Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🥣13. Get Well Soon, Sweetie🥛

BERDASARKAN alamat yang Jae Won berikan, rumah Young So terletak di satu komplek perumahan elitーtepatnya di sudut gang dengan pagar setinggi pinggang berwarna biru tua dengan selingan garis-garis hitam. Bangunannya berlantai dua, nampak indah, megah, dengan sebuah taman mini isinya rumput-rumputan dan beberapa bunga hias warna-warni dalam pot berukuran kecil. Wonwoo sedikit terkejut tatkala melihat bangunan itu cukup besar dengan dua pilar tinggi di antara pintu masuk, agaknya terlalu besar untuk ditinggali sendirianーwell, rasanya juga tidak mungkin Young So tinggal sendiri, pasti ada setidaknya satu orang lain dalam rumah, entah orangtua atau kakak-adiknya mungkin?

Namun siapapun itu, yang jelas Wonwoo sudah siap menemui keluarga Young So.

Pemuda itu lantas berjalan menuju gerbang, menatap sebentar bingkisan buah yang ia beli sembari terkekeh pelan. Membayangkan bagaimana Young So akan tersenyum tatkala melihatnya datang dengan sedikit 'kejutan' membuat perutnya geli sendiri. Barangkali ini juga merupakan sebuah rencana brilian untuk menarik hati keluarga Young So. Jadi tanpa menunda-nunda, Wonwoo berdeham pelan, merapikan tatanan rambut sejenak sebelum memencet bel di samping gerbang.

Senyumnya terulas. Butuh sepuluh detik menunggu, sepuluh detik berdiri dengan gemuruh dada tak menentu sampai akhirnya pintu terbuka, menampilkan presensi seorang gadis bertubuh jakung dan kurus, berbalut sweater putih serta celana panjang hitam juga syal dan ...

Astaga, itu Young So! Wonwoo menelan saliva, sedikit terkejut saat melihat betapa pucat wajah gadisnya saat itu.

Gadis itu bahkan menatap Wonwoo tak minat, walau pada lima detik awal Wonwoo dapat membaca keterkejutan terpapar pada netranya.

"Kau benar-benar sakit," gumam Wonwoo keras. "Astaga, astaga, kenapa tidak diam di kasur saja? Kau bisa meminta tolong padaー"

"Apa urusanmu datang?" tukas Young So serak, kedengaran lemah apalagi gadis itu terus-terusan menarik napas. "Aku sedang tidak ingin meladeni basa-basimu. Jadi kalau tak ada hal penting, kumohon pulanglah."

Wonwoo bahkan tak tahu mengapa Young So tetap mau bersusah payah membukakan pintu kendati kondisinya buruk begitu. Angin malam juga dinginnya setengah mati, menusuk kulit dan itu bukan hal yang bagus. Wonwoo bahkan dapat melihat gadisnya menggigil pelan, akhirnya membuat pemuda itu tak tahan untuk meletakkan bingkisan buah pada halaman depan rumah Young So, kemudian melompat melewati pagar dengan aksi keren persis seperti bad boy pada drama televisi.

Tetapi, tidak.

Bad boy bukanlah hal yang menarik.

Young So membulatkan mata tak percaya. "Kau gila!" desisnya, melihat sekeliling waspada. "Bagaimana kalau ada orang yang melihat?"

Wonwoo mengabaikan kalimat itu, mengambil kembali bingkisan buah dan menarik tangan Young So untuk masuk.

Young So menempik tangan Wonwoo kasar. "Kau ini apa-apaan?!" sentaknya pelan, terbatuk lemah sebelum menyambung, "Aku tidak pernah menyuruhmu untuk masuk. Aku juga tidakー"

Wonwoo menggiring Young So pada sofa ruang tamu, menntun gadis itu untuk duduk sebelum menyodorkan tangan untuk menyentuh kening Young So. "Panas sekali," gumamnya tak mengindahkan omelan gadisnya tadi, "kau tidak bisa berkeliaran di rumah dengan kondisi begini. Kau harus istirahat di kamar, Manis."

Young So berdecak, tetapi tertalu malas untuk berkomentar atau melawan. Lagipun tubuhnya benar-benar lemas, tenggorokannya kering dan sakitnya tak main-main. Kendati kepalanya yang pening itu dipenuhi oleh banyak pertanyaan; bagaimana bisa Wonwoo datang, darimana pemuda gila itu tahu alamatnya, dan mengapa ia rela menjenguk kendati sudah malam, toh gadis itu berusaha menahan diri dari rasa penasaran, hanya dapat duduk lemas sembari batuk-batuk pelan.

Ia tak tahu menerobos hujan bisa membawa risiko sedahsyat ini.

Wonwoo mondar-mandir gelisah, membuat Young So memutar bola mata.

"Dimana ibumu? Ayahmu? Kakak perempuanmu? Adik laki-lakimu? Mereka tidak mungkin meninggalkanmu sendiri saat kau sedang sakit begini, bukan?"

Oh, Jeon. Kenyataan pahitnya memang seperti itu.

"Aku tidak punya ayah. Ibuku bekerja di luar kota. Dan aku anak tunggal." Young So menghela napas pendek, berusaha bangkit dari duduknya walau masih terseok lemah. Gadis itu benar-benar tak habis pikir pada diri sendiriーmengapa ia ceritakan fakta tentang keluarganya tadi? Payah. Wonwoo bukan siapa-siapanya, bukan orang penting yang harus diberitahu fakta kelam keluarganya.

Young So kira pemuda itu akan menatapnya kasihanーsebab itu yang tiap orang lakukan saat tahu kalau ia tak punya ayah. Reaksi itu menyebalkan, jujur saja; ditatap kasihan seolah kau orang menyedihkan yang butuh pertolongan. Cih, peduli setan dengan reaksi orang, itulah sebabnya Young So tak pernah membuka diri pada siapapun.

Namun Jeon Wonwooーpemuda gila dan aneh yang akhir-akhir ini menerobos melewati dinding batas hidupnyaーmalah menyengir alih-alih ikut sedih, sebuah reaksi unik yang nyatanya membangkitkan kelegaan serta kejengkelan dalam dada. "Jadi kita berdua saja di rumah ini?"

Astaga, Jeon. Otak mesum itu belum sembuh rupanya.

Young So tak menjawab, hanya menghela napas dan tetap berjalan ke dapur yang tak jauh dari ruang tamu. Ini membuat Wonwoo khawatir, pemuda itu mengira Young So akan pergi ke kamar dan beristirahat. Kenapa malah dapur?

"Kalau tak ada urusan lebih baik pulang saja," kata Young So datar, sadar bahwa Wonwoo mengekorinya masuk dalam dapur. Gadis itu terbatuk sebentar, berniat mengambil mangkuk pada rak atas saat tahu-tahu Wonwoo sudah berdiri di sampingnya.

"Manis, kau sakit. Kenapa tidak istirahat saja?"

Suara rendah itu lagi. Kendati demikian nadanya heboh dan benar-benar mengusik telinga, namun Young So berusaha untuk mengabaikan. "Sudah kubilang, kalau tidak ada urusanー" Gadis itu terbatuk, kali ini lebih keras dan tidak kunjung berhenti, membuat Wonwoo yang sudah dihantui rasa cemas tidak punya pilihan lain selain mengalungkan satu lengannya pada punggung Young So sementara tangan lain diletakkan pada bagian belakang lipatan lutut, lalu membopong gadis itu dalam dekapan tangan kekarnya.

Young So membulatkan mata. "Apa yang kau lakukan, Otak Mesum?! Hei, turunkan aku! Turunkan aku, Dasar Sialan!"

Wonwoo sudah kebal akan omelan, jadi mengabaikan semua teriakan serta makian itu, ia lantas membawa Young So masuk dalam kamar kendati ia tak begitu yakin yang dimasuki ini kamar milik siapa. Namun tatkala melihat adanya meja belajar di ujung ruangan dengan tumpukan buku pelajaran sekolah, pemuda itu yakin ia tidak masuk ke ruang yang salah.

Wonwoo menurunkan Young So tepat di atas kasur, gadisnya itu masih saja mengomel jadi pemuda itu ikut menjatuhkan diri pada kasur tepat di hadapan Young So. Kedua tangannya menahan tangan Young So tepat di atas kepala sehingga gadis itu tak dapat berkutik atau melawan. Mata mereka bertatapan, Wonwoo memajukan kepalanya beberapa senti, hidung mereka saling bersentuhan danーoh, sial, terlampau dekat.

Young So refleks bungkam dengan wajah kaku yang justru nampak imut.

Wonwoo menyeringai tipis. "Diam dulu, ya, Sayang? Sakit begini masih teriak-teriak juga," kekehnya pelan.

Tidak lama, kok. Hanya lima detik menatap, lima detik berada dalam jarak dekat dan tangan mereka bersentuhan, lima detik dan Jeon Wonwoo langsung beranjak dari kasur sebab tak ingin nafsunya berkelakar hingga melakukan hal tak wajar. Ia menahan diri mati-matian tadi, menjaga mata agar tak melihat ke arah bibir pucat itu, menjaga otak tetap bersih kendati cobaannya berat begini.

Astaga, memalukan.

Mendengkus pelan, Wonwoo lantas berjalan menuju dapur tanpa melirik Young So lagi.

Gadis itu termangu. Jantungnya berpacu gila-gilaan di dalam dada, pipinya bersemu.

Sial, Si Jeon itu tidak seharusnya berlaku demikian tadi.

***

Jeon Wonwoo yakin caranya sudah benarーwell, menurut resep online yang ia cari dadakan, cara membuat dakjuk ini sederhana, hanya merebus air hingga mendidih, memasukkan tulang ayam dan bawang putih, dilanjut dengan memasukkan beras yang sudah ditiriskan, kemudian menambah potongan wortel dan bumbu lain seraya diaduk hingga kental. Tetapi kok hasilnya malah seperti sup cair yang asin begini?

Pemuda itu mendengkus, menyendok sesuap 'bubur'-nya sebelum menumpahkan kembali untuk melihat apakah ada perubahan tekstur. Nyatanya tidak. Bubur itu masih cair, terlalu cair untuk sebuah bubur dan rasanyaーuh, Wonwoo bersyukur ia menambahkan suwiran ayam beserta bubuk lada yang membuat rasanya menjadi lebih baik.

Pemuda itu mendesah putus asa, bersandar kepada kabinet dapur sementara matanya tak henti menatap pintu kamar. Pintu putih bergagang kuning itu masih terbuka, posisinya terbuka bahkan persis seperti saat Wonwoo meninggalkannya tadi. Namun tak ada tanda-tanda gadisnya akan keluar. Tak ada pula gemerisik atau bunyi apa-apa jadi Wonwoo berasumsi Young So sudah tidur dengan nyenyak di dalam.

Lalu bagaimana dengan semangkuk dakjuk ini?

Yah, kalau harus diakui, tadi Wonwoo benar-benar nyaris kehilangan akal sebab godaannya besar sekaliーberduaan di kamar, oh astagajadi lelaki itu memilih untuk cepat meninggalkan kamar tanpa melirik ke arah Young So lagi.

Pilihan bodoh, sih. Tapi mau bagaimana lagi? Pemuda itu juga tidak dapat memaksakan kehendak sebab ia tahu Young So pasti akan membencinya kalau ia melakukan hal yang tidak-tidak.

Hilang dalam lamunan, Wonwoo sampai tak sadar Young So sudah keluar dari kamar, kini sudah melepas syal abu-abu yang dipakai, rambutnya juga dikuncir kuda dan wajahnya sudah tidak sepucat tadi.

Pemuda itu mendengkus, hendak berbalik untuk membereskan meja dapur yang tadi sempat tertumpah bubur, tetapi malah terperanjat hingga kepalanya terbentur kabinet atas. "Astaga, Demi Kerang! Ya ampun, sejak kapan kau di sini?"

Young So menatap Wonwoo datar, namun akhirnya tak tahan untuk tak tersenyum. "Penggemar Spongebob, huh?"

Wonwoo menyengir lebar, mengelus kepala bekas benturannya dengan ringisan pelan. "Kau sudah bangun ternyata."

Young So tak menyahut, namun irisnya menatap semangkuk bubur panas di atas meja dapur. "Apa itu?"

"Em, itu ..." Wonwoo tergagap, "itu bukan ..."

Young So tak mau repot-repot menunggu, lantas berjalan mendekat untuk melihat masakan yang dibuat. "Bubur?"

Wonwoo menenggak saliva pasrah. Niatnya untuk membuat gadisnya terpesona dengan masakannya gagal sudah. Tiga puluh menit memasak hasilnya benar-benar payah. "Bubur yang rasanya persis seperti kuah sup basi."

"Kau membuatkan untukku?"

"Tentu, tetapiー" Pemuda itu mengendikkan bahu, agak merasa bersalah tatkala menyambung, "aku tahu kau tak akan suka, tak apa, akan kubuatkan yang baru. Kali ini akuー"

"Aku akan makan itu."

Apa?

Ia tidak salah dengar, bukan?

Young So dengan santainya mengempaskan pantat pada salah satu kursi di ruang makan. "Aku akan memakan itu," katanya sekali lagi, menatap tak sabar pada Wonwoo yang masih tercengang. "Itu juga kalau kau benar-benar membuatkannya untukku."

Wonwoo mengerjap, menampar pipinya untuk memastikan ini bukanlah mimpi belaka. "T-tentu saja!" serunya semangat, membawakan semangkuk bubur cair itu ke meja makan lengkap dengan segelas air putih hangat. "Aku membuatkannya dengan cinta, yah meski hasilnya tidak sempurna. Tetapi rasanya tetap enak, kok!"

Young So tak membalas, hanya menyuap sesendok bubur dengan tenang kendati ekspresi wajahnya menatap makanan itu sinis. "Aku tidak tahu kalau kau menyebut ini bubur." Baiklah, kini wajahnya benar-benar tertekuk dan Wonwoo tahu ini bukan pertanda bagus. "Ugh, ini benar-benar buruk, Jeon."

Wonwoo sempat berpikir itu kalimat terakhir sebelum Young So akan menaruh semangkuk bubur yang masih penuh itu ke dalam tempat cucian piring. Ia tahu masakannya tak enak, di rumah saja Wonwoo lebih sering membeli dan memesan makanan ahli-ahli memasak. Wajar, Changie juga tak pernah mengajarinya sebelum pergi berkerja ke luar dulu.

Namun ternyata tidak, perkiraanya salah. Menit berlalu, Young So tetap setia memakan sup buatan Wonwoo dengan lahap.

Pemuda itu tersenyum kecil, mengambil posisi duduk tepat di hadapan Young So dan menatap gadisnya lekat.

Young So berdecak resah. "Apa lihat-lihat?" ucapnya garang, sedikit serak. Gadis itu terbatuk kemudian, membuat Wonwoo terkekeh pelan.

"Ditahan dulu marah-marahnya, Manis. Aku ingin melihatmu cepat sehat sehingga kita bisa bersekolah lagi."

Young So tak menjawab. Wonwoo tetap mempertahankan senyum pada wajah.

"Dari mana kau dapat alamat rumahku?" tanya Young So kemudian, memecah keheningan yang sempat merayap.

Wonwoo mengulas senyum miring. "Kau tahu lelaki selalu punya cara untuk mencaritahu fakta tentang gadisnya. Untuk urusan itu, aku rasa kau tak perlu tahu. Tetapi kejutanku menarik, bukan?"

Young So mengangkat kedua alis tak minat, menenggak air mineralnya sampai habis sebelum berjalan mengambil obat. "Membuatku terkesan tidak. Menarik juga tidak. Aku jadi berpikir kau melakukan ini dengan gadis lain."

Gadis lain?

"Tunggu, tunggu dulu." Wonwoo berusaha menahan tawa. "Kau cemburu?"

Young So mengangkat bahu tak acuh, menyelesaikan kudapannya dengan satu pil obat dan air putih. "Tidak," sahutnya datar.

"Ayolah, Manis." Wonwoo mendadak gemas sendiri. "Aku hafal kode para gadis. Ucapanmu barusan itu tanda-tanda cemburu. Mengaku saja."

Young So menatap Wonwoo tajam. "Keras kepala sekali, sih? Aku tak tahu apa yang menyebabkan Choi Hye Sang tergila-gila pada pemuda percaya diri sepertimu."

Wonwoo terbahak. "Kau tak tahu, ya, aku ini memiliki ketampanan yang sangatー"

"Berisik, membuat kepala makin sakit. Lebih baik tutup mulut saja."

Wonwoo menggeleng dengan senyum menghiasi wajah. Pemuda itu kemudian bangkit, berjalan ke sudut dapur tempat gadisnya berdiri daritadi. Ia mencondongkan kepala, memojokkan Young So hingga punggungnya bersender pada meja dapur. "Aku tidak peduli kalau Hye Sang tergila-gila padaku, aku juga tak peduli bila ada gadis lain yang menginginkanku. Satu-satunya gadis yang ada di pikiranku hanyalah kau."

Young So membeku.

"Jadi cepatlah sembuh." Kemudian, Wonwoo mengecup jari telunjuk dan jari tengahnya dengan lembut, sebelum menempelkan kedua jarinya di kening Young So. "Kuharap esok-esok ciuman ini bisa menjadi nyata, ya. Tidak usah lewat perantara. Tetapi ya sudah, aku mengerti kau belum siap," ucapnya seraya terkekeh pelan, sukses membuat Young So bergidik geli.

"Aku harus pulang, malam-malam berduaan di rumah dengan orang yang kusuka benar-benar tidak baik demi kesehatan jantung. Aku juga mengerti kau butuh istirahat."

Young So masih bungkam, hanya menatap Wonwoo yang mulai membereskan barang-barangnya di ruang tamu. "Oh, ya, ini dari Jae Won." Pemuda itu meletakkan satu keresek besar isinya timbunan kertas. "Tugas-tugas serta catatan kelasmu hari ini, aku memintanya dengan penuh perjuangan jadi kerjakan dengan benar, ya."

Young So terpana.

Wonwoo memintakan untuk dirinya ... yang benar?

"Dan ini buah-buahan yang tadi kubeli di market. Isinya tidak banyak, tetapi kuharap kau suka. Sudah, ya, aku pulang dulu. Tidak perlu diantar, aku takut kau malah tidak rela melepaskan kepergianku," katanya percaya diri, "cepat sembuh, ya, Manis."

Berakhir begitu saja. Dengan kerlingan manis yang entah mengapa mampu membuat wajah Young So memanas. Pipinya memerah, ia tahu ini benar-benar memalukan.

Dan tatkala melihat pada bingkisan buah itu, rupanya ada secarik note kecil tertempel pada plastik luarnya.

Untuk gadisku,

Aku tidak tahu mengapa penyakit memilih hinggap pada tubuhmu alih-alih tubuhku.

Tapi yang harus kau tahu, sekolah jadi sepi tanpamu :(

Cepatlah sembuh, pangeranmu menunggu <3

-Salam, JWW,

pengagum beratmu,
pendukung nomor satumu,
pangeran tampanmu.

Young So membeku.

Ciuman jari. Bubur cair. Timbunan kertas. Lalu, surat.

Well, harus diakui, Jeon Wonwoo memang selalu tahu cara ampuh untuk mengaduk hati para gadis, kendati pertahanan yang dipasang sudah tinggi melampaui langit. []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro