama aku tidak merasakan sensasi manis bibirmu. Pasti akan menyenangkan."
Young So berdecak sambil mundur beberapa langkah. "Tidak, tidak akan. Kau tidak mendapat inti pembicaraanku, ya? Mengerti tidak, sih, bahwa semua yang kaulakukan malah memasukkan kita ke dalam liang masalah yang semakin dalam? Seokmin sunbaenim, Hye Sang, hukuman Nyonya Ahn, lalu gosip para siswa. Aku tidak ingin terlibat dalam masalah apa pun, cukup sampai sini saja. Aku saja masih tidak mengerti kenapa kau mau menyeret diri dalam adu mulutku dengan Seokmin tadi."
"Maksudmu, pembelaan yang tadi kulakukan?"
Young So tidak menjawab, hanya menatap Wonwoo dan pemuda itu langsung menyambung, "Dengar, Sweetie, aku tidak pernah keberatan untuk membelamu di depan siswa. Aku melakukan itu untuk mengangkatmu dari lubang masalah yang diciptakan Cecunguk Sialan itu. Memangnya salah bila aku ingin melindungi kekasihku sendiri?"
Gadis itu tidak membalas. Jadi Wonwoo melanjutkan dengan senyum terulas lembut dan mata teduh yang terus terpaku pada wajah gadisnya. "Sudah kubilang, aku melakukannya karena kau gadisku. Caci-maki siswa hanyalah sampah, masalah yang datang pun akan berlalu tetapi kau dan aku tetap bersama. Jadi jangan pernah takut, sebab aku yang akan membelamu di saat kau lengah dan lelah."
Young So terpanaーsebentar saja, tiga detik saja. Dan itu rasanya memabukkan. Buaian itu memang racun paling ampuh untuk meluluhkan hati wanita, Benar sekali. Namun, tidak. Ia tidak akan tertipu.
Tidak boleh.
Sebab Young So sendiri paham, Jeon Wonwoo ini bukannya mengatakan hal demikian dengan tulus. Hei, memangnya ada playboy mesum yang mampu berbicara kata-kata manis begitu pada satu wanita yang 'katanya' paling ia cinta?
Young So yakin tidak ada. Itulah mengapa, ia hanya membuang wajah lalu kembali mundur untuk menjaga jarak. Saat Wonwoo mengernyit barulah gadis itu berseru membalas, "Puitis sekali. Tetapi perlu kuakui bahwa kau benar. Cacian adalah sampah dan masalah yang datang akan berlalu. Tetapi aku akan bertahan. Sendiri. Tidak denganmu, atau dengan siapapun lagi."
"Oh, ya?" Wonwoo menaikkan satu alis. Senyum menggodanya diulas, kepalanya dimiringkan bersamaan dengan kedua telapak tangan yang dijejalkan dalam saku celana. Angin malam menerbangkan surai hitamnya, berkibas dan menutupi mata. "Cantik, kau ingat bahwa manusia tidak akan bisa berdiri sendirian. Kau butuh seseorang untuk mendampingimu, kau butuh seseorang untuk terus mendorongmu di belakang dan mengangkatmu kala kau jatuh. Dan itu adalah aku. Akui saja, Sayang."
Young So tidak menjawab, hanya membalikkan badan dan tanpa berpamitan langsung menyebrang jalan. Wonwoo sempat mengernyit, namun memutuskan untuk tidak mengejar, hanya berteriak sembari melambai kendati tahu tidak diperhatikan, "Semoga bulan mengantarmu pulang dengan selamat dan memimpikanku dalam tidurmu! Selamat malam, Kekasih!"
Mungkin itu yang akan menutup malamnya. Ia sendiri sudah kepalang senang, baru berbalik dan memikirkan seberapa cantik Young So ketika marah tatkala irisnya menemukan presensi seorang wanita di belakangnya tepat.
Tubuhnya menegang sesaat.
Bukan sebab sepasang iris wanita yang gelap itu menatapnya sembari menyipitkan mata, bukan pula karena turtle neck polkadot cerah yang ia kenakan kontras dengan langit malam. Bukan juga soal rindu atau buncahan rasa apa pun, Wonwoo berani bertaruh, jantungnya nyaris berhenti berdetak sebab terlalu terkejut dengan yang ia lihat, tidak menyangka wanita itu akan datang dan menemuinya kembali.
Hari ini.
"Kakak?" []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro