🌀37. How Could This Be Possible?🌫️
SAAT Wonwoo menghampiri bangkunya tiba-tiba dan dengan dingin berujar, "Ada yang harus kubicarakan. Ke atap sekarang juga.", Hye Sang tahu seisi kelasnya heboh seketika. Mereka norak, kalau ia boleh jujur. Sebab untuk apa berteriak tidak jelas? Untuk apa membulatkan mata dan membisikkan gosip kalau memang ini akan terjadi?
Bukankah skenario alam memang demikian? Lambat laun, pemuda tampan nan terkenal akan jatuh hati pada satu-satunya gadis yang sepadan dengannyaーyang bukan hanya cantik tetapi juga bereputasi baik.
Sudah ia duga, Wonwoo pasti akan bertekuk lutut.
Pasti.
Jadi tak mau terlihat 'gampang' dan berniat jual mahal untuk memberi pemuda itu pelajaran, sesampainya di atap dan melihat Wonwoo sudah menunggunya di ujung, Hye Sang lantas menegakkan dagu dan berkata, "Bukan hal biasa melihatmu mengajak bertemu di atap." Terkekeh pelan sembari mengibas rambut untuk menunjukkan kesan manis, gadis itu kembali berucap, "Jadi, ada apa? Kenapa mengajakku bertemu mendadak di tempat sepi begini?"
Alih-alih menjawab, Wonwoo malah memalingkan wajah dan menghela napas panjang-panjang. Butuh tiga detik untuk akhirnya pemuda itu berbalik dengan mata menyipit, berdecak pelan dan menyahut datar, "Aku yakin bukan hal istimewa bagi seorang Choi Hye Sang untuk bertemu mendadak di atap sekolah." Wonwoo mengendikkan bahu. "Para senior sering menyatakan perasaan padamu di tempat ini."
Menyatakan perasaan, dia bilang?
Oke, ini aneh tetapi well, cukup menarik. Seorang Jeon Wonwoo yang terkenal menempel lekat pada Young So bak jamur yang hidup bergantung pada inang. Namun sekarang, entah petir apa yang menyambar tiba-tiba atau badai topan mana yang menghadang mendadak, pemuda mesum seksi yang digilai satu sekolah ingin menyatakan perasaan padanya.
Atau setidaknya, begitu yang Hye Sang pikirkan sebelumnya.
Sebab belum lima detik berlalu, Wonwoo sudah mengibas tangan dan buru-buru berkata, "Oh, tidak. Jangan salah paham. Kau tidak berpikir aku akan menyatakan perasaan di sini, bukan?"
Hancurlah harga dirinya saat itu juga.
Hye Sang terpaku.
Sementara Wonwoo terkekeh santai. "Tidak asyik. Menyatakan perasaan tanpa saksi mata. Sama sekali bukan pria gentle. Tapi well, daripada mengulur-ulur waktu, lebih baik langsung ke intinya saja." Menjeda sejenak, pemuda itu menenggak saliva dan mengukuhkan hati sebelum bertanya, "Kau bilang apa saja pada para gadis?"
Hye Sang mengerutkan alis. "Apa maksudmu?"
Gantian Wonwoo yang melipat tangan angkuh. "Sudah tiga hari aku tidak masuk, dua minggu diskors, seminggu sebelumnya terkurung dalam ruang detensi. Selama itu pula, gosip apa yang kau sebarkan pada anak-anak kelas?"
Choi Hye Sang paling benci dipermainkan. Fakta bahwa Wonwoo meledeknya saja sudah membuat gadis itu geram luar biasa, apalagi kini saat pemuda itu secara langsung menudingnya tajam. "Wow, ini benar-benar menarik, Jeon. Kau tidak masuk tiga hari, selama tiga hari pula aku mengantar kisi-kisi dan pekerjaan rumah tiap malam ke rumahmu. Dan kini kau membalas perbuatan baikku dengan tuduhan. Bravo sekali."
Wonwoo terkekeh sinis. "Tuduhanku sama sekali bukan tuduhan tanpa alasan. Rumor bahwa aku meniduri gadis yang entah siapa saja membuatku nyaris gila, sekarang kau ingin menambah sensasi dengan berkata bahwa Young So-lah gadis itu?"
Hye Sang mendengkus tak sabar. "Kau mengajakku ke atap hanya untuk ini?" Tak butuh waktu lama untuk gadis itu menjejakkan langkah kaki keras-keras. "Buang-buang waktu saja."
"Astaga, keras kepala sekali."
Wonwoo berdecak keras, terpaksa berlari untuk mencegat langkah Hye Sang. "Kau tidak tahu akibat dari kekacauan yang kau buat? Bila ingin reputasimu terangkat, setidaknya jangan libatkan gadisku. Aku bahkan tidakー"
"AKU TIDAK MELAKUKAN APAPUN!"
Hye Sang menepis kasar genggaman Wonwoo. Kini netranya mulai berkaca-kaca, napasnya tersengal tak beraturan. "Tahu apa kau soal reputasi?"
Wonwoo bungkam, jelas tampak terkejut dengan reaksi spontan Hye Sang berusan.
Namun gadis itu tak kunjung diam. "TAHU APA KAU SOAL REPUTASI?!"
Agaknya kalimat Wonwoo tadi memang benar-benar menendang paksa amarahnya, sebab belum ada dua detik pekikannya mengudara, Hye Sang kembali meracau dengan notasi tinggi. "Apa pentingnya reputasi kalau kau selalu membuat aku terlihat rendah?"
Wonwoo mengernyit tak paham. "Apa maksudmu?"
Hye Sang memalingkan wajah dan berdecih sinis. "Aku tak mengerti mengapa kau berpura-pura bodoh begini." Ada jeda, saat itulah ia menegakkan dagu pongah dan irisnya sudah tak lagi berkaca-kaca. "Aku lelah, Wonwoo. Memang kau pikir menjaga reputasi baik sementara gosip beredar itu mudah?"
Reputasi baik.
Getir memenuhi rongga mulut. Saat itupun, Hye Sang tetap harus melanjutkan, "Seorang Jeon Wonwoo, pemuda tenar tampan yang berhasil mengencani Choi Hye Sang ternyata sudah berpaling pada gadis galak Young So. Seolah kau mencampakkanku. Seolah memang gadis bodoh itu jauh lebih baik dari Hye Sang."
Gadis itu mengangkat alis menantang. "Kau pikir mudah?"
Wonwoo sempat tercenung beberapa detik.
Jadi ini yang Hye Sang pikirkan?
Namun tatkala pemuda itu hendak menyahut, Hye Sang sudah terlebih dulu mengangkat sebelah tangannya dan menyela, "Sudah cukup. Aku lelah. Cari saja gadismu dan jangan ganggu aku."
"Kau pikir hidup hanya soal reputasi?"
Langkah Hye Sang terhenti.
Di belakangnya, Wonwoo berkacak pinggang sembari tertawa merendahkan. "Jadi untuk reputasi baik yang kau gilai itu, kau sampai rela membuat rumor buruk tentang orang lain?"
"Sekarang kubalikkan pertanyaan padamu, Won," Hye Sang berbalik dengan tatapan sinis, kedua rahangnya mengeras saat mendesis, "untuk Young So yang kau gilai itu, kau sampai rela menuduh gadis lain?"
Wonwoo mendengkus keras-keras. Agaknya bukan perkara mudah berbicara pada gadis berhati baja. Ternyata benar, ambisius yang terlalu besar dapat membutakan seseorang dengan mudah. Begitu kejam kehidupan sebab berhasil menggelapkan mata hati dan membuat diri sendiri adalah prioritas telak.
"Jadi kau ingin aku bertekuk lutut sekarang? Agar semua siswa tahu bahwa Choi Hye Sang memang hanya satu-satunya primadona sekolah yang berhasil menggait seribu pria seksi?" Wonwoo menggeleng tak percaya. "Itu yang kau inginkan?"
Hye Sang mendengkus setengah tertawa. Rasanya begitu menjengkelkan saat seseorang yang kau harapkan mengagumimu nyatanya malah melempar pandangan jijik, menggeleng tak percaya, menatapmu seolah sampah.
Rasanya sangat memuakkan.
Karena itu alih-alih menjawab pertanyaan Wonwoo barusan, Hye Sang yang sudah terlampau kesal pada akhirnya hanya menyahut gamang, "Gadismu itu tidak akan pernah mau denganmu. Ibunya tidak akan membiarkannya dekat dengan pemuda picik yang pernah menghamili satu gadis."
Mata Wonwoo menyipit. "Bagaimana kau kenal ibu Young So?"
"Apa itu penting, Jeon? Nyonya Min membenci pria. Nyonya Min bahkan mengaku terang-terangan di depanku bahwa ia tidak suka denganmu. Lantas aku harus diam sementara kau dan Young So bertambah dekat?"
"Aku tidak bodoh, Hye Sang." Wonwoo maju beberapa langkah. Kini sorot matanya mengarah lurus penuh serius, iris elangnya berkata bahwa tak ada yang ia takuti. Ia tak takut bahkan dengan gadis manja licik di hadapannya ini. Sebab untuk itulah Wonwoo menyahut penuh percaya diri, "Ibu Young So bukannya tidak suka denganku. Ia hanya ingin putrinya mendapat pasangan yang baik, dan saat itu ia belum mengenalku dekat."
Hye Sang tertawa nanar. "Kau yakin dengan hal itu?"
Wonwoo mengangguk mantab. "Bukankah itu yang semua ibu inginkan? Menjaga dan melindungi putri mereka." Kemudian ia mundur setapak, menatap Hye Sang dengan senyum mengolok tatkala melanjutkan, "Aku tahu kau gadis manja. Tapi bagaimana bisa kau tidak paham soal kasih ibu pada anak, huh?"
Hye Sang mengepal tangan di sisi tubuh. Wajahnya merah padam, netranya membulat penuh. Apalagi ketika Jeon Wonwoo mengulas seringai arogan dan menatapnya seolah ia gadis rendahan yang tak tahu apa-apa.
Kurang ajar. Jeon Wonwoo tidak seharusnya bersikap demikian.
"Kau tak tahu apapun, Wonwoo. Kau tak tahu apapun!" Nadanya meninggi mendadak. Hye Sang mudah dipancing amarah. Tak dapat dipungkiri, Wonwoo diam-diam merasa lega.
"Memang kau tahu? Lihat, kita sama-sama dungu danー"
Hye Sang menyela palak, "Kalau ia memang sayang dengan Young So, kenapa ia menyuruhku menyebar rumor aneh di web sekolah hanya agar hubungan kalian retak?! Kalau memang Nyonya Min begitu mencintai putrinya seperti yang kau bilang, kenapa wanita itu memakimu di depan Young So? Kenapa, hah?!"
Bingo.
Wonwoo tertegun sejenak, sebelum napasnya melongos keras-keras. "Dugaanku tak salah," lirihnya nanar, "kau benar-benar pelakunya."
Dada Hye Sang naik turun. Kendati demikian, ia tidak tampak panik sedikitpun. Malah matanya justru melebar, dagunya kembali terangkat saat menantang, "Memang aku pelakunya. Aku berkorban banyak untuk itu, Jeon. Kau kira anggota klub majalah mau tutup mulut dengan gratis setelah kuberi tugas riskan begini?"
Alih-alih emosi, Wonwoo justru merasa tiap inci hatinya retak, tenggorokannya tercekat. Napasnya seolah direnggut paksa. Padahal ia sudah memperkirakan hal ini terjadi, padahal Wonwoo sudah merencanakan semua dengan runtut, dan ketika kebenaran terkuak, mengapa hatinya yang menjadi korban?
Pemuda itu hanya mampu menggerakkan bibir yang bergetar, "Tapi kenapa?"
"Kau masih tanya kenapa?" Hye Sang menyibak rambut jengah. "Tentu untuk membuat kau dan Young So menjauh! Masih tidak sadar juga, hah?!"
Wonwoo membisu di tempat.
"Kau terlalu naif, Wonwoo. Memang apa ada cinta ibu ke anak, yang sampai melarang hubungan putrinya dengan pemuda lain? Lihat, tak ada orang yang benar-benar tulus dalam mencintai. Dunia itu keras bukan main, kau hanya buang waktu berpikir bahwa seseorang memang tulus mencintaimu."
Kau hanya buang waktu berpikir bahwa seseorang memang tulus mencintaimu.
Wajah ayahnya mendadak menghampiri benak, Wonwoo lantas menggeleng cepat untuk mengusir pemikiran itu. Namun tak lama kenangan dengan ibunya terputar, kenangan kelam yang penuh kepahitan, terus bercokol dalam benak tanpa berniat angkat kaki. Bagaimana dulu ayahnya mengabaikannya, bagaimana ibunya pergi begitu saja dan mencampakkan putra bungsunya.
Bagaimana dulu Jeon Changie juga pergi dan meninggalkan seorang diri.
Sendiri.
Namun kilas balik memori singkat itu buru-buru terputus tatkala suara langkah tergesa menghampiri tiba-tiba.
Tepat saat itu, Seokmin datang dengan napas tak beraturan. Pelipis mengucur di keningnya. Matanya berkaca-kaca, hatinya barangkali lebih terluka, bahkan bibirnya bergetar saat berkata, "Jadi kecurigaan Wonwoo selama ini benar."
Hye Sang menoleh. Ia ternganga tanpa sadar. "Seokmin?"
Ketidakpercayaan, keputusasaan, kesedihan.
Realita terkadang sekejam itu.
Semua merangkup dalam satu kalimat lugas yang dikatakan dengan penuh keraguan, "Kau benar-benar dalang di balik kekacauan yang beredar." []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro