Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tujuh Belas

Hoseok mendesah sebal saat sudah berkali-kali menekan bel unit Taehyung, tapi tidak ada jawaban.

"Hyung, ada apa pagi-pagi kau mencariku?"

Pemuda itu menoleh ke arah sumber suara. Taehyung muncul dari arah tangga dengan wajah berantakan.

"Rajin sekali kau sepagi ini sudah jogging," tukasnya sembari menunggu Taehyung menghampirinya.

"Kau ini menyindirku atau bagaimana?" tanya Taehyung jengkel seraya membuka pintu unit. "Aku menginap di rumah temanku. Kemarin sungguh melelahkan karena kami kehilangan tiga pelayan sekaligus. Jadi, aku menginap di tempat terdekat."

Hoseok mengangguk sekilas lalu menyerahkan tas kertas padanya. "Dari Jihyun. Tadi malam dia sebenarnya juga membuatkan makan malam untukmu, tapi kau tak pulang. Jadi, aku makan semua." Pemuda itu tertawa tanpa dosa.

"Apa dia tidak lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit dan memasak sekaligus?" tanyanya heran dan mengajak Hoseok masuk ke unitnya.

"Sebentar, aku ambil punyaku sekalian. Kita sarapan bersama."

Hoseok melesat meninggalkan unit Taehyung dan kembali beberapa saat kemudian.

Dilihatnya Taehyung tengah menata samgyetang buatan Jihyun di mangkuk. Dia mengambil dua mangkuk nasi untuknya dan Hoseok sekalian.

"Wah, kau peka sekali. Padahal tadi aku baru saja mau minta nasi," katanya langsung duduk dan menyesap sup ayam ginseng itu. "Ini enak sekali. Jihyun ternyata pintar memasak ya. Tadi malam, japchae-nya juga enak."

"Ah, kau belum merasakan masakan ibu Jihyun, Hyung. Lebih enak dari ini. Seandainya saja aku diundang makan tiap hari, pasti tidak akan menolak."

"Kau sudah terbiasa dengan keluarga Jihyun ya? Pantas saja dia tidak menolak saat dua hari yang lalu kau ikut menunggu ibunya. Kemarin aku menawari untuk menggantikannya, dia terlihat sungkan dan akhirnya menolak."

"Kami teman kerja, tentu saja sudah terbiasa. Seperti yang pernah aku bilang dulu. Awalnya dia sinis, tapi lama-lama dia baik juga."

Hoseok menahan menahan senyumnya. "Rekan kerja juga menghabiskan malam bersama ya?"

Pemuda yang ada di hadapan Hoseok ini tersedak kuah samgyetang yang tengah disesapnya. "Ah, Hyung~. Sudah kubilang, waktu itu kami tidak melakukan apa-apa. Dia mabuk, dan aku tidak bisa mengantarkan ke rumah karena ibunya tidak membukakan pintu."

"Iya, iya. Lagipula kalau aku tebak, pasti dia bukan tipemu, kan?"

Taehyung berdecak sebal. "Kami hanya teman. Tidak lebih. Mungkin kau sering melihat aku membantunya karena aku seperti berkaca pada masa laluku saat melihatnya. Aku hanya ingin membantunya lebih percaya diri. Itu saja."

"Memang dulu kau tak percaya diri?" Hoseok menatap Taehyung dari atas ke bawah dengan heran. "Dengan wajah setampan ini kau tidak percaya diri? Wah, kau benar-benar tidak bersyukur."

"Ya! Kau ini memang menyebalkan!" Taehyung kembali berdecak sebal. "Kau tidak mengenal kedua kakakku. Mereka benar-benar definisi sempurna. Mereka tampan, pintar bersosialisasi, pintar akademis, dan banyak hal lain yang tidak bisa aku ikuti. Bayangkan saja kau hidup setiap hari di bawah bayangan mereka. Bagaimana kau tidak tertekan?"

"Jadi, kau membenci mereka?"

Taehyung menggeleng keras. "Aku menyayangi mereka. Di sini aku yang salah. Aku yang kurang menggali kemampuan. Aku yang malas. Dan... sekarang aku tahu kenapa mereka jauh berada di depan sana meninggalkan aku. Mereka tidak mudah menyerah sepertiku."

Hoseok mengacak pelan rambut pemuda di hadapannya ini. "Kau bisa mencariku jika butuh tempat untuk bercerita. Kau bisa mempercayaiku."

Hati Taehyung menghangat mendengarnya. Bukannya dia tak nyaman bercerita pada Seokjin atau Namjoon, tapi Taehyung tentu tak ingin membebani mereka. Seokjin sibuk dengan pekerjaan kantornya sebagai CFO yang mengurusi keuangan perusahaan. Sedangkan Namjoon lebih-lebih. Calon ayah itu bekerja sebagai dokter di rumah sakit sekaligus melanjutkan program spesialisnya.

Mereka melanjutkan makan dalam dia sampai akhirnya Hoseok bertanya sembari menunjuk foto yang ada di atas lemari pendingin. "Kau bisa bermain saxophone?"

Pemuda itu menoleh ke arah pandang Hoseok, lalu tersenyum sekilas. "Aku belum mahir memainkannya. Dulu hanya belajar sebentar. Aku lebih suka gitar atau piano. Foto itu hanya untuk iseng saja."

"Wah, kau benar-benar menyukai musik ya?" Mata Hoseok berbinar saat bertanya hal itu. Berkebalikan dengan Taehyung yang sorot matanya meredup.

Pemuda itu kemudian mengangguk setuju. "Ya, tapi... sepertinya menggantungkan musik sebagai pekerjaan utama, mustahil bagiku."

Taehyung terdiam. Potongan-potongan peristiwa masa lalu saat dia menjadi trainee di agensi, muncul di pikirannya.

“Sudah terlalu banyak penyanyi di negara kita. Mereka bermunculan setiap harinya. Apalagi kau berasal dari agensi kecil seperti ini. Itu sama saja bunuh diri, Taehyung-ah. Kumohon, pikirkan lagi pilihanmu." Ucapan Yoona, yang saat itu sangat dia cintai, berputar di kepalanya.

"Tapi, aku sudah berusaha sejauh ini, Noona. Sudah hampir dua tahun aku menjadi trainee. Selama itu pula aku bekerja keras membagi waktu antara sekolah dan berlatih." Taehyung masih berusaha mempertahankan pendapatnya. "Lagipula, aku mencintai musik juga karenamu, Noona. Kau yang mengenalkan pada keindahan musik saat aku tidak tahu tujuan hidupku. Tapi, sekarang kenapa kau malah mengendurkan semangatku seperti ini? Padahal dulu kau selalu menyemangatiku."

Yoona memandang pemuda yang lebih muda darinya ini sebal. "Mencintai musik dan bekerja di bidang musik, itu dua hal yang berbeda. Kenapa kau tak melanjutkan kuliah dan bekerja seperti kakakmu saja?

Yoona mendengus sebal dan melanjutkan ucapannya. "Kau tahu kan? Agensimu banyak hutang dan kemungkinan bangkrut sangat besar. Kau masih mau bertahan menjadi trainee di sini? Seokjin memang benar, kau sangat keras kepala! Teruskan saja kegilaanmu itu!"

Pemuda itu masih ingat, bagaimana wajah marah Yoona saat meninggalkannya waktu itu.

"Ya! Memang Seokjin hyung selalu benar. Karena dia yang ada di hatimu kan?"

Ucapan Taehyung membuat Yoona berhenti sejenak lalu menoleh. "Bukan urusanmu!"

Gadis itu kembali melanjutkan langkahnya dan tak menoleh sedikit pun.

Taehyung ingat bagaimana canggungnya hubungan mereka setelah pertengkaran itu, hingga membuat Namjoon yang tahu Taehyung dekat dengan Yoona, heran.

Dan gadis itu menemuinya kembali beberapa minggu yang lalu, menceritakan bahwa Seokjin sangat menyayangi Taehyung hingga meminta Yoona untuk menjaga jarak, agar Taehyung tidak sakit hati.

Taehyung mendesah pelan mengingat Seokjin sering turut campur urusannya terlalu dalam, termasuk soal hatinya.

Seokjin tahu, Yoona menaruh hati padanya, begitu juga sebaliknya. Namun, pemuda itu memilih menjaga jarak dan  mengalah demi Taehyung.

Padahal, dia tak perlu melakukannya. Taehyung cukup tahu diri untuk itu. Hanya saja, Taehyung yang saat itu masih remaja butuh tempat untuk bersandar, dan memanfaatkan Yoona untuk itu. Taehyung juga tahu, Yoona dulu sempat menerimanya karena permintaan sang kakak. Setidaknya, dia pernah bersama gadis yang dia sukai, walau hanya sesaat.

"Aku pikir, jika musik adalah mimpimu, kau bisa terus berusaha untuk mewujudkannya. Mungkin, bukan pekerjaan utama, tapi asal kau masih bisa melakukan hal yang kau sukai, hatimu akan terasa lebih tenang." Hoseok menepuk bahu Taehyung pelan, membuatnya tersadar dari ingatan masa lalu.

Pemuda itu melanjutkan setelah berhenti sejenak. "Aku suka menggambar ilustrasi, tapi memang bukan pekerjaan utamaku. Aku sesekali mengambil proyek freelance jika memang aku sanggup melakukannya. Yah, aku anggap hiburan disela pekerjaan utamaku menganalisis pola candlestick saham yang naik turun itu."

"Aku tahu." Taehyung mengangguk pelan. "Tapi, sepertinya bukan dalam waktu dekat ini. Aku lelah sekali karena kami harus menggantikan tiga pelayan sekaligus. Lagipula, aku merasa cukup nyaman dengan keadaanku sekarang."

"Ah, dari tadi kau bilang seperti itu. Memang kenapa tiga pelayan itu?"

Taehyung tersenyum lebar. "Dipecat karena kasus perundungan. Dan kau tahu, Hyung? Mereka sudah lama merundung Jihyun, tapi gadis itu entah baik atau bodoh, dia tidak mau melaporkannya."

"Jihyun? Wah, aku baru tahu. Dan kenapa sekarang dia berubah pikiran untuk melapor?"

Taehyung menggoyangkan telunjuknya. "Mereka ketahuan dengan sendirinya."

"Wah, karma itu nyata." Hoseok tertawa meremehkan hingga membuat Taehyung ikut tertawa juga. "Ah, aku lupa. Hari ini aku dan yang lain akan menjenguk ibu Jihyun. Kau mau ikut? Seingatku kau pernah bilang setiap Senin kau libur."

Taehyung tampak memikirkan sesuatu sebelum akhirnya menggeleng. "Sepertinya tidak bisa, aku ada janji. Mungkin aku akan ke sana setelah itu. Sampaikan saja salamku untuk mereka."

Hoseok seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi sesaat kemudian dia menggeleng pelan dan melanjutkan makannya.

***

Hihihi~ moment Bang Hoseok sama Dek Taehyung lagi curhat 🤭

Btw, happy birthday, Bang Hoseok~ maaf telat. Seharusnya update kemarin tapi nggak keburu 🙈

Ohiya, get well soon, Taehyung 🥺 sebagai penyitas covid, cuma bisa bilang, "This too shall pass." 🤗

Sehat-sehat ya, Semua~ 💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro