Chapter 11: Serba Dadakan
Keyword: Ripuh
“Pernahkah perempuan memikirkan jawaban sesungguhnya dari pertanyaan ini, Kenapa perempuan harus malu keluar dengan wajah 'asli'nya?”
__________
Hari minggu, jam dinding sudah menunjukan pukul sepuluh lebih lima belas menit. Akan tetapi Sarah masih saja bergelayut manja di balik selimut tebal. Bias teriknya cahaya seolah tak bisa menembus benteng yang Sarah buat.
Tidak, dia bukan model perempuan pemalas yang kerjaannya bangun siang. Tadi pagi sekali sebenarnya dia sudah terjaga. Namun, karena mood-nya masih kacau akibat ulah orang tuanya, dia memilih bangun hanya untuk mandi kemudian melanjutkan mimpinya yang terpotong.
Tak lama kemudian ....
Suara ketukan pintu terdengar nyaring di dalam kamar, mengusik Sarah yang masih tampak nyenyak dalam tidurnya. Suara itu datang seiring dengan suara yang memanggil nama Sarah dengan lantang tapi dengan nada yang lembut.
Meskipun begitu, tetap saja orang dibalik pintu itu sudah sangat berhasil membuat terbangun--untuk kedua kalinya--dari tidurnya. Sarah cukup hafal siapa yang mengusik tidur nyenyaknya dengan cara seperti itu, siapa lagi kalau bukan ibunya.
Sarah membuka matanya dengan terpaksa lalu berteriak menyahuti panggilan ibunya."Iya, Ma ... sebentar."
Dengan mata yang terasa susah dibuka, Sarah turun dari ranjang menghampiri ibunya di seberang.
"Ada apa, Ma?" tanya Sarah setelah berhasil membuka pintu dan tertatap langsung dengan mata ibunya.
Carlina terlihat rapi sekali pagi ini, berbanding terbalik dengan Sarah. Ya ... meski Sarah sudah mandi, tapi dia belum sempat berrias atau hanya sekadar merapikan anak rambutnya yang jatuh ke mana-mana.
"Ada yang ingin bertemu dengamu, dear," terang Carlina seraya memamerkan senyum manis.
Sarah yang saat itu belum memiliki kesadaran sepenuhnya mengangguk, mengerti. Ah, mungkin temanku yang mampir, pikir Sarah.
Kemudian gadis itu nyelonong begitu saja ke ruang tamu, meninggalkan Carlina yang geleng-geleng sekaligus setengah terkikik. Baru setelah Carlina menutup rapat kamar Sarah, dia buru-buru menyusul putrinya itu.
Sedangkan di lain sisi, Sarah jalan sempoyongan menuruni tangga.
"Kalian kenapa datang pagi seka ...."
Sarah menggantung kalimatnya ketika tahu siapa gerangan tamu yang ingin bertemu dengannya. Demi apapun! Ternyata mereka adalah Alfred bersama kedua orang tuanya.
Semua pasang mata tertuju ke arah Sarah, tak terkecuali Alfred yang melihatnya dengan tatapan sulit diartikan.
"Eh?" pekik Sarah sambil membungkam mulutnya sendiri. Seperti baru saja diisi puluh ribu energi, Sarah menjadi sadar sepenuhnya.
Sarah melihat kondisi dirinya saat itu juga. Mulai dari ujung rambut sampai mata kaki. Rambut acak-acakan, kaos oblong yang terlihat kusam, celana pendek dan tentu saja wajahnya yang belum terpoles make up apapun sejak tadi pagi, ditambah lagi dengan dirinya yang lupa memakai sendal ruangan membuat dirinya terlihat semakin buruk.
"Matilah aku," gerutu Sarah pelan.
Jika saja dia memiliki semacam ilmu sihir, dia rela membuka tanah agar menelannya sekarang. Atau mungkin dia akan membuat orang di ruangan itu hilang ingatan. Pasalnya Sarah sudah benar-benar malu.
Pencitraannya sudah hancur di mata Mr. dan Mrs. Bennedict. Bagaimana dengan Alfred? Sarah tidak terlalu ambil pusing. Toh, setelah mereka menikah nanti, keduanya akan sering terjebak dalam situasi seperti ini.
"Sarah?" panggil ibunya dari arah belakangnya.
Sarah menoleh ke sumber suara sekilas sebelum akhirnya menoleh kembali ke arah di mana Alfred dan keluarganya duduk bersama ayahnya.
"T-tunggu dulu ... aku belum bersiap-siap!" tukas Sarah mengabaikan panggilan ibunya seraya lari terbirit, kembali ke kamarnya lagi.
Sesampainya di dalam kamar, Sarah segera mengobrak abrik isi lemari. Dia mencari pakaian yang cocok untuk bergabung dengan mereka. Beberapa baju telah berserakan di mana-mana. Akan tetapi, dia belum juga menemukan yang pas. Hingga akhirnya pilihan Sarah jatuh pada baju berwarna alice blue.
Buru-buru dia mengganti pakaian. Baru setelah itu dia beralih memoles wajahnya. Seperti tampilan biasanya, Sarah merias wajahnya sederhana, tidak terlalu menor & tidak pula terlalu biasa.
Awalnya Sarah berniat mengepang rambutnya dengan model ponytail with height. Namun karena model itu memakan waktu lama sebab harus mengkritingkan rambutnya dulu, Sarah memutuskan untuk melepas setengah tatanannya, ripuh! Alhasil tatanan rambutnya jatuh pada model kepang one sided.
Ketika semuanya sudah menjanjikan, baru Sarah percaya diri turun menemui keluarga Alfred. Seiring dia menghampiri keluarganya, dia berpikir keras, kenapa dia harus repot-repot melakukan ini?
Bukankah sebenarnya dia tak setuju dengan perjodohan ini?
"Sarah! hati-hati!" Suara seruan Ivan saat melihat Sarah yang berjalan sambil melamun berhasil membuyarkan pikiran Sarah.
Sarah segera tersadar. Dia menggeleng beberapa kali lalu melanjutkan langkahnya sambil memasang senyum di bibir, meskipun semua orang akan tahu jika senyuman Sarah adalah senyum yang dipaksakan.
"Selamat pagi menjelang siang Om, Tante." Sarah memberi hormat pada Bennedict dan Diante selaku orang tua Alfred. "Maaf atas kejadian tadi," tambahnya malu.
Bennedict dan Diante sempat bertukar panjang. Lalu Diante menghampiri Sarah, dia menggenggam tangan Sarah. "Kau terlihat canggung sekali? Apa kau masih malu akibat tadi?" tebak Diante.
Sarah memutar bola matanya. "Ah, t-tidak," balasnya tergagap. Lucu.
Semua yang menyaksikam reaksi Sarah terlihat menahan tawa, kecuali Alfred. Oh, bahkan kedua orang tua Sarah menertawakan dirinya. Sekonyol itukah dirinya saat ini?
"Jadi, karena semua sudah siap. Ayo berangkat sekarang!" kata Carlina memecahkan kecanggungan.
"Eh? Kita akan pergi ke mana, Ma?" tanya Sarah bingung.
"Jalan-jalan sekaligus membicarakan suatu hal, dear," balas Ivan penuh misteri.
Lalu tanpa berkata lagi, kedua keluarga itu mulai berjalan keluar menuju mobil masing-masing yang sudah menunggu mereka.
"Oh, Mr. Bonaventur lebih baik Anda dan istri Anda naik di mobil kami. Biarkan Alfred dan Sarah yang memakai mobil kalian," tukas Louis--ayah Alfred.
Tanpa pikir panjang Ivan menjawab, "Tentu saja." Ivan menyetujui.
"Bagaimana dengan kalian berdua? Tidak apa-apa bukan?" tanya Ivan pada Alfred dan Sarah.
Sarah melirik Alfred yang kebetulan berdiri di sampingnya, berharap jika dialah yang akan menjawab pertanyaan ayahnya sekaligus menolak ide dua kepala keluarga itu.
"Baiklah," putus Alfred, memupus harapan Sarah yang ingin satu mobil dengan ayah dan ibunya.
Pria itu menyembunyika senyum di balik wajah datarnya, lalu tanpa sadar menggenggam tangan Sarah, mengajak Sarah masuk ke dalam mobil.
__________
To be continued
Fast up 'kan?
Btw, ini aku up-nya malem banget. Pukul 00.39 😅
Silahkan kasih komentar jika ada typo dan kesalahan letak bahasa. 😘
See you ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro