Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ta'ahe - @PhiliaFate

Ta'ahe oleh PhiliaFate

Premis dari Ayriana_ren :

Tentang seorang anak kecil yang hidup sebatang kara dan selalu dikucilkan masyarakat karena kekuatan anehnya mengeluarkan api biru yang bisa membuat orang atau sekitarnya membeku. Karena ingin diakui, akhirnya ia menyanggupi tantangan penduduk untuk membunuh iblis yang bersemayam di perut gunung berapi. Anak itu berhasil. Saat akan keluar, para penduduk justru menyegel gunung itu dan mengatakan kalau iblis yang dibunuhnya adalah ayahnya sendiri.

Genre: Fantasi

====================================================

"Siapa kamu?" desis suara rendah membuat Forkas gemetar.

Pria itu menelan ludah ketika melihat kerlip merah berbentuk mata muncul di kegelapan. Dia sudah berada di tempat yang tepat, di perut gunung Tarkoa, tempat iblis api bersemayam. Tanah berguncang kuat. Forkas berusaha menjaga keseimbangannya ketika lava yang selama ini membeku kembali menyala. Suhu udara meningkat tajam sementara keadaan goa yang gelap mulai diterangi pendaran cahaya dari lava. Forkas mundur selangkah, tapi dia menguatkan hatinya sambil memasang kuda-kuda. Dia tahu tujuannya ke tempat itu dan dia tidak akan pergi sampai dia mendapatkan apa yang dimau.

"Manusia, heh?"

Kali ini pemuda berusia dua puluh lima tahun itu dapat melihat siapa lawannya. Sesosok pria bertubuh kekar dengan tinggi dua meter keluar dari bayangan bebatuan. Warna matanya merah, berpijar seperti bara api sementara rambutnya panjang berantakan sepunggung. Djinn, Forkas sering mendengar legendanya, diceritakan oleh penduduk desa di kaki gunung untuk menakuti anak-anak. Sebuah entitas yang ditakuti oleh segenap manusia di kepulauan Ta'ahe. Ketika kini dia berhadapan langsung dengan makhluk itu, dia mengetahui betapa legenda itu salah. Djinn, walau memiliki tubuh manusia, terasa lebih menakutkan daripada yang pernah dia tahu. Seluruh tubuh makhluk itu dipenuhi tato berwarna merah menyala, ikut berpendar seperti lava yang mengalir di antaranya. Tato yang sama melekat di badannya, sebagai bukti bahwa dirinya adalah suku Ta'ahe.

Forkas berusaha fokus, menghunuskan belati sambil menyiagakan perisai yang terbuat dari kulit singa api, satu-satunya bahan yang dia tahu tahan terhadap suhu tinggi. Tujuannya hanya satu, membunuh makhluk itu dan membebaskan desanya dari teror. Demi masa depan keluarganya. Demi menghapuskan stigma buruk yang melekat agar mereka dapat hidup tenang di desa .

Kepala suku sudah berjanji. Forkas berbisik dalam hati seraya mengeratkan genggamannya pada belati.

Sambil berteriak dia menerjang maju, melompat melewati lava dan menghujamkan senjatanya ke arah Djinn. Makhluk itu hanya tersenyum kecil dan menghindar, lalu menangkap tangan Forkas. Rasa panas menyengat kulit, membuat pemuda itu menghantamkan perisai di tangan kiri tepat ke wajah Djinn, membuat sosok itu terpaksa mengelak dan melepas genggamannya.

"Kau tidak terpengaruh oleh sentuhanku?" desis Djinn seraya mengamati Forkas dalam-dalam. Dilihatnya pemuda itu dari atas sampai bawah, ada keterkejutan di wajah bengisnya. "Manusia biasa pasti sudah meleleh. Siapa dirimu sebenarnya?"

Forkas tidak menjawab. Dia mengambil ancang-ancang untuk kembali menyerang. Kali ini dia mengubah cara menggenggam belati, bilahnya dia genggam di belakang. Sekali lagi dia melompat maju, tapi alih-alih menyerang dari atas, dia mendarat selangkah dari Djinn dan menunduk untuk menggores kaki makhluk itu. Berhasil, Djinn meraung dan mundur, matanya berkilat menatap Forkas.

"Jawab aku, Manusia!"

"Itu bukan urusanmu!" Forkas menyiagakan belatinya lagi, kali ini sebuah lidah api berwarna biru menyelimuti bilahnya.

Mata Djinn terbelalak lebih lebar. Seketika bahu makhluk itu turun. Ketika Forkas melesat maju dan menebaskan belati itu ke dada, Djinn tidak sempat menghindar, membuat darah berwarna merah mengalir dari luka yang cukup dalam. Kelengahan makhluk itu membawa akibat fatal. Forkas tahu, tugasnya sebentar lagi akan selesai dan dia bisa pulang ke rumah sebagai pahlawan. Tanpa membuang waktu, Forkas mengayunkan belati birunya berkali-kali, menggoreskan lebih banyak luka pada tubuh Djinn yang sudah tidak berdaya.

Ini terlalu mudah.

Forkas berhenti dengan napas terengah ketika lawannya terkapar di tanah dan bersimbah darah. Djinn harusnya bisa melawan. Monster dengan kekuatan api yang sering menimbulkan bencana di pulau Ta'ahe dengan gempa dan letusan gunung berapi tidak kalah semudah ini. Jika dia mati, gunung Tarkoa akan dorman dan penduduk aman. Begitu juga dengan keluarga kecilnya.

Pemuda itu mengangkat belatinya tinggi, siap menusuk jantung makhluk itu. Namun, tawa yang lepas dari makhluk sekarat itu membuat Forkas terkejut.

"LAKNAT!"serunya di tengah tawa getir. "Suku Ta'ahe laknat!"

Gerakan Forkas berhenti, rasa penasaran menyergapnya cepat. "Apa maksudmu?"

Tawa Djinn makin kencang, walau itu membuat kolam merah di bawah tubuhnya meluas. Akhirnya makhluk itu tersedak oleh darahnya sendiri, terbatuk dan menarik napas lemah. Forkas mengamati semuanya dalam diam, bertanya-tanya.

"Mereka menjebakmu, Forkas."

Pria itu tersentak kaget. Djinn mengetahui namanya.

"Bagaimana bisa ...."

Tawa lemah kembali terdengar. Mata merah itu menatap dalam ke arah Forkas. "Karena aku yang memberimu nama itu."

Forkas terhenyak, berusaha mencerna arti dari kalimat yang dia dengar. Matanya memandangi raut wajah Djinn lalu turun ke arah dada yang dipenuhi tato. Pria itu menelan ludah.

"Apakah kau juga suku Ta'ahe?" tanyanya, berusaha mendorong firsaat buruk keluar dari benaknya. Tato adalah identitas bagi suku yang hidup terisolasi dari dunia luar. Di sana dapat diketahui siapa berkerabat dengan siapa, sebuah rekam sejarah dan cerita sejak zaman nenek moyang. Semuanya tercatat pada kulit suku Ta'ahe, sebagai penghormatan pada leluhur. Forkas terhenyak ketika matanya menyusuri garis-garis melengkung dengan simbol yang ada di sana. Saat dia bisa mengamati lebih dekat, ada sebuah lambang yang begitu familiar karena lambang itu juga berada di tubuhnya, tepat sebelum lambang yang menggambarkan dirinya tergores.

Djinn adalah ayahnya.

Belati digenggamannya jatuh. Semuanya tiba-tiba menjadi jelas. Alasan mengapa dia memiliki kekuatan api dan panas tidak berpengaruh padanya. Alasan mengapa dia harus tumbuh tanpa ayah dan dijauhi karena kekuatannya. Alasan mengapa dia berada di sini.

"Cepat keluar dari tempat ini." Djinn berusaha berkata dengan napas terputus-putus. "CEPAT!"

Forkas gamang, tapi seruan Djinn yang terakhir membuatnya lari seperti kesetanan ke mulut goa. Dia dapat mendengar seruan orang-orang dan bunyi bedebum. Forkas menambah kecepatannya. Namun, walaupun dia berlari dengan segenap tenaga, segalanya terlambat. Dia tiba tepat sebelum batu terakhir diletakkan di mulut goa. Cahaya matahari selamanya direnggut darinya. Bimbang antara mencoba mendobrak susunan batu atau kembali ke ayahnya, Forkas terdiam selama beberapa saat. Setengah menit yang berharga terbuang sebelum akhirnya dia melesat kembali ke tengah gunung.

"Katakan padaku,bagaimana cara keluar dari sini!" serunya pada Djinn yang hanya tersenyum lemah, kehabisan tenaga.

Ayahnya menggeleng pelan dan guratan sedih di matanya. Forkas tahu, bila jalan itu ada, ayahnya pasti sudah pulang dan bertemu dengannya.

"Apa yang harus aku lakukan?" desah Forkas putus asa.

Djinn hanya menatapnya dengan tatapan sedih sebelum binar di mata merahnya lenyap. Nyawa sang penjaga gunung sudah lenyap. Bersamaan dengan itu, gempa terjadi dan lava menggelegak. Forkas langsung berdiri. Gunung Tarkoa memberontak membuat Forkas panik. Bila gunung itu meletus, desa di kaki gunung akan lenyap, istri dan anaknya akan tewas. Pria itu sadar apa yang menjadi tugasnya. Penduduk Ta'ahe mengurung orang dengan kekuatan api di perut gunung untuk menjaga agar tidak terjadi bencana. Ketika penunggu itu melemah, mereka akan mengirim keturunannya untuk membunuh dan menggantinya.

Forkas mendengkus lalu tertawa. Awalnya pelan, hingga akhirnya tawa getir bernada putus asa itu memenuhi gunung yang siap memuntahkan lava. Setelah puas, dia hanya bisa tersenyum pedih sambil mengerahkan segala kekuatannya untuk menahan goncangan. Wajah cantik istrinya dan senyuman sang anak yang baru berumur dua tahun terbayang. Forkas memeluk mereka dalam kenangan dan menanti saat di mana nyawanya diregang oleh sang buah hati.

Pria itu menutup mata dan sebutir air mata mengalir turun, menguap oleh panas.

.

.

END

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro