Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lets Life Happily

Kwon Soonyoung

Setengah set sudah berlalu. Aku melihat papan score yang menggantung di atas. Wah, benar-benar memalukan. Bahkan nilaiku tidak ada setengahnya dari hasil yang didapatkan Midori.

"Yes!"

Aku menoleh ke Midori. Senyumku mengembang. Gadis itu sedang melompat senang karena berhasil melakukan strike. Alhasil, score-ku makin tertinggal di belakang. Ya sudah lah. Toh, ini hanyalah permainan biasa. Setidaknya aku dapat bonus dengan melihat raut wajah senang Midori yang sangat menggemaskan.

"Giliranmu," katanya.

Aku bangkit berdiri. Kini giliranku bermain. Aku mengambil ancang-ancang langkah dan melempar bola. Ugh, lagi-lagi masuk gutter.

"Mau aku ajari?"

Aku hampir saja melompat karena kaget dengan Midori yang sudah berada di dekatku. Gadis itu bahkan tampak biasa saja melihatku yang tersentak. Tanpa banyak bicara, Midori memilih bola dan mengelapnya.

"Coba pakai bola nomor 14," katanya sambil menyerahkan bola berwarna hijau padaku. "Berat bola disesuaikan untuk membantu momentum tubuhmu."

Aku menurut dan mengambil bola dari tangannya. "Berat," keluhku. Namun gadis itu tidak mendengarkan. Midori justru mengambil bola lainnya dan berdiri di sebelahku.

"Nah, sekarang perhatikan langkah kakiku," nada bicara Midori sangat serius. Aku jadi tidak berani main-main dengannya. "Satu... dua... tiga... empat... shoot."

"Bolanya tidak dilempar?" tanyaku bingung. Pasalnya, walaupun Midori mengatakan shoot, ia hanya berlagak melempar bola. Tidak dilakukan sungguhan.

"Ini kan bola giliranmu," kata Midori sambil tertawa kecil. "Ayo, dicoba."

Aku meringis kikuk. Aku berusaha keras untuk tidak mengecewakannya. Walaupun baru melihat sekali, aku mempelajari langkah-langkah kaki Midori dengan baik. Yah, tidak terlalu baik sih. Tubuhku masih terasa sangat kaku.

"Yuhuu, lihat Soonyoung!" Pekik Midori sambil menunjuk papan skor. "Kau berhasil menjatuhkan delapan pin."

Aku yang melakukannya, Midori yang bahagia. Kalau saja aku tidak sadar diri, pasti aku sudah mencubit pipinya yang berisi itu. Aku sangat gemas tiap melihat lesung pipit yang terbentuk sempurna saat gadis itu tersenyum.

"Good job!" Midori menepuk bahuku pelan.

Satu set permainan telah selesai. Bisa ditebak siapa pemenangnya. Midori membuat skor 220, sedangkan aku? Aku cukup bersyukur bisa mencetak angka 66.

"Mau main lagi?" tanyaku.

Midori melihat jam tangannya. "Ehm, sudah pukul 18.00. Mau cari tempat makan?"

Mendengar kata makan, aku jadi semangat. Sedari tadi aku hanya mampu melihat Midori makan cemilan. Aku tidak bisa ikut makan karena program dietku. Semua akan terbayar di waktu makan malam ini, haha.

--

Midori merekomendasikan tempat makan yang tidak terlalu ramai namun katanya sih rasanya tidak kalah enak dari masakan restoran bintang lima. Aku hanya menurut. Lagipula aku tidak tahu apa-apa. Kalau ditanya tempat makan yang enak di Osaka, aku akan langsung menjawab nama restoran udon milik keluarga Midori. Haha, jangan tanya mengapa.

"Aku mau daging," kata Midori. Tangannya membolak-balik lembar buku menu.

Aku yang selama ini lebih sering makan bento dan ramen bingung memilih. Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Semuanya terlihat enak tapi aku harus menjaga berat badan. Disisi lain aku berpikir, masa sih aku cuma makan salad padahal Midori sudah bilang ingin daging. Aku tidak ingin membuat gadis itu merasa tidak enak hati.

"Aku juga," ucapku akhirnya."Tapi yang ada sayurnya."

"Shabu-shabu?" tawar Midori. "Sepertinya enak juga makan makanan hangat saat udara mulai dingin seperti sekarang."

Aku mengangguk setuju. Kubiarkan Midori yang menyebutkan pesanan makan kami. Shabu-shabu, yakisoba, dan dua gelas teh hijau.

"Maaf ya Soonyoung. Seharusnya aku mengantarmu jalan-jalan ke tempat yang kau mau. Tapi akhirnya malah kau yang menemaniku bermain. Sepertinya aku terlalu bahagia karena mendapat waktu luang untuk berenang-senang."

"Kalau kau ke Seoul, aku akan ganti mengajakmu ke tempat-tempat yang kusukai," ucapku menenangkannya. "Lagipula aku senang kalau kau bisa bersantai."

Midori menunduk menyembunyikan wajahnya. Ia tersenyum malu. Ugh, gemas sekali!

"Tidak kusangka kau jago bermain bowling," ucapku memujinya. Ini beneran menyanjung, tidak ada maksud lain dalam ucapanku.

"Dulu aku sering bermain bowling, bahkan masuk ke club olahraga saat SMA," Midori mulai bercerita. "Aku sering ikut turnamen bowling amatir saat itu. Berawal dari asal main, lama-lama menghasilkan juga. Permainanku tadi itu tidak terlalu bagus karena aku sudah lama sekali tidak bermain bowling."

"Memang terakhir kali main kapan?" tanyaku penasaran.

Midori mengetuk-etukkan jari telunjuknya di dagu. "Kelas tiga SMA," ucapnya kemudian. "Wah, sudah hampir sepuluh tahun aku tidak bermain!"

Argh, Midori benar-benar menyiksaku sepanjang sore ini. Lihat saja! Raut wajahnya saat ini benar-benar menggemaskan. Ledakan berbagai raut wajah Midori yang baru aku lihat sekarang membuatku kegirangan sendiri.

"Kau harus sering-sering melakukan berbagai hal yang kau suka," ucapku. Aku tersenyum dan memandang tepat di kedua matanya. "Kau terlihat sangat cantik jika bahagia begini."

Crap! My mouth and my foolishness. Kenapa aku bisa kelepasan begini sih? Kan nggak lucu kalau suasananya berubah canggung karena ucapanku barusan.

Midori menatapku dengan pandangan datar. Aku jadi salah tingkah dibuatnya. Beruntunglah aku, seorang pelayan menyelamatkan suasana ini dengan mengantar minuman.

"Menurutmu begitu?"

"Ah, maaf?" Jujur aku tidak tahu apa maksud pertanyaan Midori tadi. Selepas pelayan pergi, ia tiba-tiba saja bertanya. Apa ini masih hal yang sama dengan yang tadi aku bahas.

"Apa aku terlihat cantik karena melakukan hal-hal yang kuinginkan?"

Aku menyelami kedua matanya. Nihil. Aku tidak membaca pikiran. Namun, yang aku yakin pasti, Midori tidak tersipu sedikit pun ketika kusebut dia cantik.

"Ehm, ya. Tentu saja," jawabku sedikit kikuk. "Make up terbaik seorang wanita adalah senyuman."

Midori tersenyum. Namun, senyumannya beda rasa. Senyum getir.

"Sayang sekali," gumamnya. "Sepertinya aku akan lebih sering terlihat jelek kalau begitu."

"Kenapa bicara begitu?" tanyaku tak terima. Bahkan tanpa sadar aku meninggikan nada suaraku.

"Karena aku tidak menikmati hidupku saat ini," lirih Midori.

Aku terkesiap. Apakah hidup Midori seberat itu? Aku sampai kehabisan kata-kata untuk menanggapi ucapannya. Sesungguhnya, sejauh ini aku lihat Midori menjalani rutinitasnya dengan santai. Gadis di hadapanku ini jadi terlihat sangat misterius. Tidak mudah untuk memahaminya.

"Ah maaf, aku jadi merusak suasana," Midori tertawa. Tawa yang terkesan dipaksakan. "Mana nih makanannya? Aku sudah lapar."

Lihat. Dia bahkan berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Midori-san." Gadis itu menatapku dengan pandangan bertanya. "Kau bisa cerita padaku jika ada masalah."

Midori tersenyum. "Terima kasih, Soonyoung. Kalau begitu, boleh aku minta tolong satu hal padamu?"

"Apa?" tanyaku antusias.

Tanpa sadar aku membenahi posisi duduk menjadi lebih tegak dengan kedua telapak tangan menempel dipangkuan. Aku memasang kedua telinga dengan selerama, siap mendengar kalimat yang akan keluar dari kedua bibir gadis di hadapanku ini.

"Ayo kita hidup bahagia dan bersenang-senang bersama," ucapnya lugas dengan senyum mengembang indah di wajahnya yang merona. "Setidaknya hingga malam ini berakhir."

Sial! Tanaka Midori, tak tahukah kau sudah mengubah hidupku dengan permintaanmu barusan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro