🔥4. The Real Gentleman Will Always Ready To Get Hurt🌪️
SEHARUSNYA ia membolos saja hari ini.
Young So yakin ia tidak akan menyesal, kendati pagi ini ada kuis mendadak dan siapa pun yang tidak hadir akan langsung mendapat nilai C tanpa toleran. Hah, siapa peduli? Kalau dengan masuk dan mengikuti kuis Sejarah membawanya pada jurang tercuram dan neraka penuh ular berbisa, maka jawabannya adalah tidak. Lebih baik membolos dan melihat nilai merah di rapot dibanding harus berpanas-panasan dan menahan derita di tengah iblis-iblis yang tak henti mendesiskan kalimatnya yang jahat. Peduli setan dengan semua nilai itu, lagipun mereka tak dapat dijadikan jaminan untuk bahagia, untuk apa khawatir?
Well, tetapi kalau boleh membela diri sedikit, sebenarnya ada beberapa alasan lain yang Young So yakini menjadi dasar pertimbangan untuk dirinya tetap masuk dan bersikap senormal mungkin; melaksanakan kewajiban sehari-hari tanpa tekanan, seolah memang ia baik-baik saja.
Hell, no. Tentu ia tidak baik-baik saja. Memangnya siapa gadis bodoh yang masih dapat masuk ke sekolah seperti biasa setelah dipermalukan habis-habisan? Dengan rok tersingkap dan dipermalukan di hadapan seluruh siswa, kemudian diolok sebab warna pakaian dalamnya merah jambuーmemang apa yang salah dengan warna itu?
Mungkin setelah ini, Young So harus memakai celana pendek ketat berwarna hitam yang dibeli tahun lalu sebagai antisipasi kalau-kalau ia terjatuh dan roknya tersingkap lagi. Setidaknya semua mata mesum siswa tak dapat melihat warna pakaian dalamnya dan menjadikan itu bahan olok setiap hari.
Hal paling menyebalkan adalah saat di mana seluruh siswa menggodanya luar biasa dan ia tak dapat membalas apa-apa. Wajahnya langsung merah padam dan mungkin pilihan yang tepat hanyalah pura-pura tak mendengar dan berangsur pergi. Siulan bersahutan setiap kali ia lewat, Young So mencoba menatap tajam pelaku namun mereka hanya menyegir sembari mengedipkan sebelah mataーtak ada yang tanda-tanda takut atau hormat sedikitpun. Kalaupun ada, itu hanya sebagai godaan sementara sebelum mereka kembali terbahak bersama kawannya.
"Hei, apa warna pakaian dalammu hari ini? Merah marun dengan gambar kelinci atau bagaimana?"
"Jangan berbicara sembarangan. Galak galak begitu dia sukanya memakai motif bunga."
Young So hanya bisa mengumpat dalam hati. Para siswa itu malah dengan santai meliriknya pergi dengan menundukkan kepala sedalam-dalamnya.
Bukan hanya itu, kau pikir gadis-gadis akan diam saja? Bak ular berbisa, semua sengatan dan racun dikeluarkan lewat kataーbukan hanya secara frontal seperti yang tadi Young So hadapi ketika berhadapan dengan geng seniornya, tetapi juga melalui surat tanpa nama berisi terror yang disisipi dalam loker di koridor.
Sekolah benar-benar terasa seperti neraka sekarang.
Tak ada yang dapat disyukuri, kalaupun ada maka itu hanya satu; berita ketika dirinya jatuh kemarin tidak menyebar di web. Tidak ada foto, tidak ada bukti dan mungkin hanya makian siswa-siswi yang beredar di kolom komentar semakin bertambah. Tak apa, selama ia masih dapat menahan dan menanggung semua sendirian, maka semua akan baik-baik saja.
Sebab itu juga yang akan ibunya katakan ketika suasana bertambah runyam tatkala dulu ayahnya memutuskan pergi dari rumah, "Ibu tidak suka melihatmu menangis seharian! Diamlah! Lagipun semua akan baik-bakik saja, masih ada ibu di sini!"
Jadi tak alasan untuk ia menangis lagi.
Toh, kemarin Young So sudah cukup puas menangis seharian di hadapan seluruh siswaーair matanya tumpah tanpa dapat ia kontrol, dan sayang sekali sebab semua terjadi di depan Wonwoo.
Ah, Wonwoo. Jeon Wonwoo.
Tangan Young So mengepal tanpa sadar, kepungan amarah merasuk memenuhi otak. Mengingat senyuman licik Wonwoo, bagaimana ia muncul kemarin setelah puas menyaksikan 'pertunjukan' yang mengasyikkanーYoung So bahkan menduga Wonwoo juga ikut menjadi salah satu dari 'mereka yang tertawa' tatkala kemarin roknya tersingkap dan pakaian dalamnya menjadi tontonan. Masih ingat bukan seberapa mesum dan gilanya si Jeon itu?
"Berita besar! Berita besar! Sesuatu yang gawat terjadi!"
Lamunannya bubar, matanya lantas mengarah pada kedatangan seorang gadis bersurai ekor kuda yang mendadak masuk ke kelasnya dengan seruan heboh. Kelas yang tenang berubah riuh mendadak; siswa yang tengah menulis catatan langsung menghentikan gerakan tangan, gerombolan siswa di bagian belakang yang tertidur di meja mulai mengangkat kepala dan mata mengerjap pelan.
Young So tanpa sadar ikut mengernyit. Jam pelajaran berupa night self-studyーyang biasanya digunakan untuk tidur oleh beberapa siswa sebab terlalu lelah belajar seharianーsekejap mampu memberi sengatan luar biasa tatkala siswi itu melanjutkan dengan terengah, "Wonwoo!"
Baru nama Wonwoo dikumandangkan, para siswi langsung menjerit histeris, "Ada apa dengan Wonwoo? Apa ia kembali merayu gadis lain? Katakan, siapa gadis baru yang ia cium!" sahut Rae Won kerasーsalah satu siswi berotak udang yang 'katanya' tak bisa hidup tanpa foundation dan lip-tint. Young So lantas dapat merasa beberapa pasang mata mengarah padanya sementara ia membuang kepala tak acuh.
"Cepat katakan!"
Rae Won menggoyang-goyangkan bahu Sungmiーsetidaknya nama itu yang Young So ingat dari gadis dengan rambut kuncir kuda yang tadi meminta ijin ke toilet dan kembali setelah dua puluh menit sembari membawa kehebohan. "Jeon Wonwoo bertengkar dengan Seokmin Sunbaenim! Lee Seokmin, senior kita yang menjabat sebagai kapten basket tahun lalu!"
"APA?!"
Young So meringis pelan. Ah, kalau saja ada penghargaan suara paling sumbang dan dapat memekakkan telinga, mungkin gadis-gadis di kelasnya bisa meraih medali emas.
"Kau bercanda! Tidak mungkin! Lee Seokmin, sepupu Hye Sang yang tampan itu?! Ada masalah apa ia dengan Wonwoo?"
Sungmi mengangguk cepat. "Entahlah, tapi kurasa sesuatu yang besar dan tidak main-main. Mereka bahkan tidak segan-segan meninju satu sama lain."
"Apa mereka memperebutkanku kembali? Oh, astaga. Aku tidak menyangka ini akan terjadi. Dulu Seokmin Oppa memang pernah berencana untuk mengajakku berkencan, tetapi aku tidak tertarik karena Wonwoo lebih seksi. Bagaimana kalau mereka berdua terluka? Apa yang harus kukatakan pada Nyonya Ahn?" kata Rae Won histeris. Nada paniknya bahkan terdengar dibuat-buat. Palsu. Sedikit menjijikkan untuk ditangkap telinga normal.
Young So memutar bola mata. Dalam hati tertawa geli. Jadi cewek kok percaya diri sekali? Meski harus ia akui, Rae Won terlahir dengan wajah di atas rata-rata dan tubuh proposional yang terawat.
Dona menepuk pundak Rae Won pelan, mengibaskan tangan kirinyaーyang berhias gelang perak dengan bandul lucu-lucu untuk bahan pamerーdi sebelah wajah gadis itu sembari tertawa geli. "Jangan terus-terusan berhalusinasi. Meski dulu Wonwoo pernah menunjukkan tanda-tanda ketertarikan padamu, jangan lupakan fakta bahwa kemarin ia habis mencium Young So tepat pada bibir."
Tawa bergema. Young So lantas menatap Dona tajam.
Rae Won melirik Young So sengit, hanya lima detik kemudian kembali membalikan kepala sembari mengibaskan rambut bergelombangnya yang dicatok tadi siang. Young So sendiri tak mengerti mengapa ia mau menambah beban tas dengan membawa semua alat tak berguna itu. "Mungkin hanya pelampiasan nafsu. Lagipula kalau memilih saingan untukku, pilihlah yang standarnya lebih tinggi!" omelnya pada Dona, "jangan samakan dengan yang di bawah rata-rata dong!"
Kelas gaduh oleh sorak dan kekehan siswa. Young So benar-benar menahan diri untuk tidak membalikkan meja dan menampar pipi mulus itu dan menciptakan noda merah di sana.
"Sudahlah, jangan membicarakan yang tidak penting. Kalian yakin tidak mau melihat Wonwoo dan Seokmin sunbaenim adu tinju berdua? Aku berani bertaruh, Wonwoo akan memenangkan pertandingan!" ucap Sungmi penuh keyakinan.
"Tapi tadi mereka berdua seri, kok. Belum ada yang kelihatan lelah dan ingin menyerah," sahut Sungmi keras, membuat seluruh mata siswa kembali mengarah padanya. "Kalau tidak percaya ayo ke halaman depan sekarang. Banyak siswa berkumpul di sana untuk menyaksikan, tidak ada yang berani melerai. Kau tahu sendiri seberapa gila dan nekat kedua pemuda itu bila sedang marah."
Semua bergegas pergi. Kelas mendadak sunyi. Young So lagi-lagi ditinggal sendiri, dan gadis itu mendesah lega kemudian menenggelamkan kepala pada lipatan tangan di atas meja. Hah, pria itu mencari masalah lagi rupanya. Memang siapa peduli?
Well, mungkin semua siswaーtetapi tidak dengan dirinya. Seokmin saja ia tak kenal, lantas untuk apa berlarian seperti orang bodoh ke luar kelas dan menyaksikan perkelahian tak berguna itu? Ada banyak materi yang harus ia baca. Kuis sejarah saja hanya berakhir dengan nilai B minus, gadis itu yakin akan ada kuis ulang minggu depan.
Young So mendesah lebih keras, dalam hati berharap agar hari ini cepat berlalu, tanpa ada masalah yang menyeret namanya lebih dalam lagi.
***
Keramaian ini gila. Kerumunan siswa yang membabi-buta dari belakang nampak bak antrian para warga yang rela berbaris berjam-jam penuh dari subuh demi membeli tiket konser boyband terkenal. Gerombolan itu sampai menyumbat area depan gerbang, beberapa bahkan tak henti saling menyikut dan mendorong satu sama lain untuk menyaksikan 'pertunjukan' indah di pusat kerumunanーtepat di bawah tangga di depan pintu utama sekolah.
Tegang rasanya menyelimuti malam itu; tepat di saat semua mata tak henti menatap pada dua tokoh yang terus melempar makian serta tinju kendati keduanya sudah babak belur. Udara dingin jadi tak terasa, bisik-bisik serta beberapa gosip mengudara di tengah kalangan siswa. Mereka teguh pada idolanya masing-masing; beberapa membela Wonwoo dan beberapa yakin Seokmin akan menang. Namun tetap, tak ada yang berani mengutarakan sorakan di tengah-tengah amarah yang meluap.
Dari ekspresi saja, sudah sangat ketara seberapa besar masalah yang mereka peributkan.
"Sialan!" Wonwoo meraih kerah seragam Seokmin kasar, tak peduli kendari tangannya penuh keringat dan seragam lawannya juga usang oleh debu aspal. "Kau punya hak apa untuk mengatai Young So gadis murahan, hah?!"
BUGH.
Pekikan terkejut mengudara. Beberapa siswa yang tak tahan melihat bahkan menutup mulut tak percaya, sisanya jelas ternganga sebab Jeon Wonwoo baru saja melemparkan tinjunya secara kasar tepat pada sudut bibir seniornya sendiri.
Seokmin tak tinggal diam. Ia handal dalam berkelahi, memangnya untuk apa latihan tinju nyaris setiap hari kalau bukan untuk pembelaan seperti ini? Gantian gilirannya untuk menyerang; pemuda itu melempar tinju kuat-kuat dan berhasil tepat sasaran; pada pelipis Wonwoo yang sudah robek sedikit. Langsung tanpa menunggu lama, Seokmin menggunakan kesempatan itu untuk membalikkan posisi; mendorong tubuh ringkih Wonwoo hingga lima belas meter sampai punggungnya berhantam keras dengan tiang gawang sepak bola. Mungkin kepalanya juga, pemuda itu bahkan sempat mengerang pelan.
Area halaman depan sekolah mereka berhadapan langsung dengan lapangan outdoor yang sering digunakan untuk bermain futsal dan baseball antarkelas, terkadang untuk ujian lari yang melibatkan beberapa pelatih. Pikiran Seokmin berkelakar pada kemungkinan lainーseperti meninju wajah Wonwoo dengan tongkat baseball agar pemuda itu kapok dan tak lagi menghina sepupunya di depan umum, namun jelas itu tidak gentle sama sekali.
"Keparat sepertimu tidak layak untuk emosi!" Tawa sinisnya mengudara, ditatapnya mata lawan lekat kendati Wonwoo mencoba untuk melepaskan diri dari cengkraman Seokmin. "Kau sebut gadismu itu apa? Berkelas? Cih, memang gadis berkelas mana yang mempertontonkan celana dalamnya di hadapan banyak orang?"
"Kau benar-benar ..."
Wonwoo menggunakan lututnya untuk menyerang perut Seokmin. Seokmin sendiri tak bersiap apa-apa, jadi pemuda itu terkejut sebab rasa sakit menghantam tiba-tiba hingga cengkramannya lepas. Wonwoo tak diam saja, serangannya dilanjutkan dengan pukulan bertubi pada pelipis Seokmin. Berdarah. Lebam. Keduanya tersungkur di lantai dengan posisi Wonwoo menindih Seokmin. Posisi yang sangat strategis bagi Wonwoo untuk dapat memaki-maki dan meluapkan emosinya di sini.
Dicengkramnya kerah seragam Seokmin kuat-kuat. Peluh menetes pada pelipis. Dari jarak sedekat ini, Wonwoo dapat melihat bagaimana buruk wajah lawannya sekarang; darah mengalir di mana-mana, sudut bibir kirinya sobek, juga rambutnya yang berantakan. Jago tinju, katanya, tapi kok mudah dikalahkan? "Roknya tidak akan tersingkap kalau sepupumu yang berengsek itu tidak menjegal kakinya! Kau pikir aku tak tahu kronologi kejadian itu?! Gadis dengan otak licik sepertinya tidak pantas tertawa dengan tenang sementara Young So menanggung malu sendirian."
Hye Sang menangis lebih keras. Di sudut lapangan, tepat di ujung bawah tangga di mana tempat para siswa mulai datang untuk melihat pertengkaran lebih dekat, gadis itu hanya mampu membekap wajah sebab malu luar biasa. Wonwoo bukannya mengucapkan kalimat itu pelan untuk didengar oleh dirinya dan Seokmin saja, tetapi keras-keras; berteriak hingga suaranya serak dan Hye Sang yakin seratus persen, semua siswa yang berkumpul sekarang pasti mendengar hinaan itu.
Choi Hye Sang, ketua cheerleaders yang populer dan sering mendapat surat cinta rahasia dari lokernya, dipermalukan habis-habisan sekarang.
Mungkin pembelaannya hanya satu; Lee Seokmin, sepupunya yang berakhir babak belur sekarang.
Mendengar bagaimana sepupunya dikatai demikian membuat darah Seokmin naik bahkan sampai menggeram keras. Ia ingin sekali membalas. Bahkan tangannya sudah teracung mengangkat seragam Wonwoo namun teriakan Nyonya Ahn menghentikan semuanya.
"Jeon Wonwoo! Lee Seokmin! Apa-apaan ini?!"
Kerumunan siswa mendadak senyap. Isakan Hye Sang megudara. Nyonya Ahn menatapnya sebentar, berbalik lagi pada Wonwoo dan Seokmin yang masih saling mengunci posisi dan memegangi kerah seragam satu sama lain di pinggir lapangan. Debu memenuhi seragam, keringat memperburuk semuanya. Wajah yang penuh dengan luka dan darah seakan menjadi poin minus di mata gurunya sebab wanita itu sempat meringis pelan saat melihat keadaan siswanya.
Nyonya Ahn menghela napas, berkacak pinggang dan melempar tatapan garang. "Ibu tak mau tahu, kalian semua yang terlibat dalam perkelahian ini harus menemui ibu di ruang BK. Ibu yakin kalian akan mendapat masalah besar setelah kepala sekolah mendengar hal ini. Benar-benar memalukan!"
Namun mendengar ancaman demikian tidak membuat Wonwoo gentar. Pemuda itu hanya mendengkus geli, mengusap hidung cepat sebelum kemudian meniti pandang pada kerumunan sekeliling. Ia sudah berdiri sekarang, sudah mengebas seragamnya untuk membersihkan kain itu dari debu dan pasir aspal.
"Memangnya ada masalah apa yang membuat kalian seribut ini? Astaga, mau ditaruh di mana nama baik sekolah kita kalau tahu kelakuan siswanya kasar dan hanya tahu bertengkar?"
Mata Wonwoo mendadak terhenti pada satu titik. Senyumnya terulas meski tipis dan terkesan sinis. Lima detik diisi hening dengan teriakan Nyonya Ahn, Jeon Wonwoo justru mengakhiri drama malam itu dengan satu kalimat yang membuat napas seluruh siswa tercekik. "Ibu tanyakan saja pada si Keparat dan sepupunya yang penuh drama itu." Dagunya mengarah pada Hye Sang yang masih menangis terisak-isak. "Aku sudah bilang, tak ada yang boleh menyentuh gadisku sedikitpun. Tidak, walaupun kau gadis tercantik di seluruh semesta. Menjijikkan."
Mendengar umpatan demikian lantas membuat harga diri Hye Sang jatuh dengan rasa malu menimpa wajah luar biasa. Gadis itu sudah lelah berdiri sembari harus menahan tatapan janggal seluruh siswa yang menatapnya hina setengah kasihan, jadi tubuh mungilnya langsung berbalik dan menerobos kerumunan dengan entakkan langkah keras.
Sementara Young So masih berdiri di tempatnya; di barisan nomor dua paling depan, hanya dapat terpaku namun matanya masih tertuju pada Wonwoo. Pemuda itu masih menatapnya; masih tersenyum padanya dengan cara yang sama. Tak ada yang berubah kendati dirinya kacau dengan luka dan seragamnya kusut parah, kotor penuh debu, bahkan beberapa kancing lepas dari tempatnya hingga kaus dalamnya nampak.
Namun Wonwoo tetap tersenyum.
Dunia serasa beku saat pandangan mereka bertemu.
Young So mematung. Jemarinya meremas ujung rok kuat-kuat. Giginya gemeretak.
Seharusnya ia mengikuti kata hatinya tadi, untuk tetap diam di kelas sembari menunggu drama ini selesai.
Tanpa ikut campur apa-apa. []
Wonwoo galak. Tapi seksi, gimana dong? :(
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro