Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dua Puluh Satu

"Kau?"

Alis Jihyun terangkat sebelah saat melihat siapa yang muncul di balik pintu, ketika gadis itu baru saja akan keluar unit.

"Sepagi ini kau mau ke mana?" tanya Taehyung dengan heran.

"Kau sendiri kenapa sudah rapi? Mau apa sepagi ini ke mari? Kau mau minta makan ya?" balas Jihyun sekenanya.

Berdecak sebal Taehyung berujar, "Ya, Ahn Jihyun! Bagaimana bisa kau --"

"Siapa, Nak?" Suara ibu Jihyun muncul dari ruang tengah.

Jihyun tersenyum jahil, "Taehyung-ssi, Eomma. Dia datang untuk ikut sarapan."

"Ah, Taehyung-ah, masuklah. Akan kusiapkan untukmu." Ibu Jihyun tampak tak keberatan dengan kehadiran pemuda itu.

Taehyung sebenarnya ingin protes, tapi belum sampai pemuda di hadapannya itu membuka mulut, Jihyun kembali melanjutkan. "Masuklah. Eomma membuat japchae kesukaanmu. Aku pergi dulu mengantar makanan ini untuk Hoseok oppa."

"Oppa? Kau memanggil Hoseok hyung dengan sebutan oppa?"

Jihyun mengangguk sekilas. "Dia sendiri yang memintaku. Kenapa?"

Pemuda itu menggeleng, lalu masuk ke dalam. Jihyun sendiri mengangkat bahunya sekilas lalu keluar ke unit Hoseok yang paling dekat dengan tangga.

"Eommonim, maaf merepotkan. Saya sebenarnya tidak bermaksud ikut sarapan. Jihyun tadi hanya bercanda."

Ibu Jihyun menggeleng. "Tidak apa-apa, Nak. Bahkan sebelum kau datang, Jihyun sudah menyiapkan makanan untukmu, selain untuk Hoseok. Dia memang berniat mengantarkan makanan ini untukmu nanti."

Wanita setengah baya itu memberi kode dengan matanya, pada goodie bag yang ada di dekat kompor.

Alis Taehyung bertaut, "Saya kira Eommonim yang memasak."

Wanita itu menggeleng sembari mengambilkan nasi dan lauk untuk Taehyung. "Jihyun melarangku karena mengira aku belum pulih. Padahal aku baik-baik saja. Aku akan merasa bosan jika tidak melakukan apapun."

"Nah, makanlah."

Taehyung mengangguk dan menerima mangkuk itu dengan senyuman. "Terima kasih, Eommonim."

"Bagaimana? Enak?"

Taehyung mengangguk. "Tapi, lebih enak masakan Eommonim." Pemuda itu baru akan melanjutkan, ketika mendengar pintu unit terbuka. Buru-buru dia berbicara pelan pada ibu Jihyun. "Eommonim, tidak akan mengatakan ini padanya kan? Nanti aku tidak diberi makan lagi."

"Tenang, ini rahasia kita," balas ibu Jihyun tak kalah pelan.

Jihyun menatap mereka curiga karena bicara dengan suara rendah. "Kalian membicarakanku ya?"

"Percaya diri sekali kau. Cepat makan." Katanya sembari menepuk tempat kosong di sampingnya. "Ini pertama kalinya kau bekerja sebagai pelayan, kau pasti butuh waktu lama untuk mempersiapkan diri."

"Ne, ne, ne." Gadis itu kemudian segera duduk dan menyantap makanannya. "Ah, iya. Nanti sebelum berangkat, simpan dulu makanan itu di rumah," katanya sembari menunjuk goodie bag dengan dagunya. "Kau bisa menghangatkannya untuk makan malam nanti."

"Haruskah aku berlangganan makanan padamu?" tanya Taehyung retoris. "Hoseok hyung dan aku sempat memikirkan ini. Lebih praktis daripada kami harus membeli makan di luar."

"Kalian ini bicara apa?" Giliran ibu Jihyun yang menukas. "Kalian sudah seperti keluarga sendiri. Seperti kakak-kakak yang melindungi Jihyun. Bagaimana mungkin kami meminta bayaran dari makanan sederhana seperti ini?"

Kakak yang melindungiku? Bahkan Ibu pun tahu diri untuk tidak berharap lebih. Hei, Ahn Jihyun! Kau harus tahu diri! Dia mau membantumu saja itu suatu keajaiban.

"Hei, kenapa diam saja?" tanya Taehyung heran. "Kau mendengarkanku tidak?"

"Kau bicara apa tadi?" tanya Jihyun sembari tersenyum canggung.

"Eommonim, lihatlah ini. Dia sering sekali melamun akhir-akhir ini." Taehyung menggeleng dramatis. "Sebagai seorang seonbae bagian service, aku akan memberimu nasihat. Kau harus lebih berkonsentrasi saat bertugas. Apalagi saat weekend, pelanggan sangat banyak. Jika kau melamun dan salah memberi pesanan, kau harus menggantinya dengan uangmu sendiri. Bayangkan berapa banyak gajimu yang dipotong hanya karena melamun?"

"Eomma, lihatlah betapa cerewetnya dia sekarang," balas Jihyun sekenanya. 

"Dia hanya memberi saran, Jihyun-ah. Tak ada salahnya mendengarkan."

"Eomma, apa sekarang kau membelanya? Wah, benar-benar ya, Kim Taehyung-ssi. Sekalian saja kau jadi anak ibuku." Jihyun benar-benar sebal sekarang. Seolah semua orang menyalahkannya hanya karena tadi melamun.

"Berarti aku kakakmu. Panggil aku oppa sekarang," tukas pemuda itu bercanda. "Hoseok hyung yang baru kenal sebentar saja sudah kau panggil oppa. Kenapa aku tidak?"

Ibu Jihyun menggeleng melihat keduanya. "Sudahlah. Lebih baik makan dulu. Tidak baik ada keributan di depan makanan."

"Ne," jawab mereka bersamaan.

Jihyun menghabiskan makanannya dengan cepat. Dan segera kembali ke kamarnya untuk bersiap. "Aku sudah selesai."

"Apa dia tidak mengunyah makanannya?" Ibu Jihyun berdecak kecil. "Taehyung-ah, maafkan jika dia tidak sopan ya."

"Sepertinya dia marah padaku."

Buru-buru ibu Jihyun menggeleng. "Mana mungkin dia marah padamu. Kau banyak membantu kami. Bahkan ucapan terima kasih pun tidak cukup membalasnya. Mungkin ... suasana hatinya hanya sedang buruk. Jadi, dia bersikap seperti tadi, tapi aku sangat yakin, dia tidak mungkin marah padamu."

Pemuda itu melengkungkan seulas senyuman tipis. "Saya dulu sempat merasa tidak adil saat harus pindah ke mari, tapi sekarang saya bersyukur pindah ke mari dan mengenal Eommonim juga yang lain. Saya banyak belajar dari kalian semua."

Pintu kamar Jihyun terbuka. Gadis itu keluar dengan tampilan lebih rapi dan dandanan minimalis.

"Apa kau tak merasa lipstikmu terlalu pucat, Nak?" tanya ibu Jihyun sesaat setelah memperhatikan penampilan anak gadisnya. "Mungkin jika tidak melayani tamu tidak masalah, tapi aku pikir warna itu terlalu pucat untuk saat ini."

Taehyung ikut mengangguk, tapi tak berani berkomentar.

Gadis itu melirik Taehyung sekilas, lalu melihat ke arah lain. "Hanya ini yang tersisa, Eomma. Aku lupa beli. Warna yang orange cerah yang biasa aku pakai itu hanya sampel, dan sekarang sudah habis. Nanti aku bisa minta Gaeun. Dia pasti punya banyak koleksi warna lipstik. Eomma tidak perlu khawatir."

"Kami berangkat, Eomma," lanjutnya mengajak Taehyung segera pergi dari sana, diikuti Taehyung yang buru-buru menenggak air putihnya.

"Eommonim, terima kasih untuk sarapannya," ucap Taehyung yang dibalas ibu Jihyun dengan anggukan. Wanita setengah baya itu juga mengangsurkan goodie bag berisi makan malamnya nanti.

Mereka berdua beriringan keluar dari unit Jihyun. Kemudian gadis itu menunggu Taehyung di depan unitnya karena pemuda itu harus menyimpan makanannya dulu di lemari pendingin.

"Jika kau tak ingin memakannya untuk makan malam nanti, sebaiknya buang saja."

Taehyung berdecak kecil. "Apa maksudmu? Ada banyak orang kelaparan di luar sana. Kenapa aku harus membuang makanan ini?"

Gadis itu tersenyum sekilas, kemudian Taehyung masuk, meninggalkannya sendiri di depan unitnya.

Jihyun tengah memainkan ponselnya tatkala seorang pemuda berbadan tinggi, datang dengan goodie bag di tangan kanannya dan secarik kertas kecil di tangan satunya.

"Nona, maaf mengganggu. Apa benar alamat yang tertulis di sini adalah gedung ini?"

Jihyun melihat kertas itu, lalu mengangguk. "Unit 6? Benar sekali. Anda ingin bertemu Taehyung-ssi?"

"Ah, kau mengenalnya?"

Jihyun kembali tersenyum dan mengangguk. "Dia ada di dalam. Mungkin sebentar lagi keluar."

Dan seperti cenayang, ucapan Jihyun menjadi kenyataan. Pemuda itu keluar dengan wajah terkejutnya.

"Hyung?"

***

Get well soon, Dek Jeykey 🥲 Ini cerita kok nggak selesai-selesai ya 🥲






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro