🌺1. She Is Mine, So What?🌾
MIN Young So pernah mendengar beberapa bualan tak masuk akal yang dilontarkan mentah-mentah di hadapannya, entah untuk maksud serius atau sekadar candaan dan basa basi sederhana. Well, kalau boleh jujur semua itu memuakkan, membuat perut bergejolak dan rasanya ia ingin muntah di tempat. Gadis itu akui, ia punya fisik yang menarik. Tidak cantik, tidak seksi, hanya menarik. Kedua mata bulat dengan iris coklat yang memikat, bibir peach indah, hidung mancung serta kulit putih yang mendominasi. Tubuhnya pun proporsional, tidak terlalu gemuk juga tidak terlalu kurus, pas untuk tinggi 170 cm yang didapatinya dengan minum susu tiap malam.
Ia kira hanya bualan, ia benar-benar tidak pernah berpikir kalau ada siswa yang berani melakukan lebih. Toh selama ini semua bualan itu hanya dianggap angin lalu, semua gombalan dan pujian manis hanya dianggap sebagai sampah yang harus ia buang alih-alih disimpan. Young So bahkan pernah memelintir tangan seorang pemuda yang hendak menyentuh rambutnya dengan senyum jahil, padahal niat lelaki itu baik untuk mengambil kotoran yang menempel di helai rambutnya. Niat baik kok pakai senyum jahil?
Tetapi bagi Young So, tak ada toleransi bagi lelaki yang hendak mempermainkan tubuhnya, baik hanya sekadar menyentuh atau melakukan lebih.
Tidak boleh. Jijik, ew.
Atas dasar itulah, semalam Young So terkejut setengah mati dengan perbuatan nakal Wonwoo yang tiba-tiba. Seumur-umur menginjakkan kaki di sekolah ini, Wonwoo hanyalah satu dari segelintir debu yang patut ia jauhi. Kejadian semalam benar-benar di luar kehendak, Young So bahkan sempat mengira rumor buruk soal Jeon Wonwoo itu salah mengingat pemuda itu menawarkan bantuan dengan sopan--meski awalnya gadis itu tolak.
Tunggu.
Penolakan?
Apa karena itu Wonwoo marah dan langsung mencium bibirnya sebagai pelampiasan?
Young So mendengkus kasar, meredam pertanyaan-pertanyaan dalam kepala dengan satu kepalan tangan kuat. Kesabarannya habis terkikis, amarahnya menguar sampai puncak kepala. Ia tidak mengerti lagi harus bagaimana, mungkin satu-satunya alasan untuk tetap berdiri menegakkan nama baiknya hanyalah dengan berbicara pada Nyonya Ahn untuk mengklarifikasi masalah yang ada. Beritanya bahkan tersebar lengkap dengan fotonya dan Wonwoo di web tidak resmi sekolah, dengan namanya tertulis menggunakan huruf kapital di headline berita.
Catat itu, beritanya tersebar. Di web. Dibaca dan dikomentari oleh ratusan orang. Rata-rata isinya makian, penghinaan, serta cacian untuk perempuan fanatik sepertinya.
Jangan tanya seberapa malu Young So ketika harus berhadapan dengan siswa-siswi tadi pagi. Mereka bahkan meliriknya dengan tatapan jijik serta cibiran pedas yang diucapkan keras-keras. Sengaja, agar Young So mendengar. Gadis itu menunduk lebih dalam agar wajahnya tertutup dengan rambut panjangnya. Tidak mungkin, 'kan kalau harus melawan satu sekolah sendirian?
Harapannya kini hanya bergantung pada atap ruang BK tempat Nyonya Ahn bersemayam. Semoga, semoga saja gurunya percaya.
"Tidak, Bu. Bukan seperti itu masalahnya. Siswa bernama Jeon Wonwoo ini jelas-jelas sudah melecehkan saya. Ia mencium saya tanpa alasan di pojok koridor saat jam pulang sekolah, jam-jam sepi untuk koridor lantai dua. Ia bahkan tidak meminta maaf untuk perbuatannya. Siswa mesum ini harus bertanggung jawab atas perbuatannya." Young So berusaha meredakan amarah sebentar, mengatur napas yang terengah akibat terlalu semangat berbicara. Gadis itu kembali melotot pada pemuda yang duduk di sampingnya, sementara Wonwoo hanya membalas dengan senyum menggoda.
Sial, wajahnya tak menyiratkan ketakutan sedikitpun.
"Young So, tenanglah dahulu. Mari kita bicarakan masalah ini baik-baik." Nyonya Ahn melirik Wonwoo yang sedari tadi duduk seraya menyelonjorkan kaki di atas sofa, tampak begitu santai seolah tak ada masalah serius yang terjadi. "Wonwoo, sekarang ibu ingin mendengar sudut pandangmu. Kenapa kau mencium Young So di sekolah? Kau tahu perbuatan melecehkanmu itu bisa berakibat fatal."
"Jadi kalau tidak di sekolah, aku boleh menyentuh dia semauku?"
Young So lantas mendelik ke arah Wonwoo, bangkit untuk melayangkan satu pukul yang untungnya langsung dicegah oleh Nyonya Ahn. Wanita itu menghela napas, membantu Young So meredakan amarah sementara matanya juga ikut melotot pada Wonwoo. "Jaga bicaramu, Jeon! Kau baru pindah beberapa minggu dan sudah menyebabkan masalah besar. Kau bisa dikeluarkan kalau terus-terusan begini. Apa tidak takut?" ancam Nyonya Ahn keras.
Persetan dengan hukuman, diskors beberapa minggu atau dikeluarkan dari sekolah. Jeon Wonwoo sama sekali tidak peduli. Pemuda itu mengubah posisi duduk, lantas menatap Nyonya Ahn dengan sorot mata tajam, wajah tanpa ekspresi dan rambut berantakan yang terkesan seksi. "Sayangnya, ancaman ibu sama sekali tidak terdengar menakutkan." Tawanya mengudara pelan, pemuda itu kembali melanjutkan dengan tenang, "lagipula pemegang saham terbesar masih jatuh di tangan uncle Joon. Apa ibu yakin akan mengeluarkan keponakannya yang seksi dan diidolai oleh banyak gadis di sekolah?"
Nyonya Ahn bungkam. Ditodong pernyataan demikian justru membuatnya semakin pusing bukan kepalang. Antara harus berdiri menegakkan keadilan di tempat yang penuh lumpur, atau tetap diam dan menyembunyikan kebenaran yang menyesakkan.
"Diam berarti tidak. Ibu tenang saja, tidak usah mencampuri urusan ini. Kami bisa menyelesaikan masalah sendiri dengan resolusi yang manis." Wonwoo tersenyum penuh kemenangan, melirik Young So yang mengerutkan alis tak terima.
Apa itu? Tindakan mengancam karena merasa terpandang? Hanya dengan harta?
Serius?
"Hei, pengecut. Jangan mengancam orang seenak jidat hanya dengan mengandalkan kekuasaan pamanmu. Kalau kau memang berani maka selesaikan sendiri masalah yang sudah kau buat. Setidaknya, bersihkan nama baikku dari gosip sekolah."
Wonwoo melirik pada Young So dengan lirikan manis, senyumnya terangkat dan kedua tangannya terlipat erat di depan dada. "Manis, kau cerewet sekali. Tidak apa-apa, aku suka yang banyak bicara. Setidaknya ia tidak selalu diam saat aku melakukan pencobaan yang lebih ekstrem."
"JEON WONWOO, AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUNUHMU KALAU KAU TAK DAPAT MENGEREM BICARAMU YANG SEMBARANGAN ITU!"
"Wo, wo. Santai saja." Wonwoo tergelak, entah apa yang lucu. Namun wajahnya sama sekali tak menyiratkan ketakutan akan ancaman Young So. Pemuda itu berdiri, memasukkan kedua telapak tangan angkuh dan berkata dengan senyum miring, "Itu tidak akan terjadi, Sayang. Karena sebelum kau membunuhku, aku akan membuatmu tergila-gila dengan permainanku. Bagaimana?"
"SINI KUHABISI KAU, PEMUDA MESUM SIALAN!"
***
Jangan tanya seberapa besar masalah yang Wonwoo ciptakan. Seolah berendam dalam kubangan lumpur dan rasanya mustahil untuk mengangkat kakinya tanpa merasa jijik pada diri sendiri, Min Young So bahkan merutuk beberapa kali kepada seorang pemuda seksi pujaan wanita yang menciptakan permainan kotor dan ikut mencemplungkannya ke dalam.
Gadis itu jijik setengah mati, berkali-kali mengusap bibir bila kejadian semalam terlintas di benaknya. Amarah dan makian yang meluap pun rasanya percuma, hanya dianggap angin lalu dan sialnya si Jeon itu tak takut sama sekali dengan konsekuensi yang akan dihadapi. Sudah terlalu gila, ya mau bagaimana lagi?
Young So mengatur napas yang terengah sembari menutup pintu di belakangnya dengan kasar, sedikit hentakan kaki yang mungkin membuat orang di dalam tersentak dan mengatainya tidak sopan. Ia tak peduli. Hatinya panas bukan main. Gadis itu bahkan memegangi pelipis sendiri dengan cekalan kuat, berusaha mengurangi denyut berlebihan akibat emosi. Namun tepat tatkala bayangan serta rekaman ulang debat antara dirinya dengan Nyonya Ahn di ruang BK barusan rasanya membuat kening bertambah pening dan napasnya melongos kasar.
Sial. Pemuda sinting itu menang.
Young So menyandarkan diri pada dinding samping pintu ruang BK, geram kembali menguasai tubuh tatkala ucapan Nyonya Ahn terngiang dalam telinganya yang memerah, "Ibu akan menghukum Wonwoo sesuai konsekuensi yang ada. Ibu akan memberi surat panggilan pada walinya untuk mendiskusikan perbuatan Wonwoo yang keterlaluan. Kau tenang saja, pembersihan nama baik dan semua rumor dalam web akan dihapus secepatnya. Itu tugas Wonwoo."
Seringan itu kalimatnya, semudah itu pengucapannya seolah masalah yang Wonwoo ciptakan hanyalah masalah kecil akibat keisengan bocah TK tanpa pengawasan orangtua. Dan saat Young So mengerutkan kening tak terima, hendak menyahut dengan nada tinggi karena tak terima harga dirinya dinilai dengan hukuman rendah, Nyonya Ahn malah menambahkan cepat, "Sebentar lagi bel masuk berbunyi. Lebih baik kau kembali ke kelas, biar selanjutnya ibu yang urus."
Well, kalau saja si Berengsek Jeon itu tidak menyebutkan pamannya sebagai pemegang saham terbesar di sekolah, mungkin Nyonya Ahn juga tak akan mengambil solusi sedangkal ini. Young So ingin pemuda itu didepak dari sekolah, bukan diberi hukuman atau surat panggilan orangtua seperti bocah TK! Astaga!
Sabar, sabar ...
Tatkala kedua kakinya melangkah menuju koridor panjang dengan loker yang menghimpit di dinding kanan dan kiri, ia lupa kalau sekarang situasinya berbeda. Dulu sosoknya terabaikan, tidak dianggap karena memang ia bukan bagian dari kumpulan siswa populer yang terpandang. Sudah dibilang, fisiknya tak jauh dari kata standar, pula otaknya tidak secerdas yang orang pikirkan. Namun sekarang, baru saja menapaki lantai pualam ujung koridor lantai satu, puluhan mata siswa langsung mengarah padanya.
Tatapan tajam gadis-gadis, lirikan jijik lelaki, kemudian bisikan yang menyertakan namanya.
Sial. Kenapa harus lewat sini, sih?
Young So mendengkus pelan. Tangannya mengepal di balik saku rok seragam. Telinganya sudah cukup untuk mendengar segala makian dan kalimat menyebalkan hari ini, ia tak ingin menambah amarah dan umpatan dalam hati. Menambah dosa, lebih baik pergi saja.
Gadis itu memutar tubuh untuk mengambil langkah alternatif lain agar dapat sampai ke kelas dengan selamat tanpa bisikan gosip siswaーwell, kalau jalan yang dimaksud harus menempuh beberapa puluh meter dengan risiko terlambat masuk kelas, Young So akan menerima dengan lapang dada. Tapi bukan itu masalahnya.
Karena tepat tatkala langkahnya memutar, tubuhnya mendadak terhalang oleh seseorang. Gadis itu menahan napas tanpa sadar, lagi-lagi dikuasai kesal saat matanya bertatapan dengan mata seorang pemuda yang ia benci setengah mati.
Jeon Wonwoo. Dengan seringai khasnya.
"Wow, kau ternyata menungguku agar kita dapat ke kelas bersama? Sebuah tindakan yang sangat tak terduga."
Di belakang desas-desus terdengar. Young So mengepal tangan kuat-kuat. "Minggir. Aku mau lewat," katanya tegas, berusaha untuk tidak menjerit histeris sembari mencincang dengan brutal tubuh pemuda di hadapannya ini.
Wonwoo terkekeh. Alih-alih membuka jalan, pemuda itu justru diam dan memasukkan tangan dalam saku celana, menatap Young So lebih lekat tatkala menyahut, "Kalau mau ke kelas, lebih baik kita pergi bersama. Lagipula untuk apa berbalik dan mencari jalan jauh kalau hanya dengan melewati koridor depan kau bisa sampai lebih cepat?"
Rahang Young So mengeras. "Kubilang minggir."
Tapi seperti yang diduga, Jeon Wonwoo selalu melakukan berbagai hal tak terduga.
Pemuda itu malah mengendikkan bahu acuh tak acuh, melemparkan tatapan datar pada lorong, di mana seluruh siswa mulai menatap penuh kuriositas. Beberapa bahkan sudah siap mengangkat kameranya, sebab hei, ini hal yang tak biasa; skandal yang tercipta antara seorang pemuda mesum dengan gadis galak yang katanya membenci pria.
Namun tatap-menatap itu tak berselang lama. Tiga sekon berikutnya, Wonwoo lantas menarik sudut bibirnya lebar-lebar, menarik bahu Young So dalam dekapannya yang kekar.
Gadis itu terkesiap.
Tubuh seolah terpaku. Beku. Waktu mengurung keduanya dalam satu fase paling buruk sepanjang masa, kala tanpa titah atau rencana, Wonwoo tiba-tiba melayangkan satu kalimat bodoh keras-keras, "Bila kalian sedang asyik membicarakan soal gosip semalam, well aku ingin mengklarifikasi bahwa itu bukan hanya sekadar gosip saja. Kalian lihat, gadis dalam dekapanku sekarang resmi menjadi kekasihku. Milikku. Jadi jangan pernah menyentuhnya dengan tangan kotormu, atau akan kupenggal kepalamu hidup-hidup." []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro