Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

I am Happy!

Kwon Soonyoung

Udon tempura tempat ini memang yang terbaik. Walaupun banyak menu baru, tetap saja aku tidak bisa berpaling. Tempuranya itu lho yang buat beda dari tempat lain. Aku menghabiskan kuah udon hingga tetes terakhir. Ah, kenyang.

"Kak, ini ada gyoza, hadiah dari Ayah," Masuo datang dengan piring baru berisi makanan.

"Wah, benar tidak apa-apa nih?" tanyaku basa-basi. Padahal sih aku sudah ngiler hanya dengan melihat dan mencium aromanya saja.

Masuo mengangguk. Ia meletakkan piring berisi gyoza di hadapanku.

"Kalau kurang, boleh minta lagi ke dapur kok, Kak."

Aku menggeleng. "Segini saja sudah cukup. Terima kasih ya."

Sepeninggal Masuo, aku mengambil satu potong gyoza dan memasukkannya ke dalam mulut. Lezat! Aku tidak tahan untuk mencomot satu lagi.

"Papa," panggil Jihee dari samping sambil menarik lengan kemeja pendekku. "Mam."

Ah, saking asyiknya makan, aku sampai lupa pada Jihee. Kulihat biskuit bayinya yang berceceran di kursi bayi. Aku menghela napas, namun tidak bisa marah. Biar nanti saja aku bereskan.

Aku mengangkat tubuh Jihee dan mendudukkannya di pangkuanku. Tangan mungilnya menggapai-gapai gyoza dipiring.

"Diam dulu," perintahku. Jihee menurut. "Biar papa suapin."

Aku meniup-niup gyoza hingga tidak terlalu panas. Setelah mengecek suhunya, aku menyodorkan makanan ini ke depan mulut Jihee.

Alis Jihee terangkat ke atas. Tandanya ia suka dengan rasa makanan yang lumer di mulutnya. Gadis kecil ini jadi aktif. Aku membiarkan dirinya memegang gyoza di masing-masing tangan. Dasar monster kecil.

Namun melihat bagaimana bahagianya Jihee mengunyah dengan empat gigi depannya, membuatku tidak bisa menahan senyum. Anak kecil memang ajaib. Bisa membuat orang senang dalam sekejap.

---

Tanaka Midori

Ah, apa sih yang sudah aku lakukan? Kenapa aku harus sampai berdandan begini?

Aku memandangi bayangan di cermin. Pipiku tidak terlalu tembam dibandingkan dulu. Aku mulai mengatur jumlah kalori yang masuk setiap harinya. Namun, untuk urusan gaya, aku masih tetap saja. Setia dengan potongan rambut pendek seleher.

Aku menghapus warna lipstick yang menurutku terlalu mencolok. Aku menggantinya dengan warna peach matte. Aku tersenyum puas ketika melihat riasanku yang tampak natural.

Aku mengambil ponsel dan memasukkannya ke dalam saku celana jeans. Aku bergegas menuju restoran.

"Ah," pekikku pelan ketika merasa menabrak sesuatu.

Aku menunduk. Kulihat seorang anak kecil berumur sekitar satu tahun jatuh terjerembab di lantai. Anak siapa dibiarkan jalan-jalan sendiri disini? Aku menggendongnya ketika anak ini mulai terisak.

"Cup cup, mana yang sakit sayang?" tanyaku sambil mengayunnya dalam gendongan. Kubersihkan gaun warna kuning cantik yang ia kenakan dari debu akibat jatuh tadi.

"Papa, papa," tangisnya.

Duh, mana makin keras lagi tangisnya. Aku memasuki restoran dan mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Siapa tahu ada orang tua yang tampak kebingungan mencari anaknya yang hilang.

"Papa mana?" tanyaku pelan.

"Papa, papa," rengeknya tak membantu. Sepertinya gadis kecil ini tidak tahu kalau aku mulai kebingungan dengan tangisannya.

"Papa," disaat aku mulai kehilangan akal, anak ini mengacungkan jari telunjuknya ke suatu arah. Aku mengikuti petunjuknya.

Dahiku berkenyit heran. Benar cowok itu adalah papa anak ini? Ia terlihat sibuk membersihkan isi piringnya. Tidak merasa kehilangan anak sedikitpun.

"Papa!"

Pria itu mendongak. Pandangan mata kami bertemu. Hening. Hanya ada suara ocehan ceria dari gadis kecil yang berada di pelukanku.

Rasanya duniaku berputar cepat. Pria itu adalah Soonyoung dan putri kecil yang ada di gendonganku saat ini memanggilnya... Papa?

---

Kwon Soonyoung

Aku menjatuhkan sumpit yang kupegang. Wanita yang berdiri di hadapanku adalah Midori. Kukira dia sedang ada di Tokyo saat ini. Aku tidak bermaksud untuk mengunjunginya, namun hal ini justru terjadi sangat cepat tanpa aku sadari.

"Papa, Mam!"

Aku tersadar oleh rengekan Jihee. Gadis kecil itu bergerak aktif dalam gendongan Midori. Aku segera berdiri dan mengambilnya, takut Jihee terjatuh karena Midori tampaknya masih belum sadar dari lamunannya.

"Iya, iya. Mam ya.. mam yang banyak," aku memasukkan potongan gyoza ke dalam telapak tangan Jihee. Dalam sekejap, gadis kecil ini menjadi diam.

Aku kembali menoleh pada Midori. Aku tersenyum. Midori masih sama seperti dulu, bedanya kini ia terlihat lebih cantik.

"Mau duduk?" tawarku padanya.

"Eh?" Kurasa ia baru sadar bahwa aku ajak bicara. Aku menarikkan kursi untuk dirinya duduk. Ia mengerti dan duduk di hadapanku.

"Sudah lama tidak bertemu ya," ucapku membuka percakapan dengan kikuk.

Midori mengangguk kecil. Pandangannya beralih bergantian melihat wajahku dan Jihee yang asyik makan dalam gendonganku.

"Ya, sudah lama tidak bertemu." Apa-apaan itu reaksinya tadi? Tidak ada nada ramah sama sekali. Caranya bicara seperti robot.

---

Tanaka Midori

Aku tidak salah dengar, kan? Anak itu benar-benar memanggil Soonyoung dengan sebutan Papa. Soonyoung juga tampak santai dan sangat piawai dalam mengurusnya. Kulihat baik-baik. Wajah mereka sangat mirip. Benar-benar seperti ayah dan anak.

Otakku bekerja cepat. Kalau kutaksir, sepertinya gadis kecil ini berusia satu tahun lebih beberapa bulan. Hatiku mencelos. Jangan-jangan, setelah ditolak olehku, Soonyoung kembali menjalin hubungan dengan Somi dan menikah diam-diam. Dan... gadis kecil ini adalah anak mereka?

Saat Seventeen melakukan syuting disini, aku sempat bercakap-cakap dengan beberapa member. Namun tidak ada satu pun yang bicara bahwa Soonyoung sudah menikah. Hyesung juga tidak membahasnya sedikit pun. Aku tersenyum getir. Sepertinya banyak orang yang berusaha menyembunyikan perihal ini dariku.

"Oh ya, kau belum kenal dengan keponakanku. Namanya Park Jihee," Soonyoung kembali bersuara.

Aku melepaskan pandangan dari gadis kecil di pangkuannya dan menatap Soonyoung dengan pandangan bertanya. "Keponakan?"

Soonyoung mengangguk. "Ya, Jihee anak kakakku, jadi namanya keponakan, kan?"

Aku mendengus geli. Ya ampun ternyata keponakan, toh? Pantas saja wajah mereka bisa sangat mirip.

"Kalau begitu, kenapa dia memanggilmu Papa?" kali ini aku bisa bertanya dengan lebih bebas. Setelah perasaan insecure-ku terangkat.

Soonyoung meringis. "Aku juga tidak tahu Jihee belajar darimana. Namun mendengarnya memanggilku dengan sebutan Papa, itu berarti hubunganku dengan putri kecil ini sangat dekat," Soonyoung menciumi pipi Jihee, membuat anak itu tertawa senang.

Aku tersenyum melihat interaksi keduanya. Ya, mereka memang terlihat benar-benar dekat.

"Akhirnya kau tersenyum."

Aku menaikkan alisku mendengar komentar Soonyoung. Ya, pria itu masih saja memiliki sifat bicara terbuka dan menyuarakan pikirannya dengan blak-blakan.

"Aku?" tanyaku heran sambil mengarahkan telunjuk pada ujung hidungku sendiri. "Aku kenapa?"

Soonyoung tertawa kecil. "Kau tadi sangat kaku, seperti robot. Aku sampai takut kalau kedatanganku kemari membuatmu terusik. Tapi untunglah kau sudah bisa kembali tersenyum."

Aku tersenyum malu mendengar penuturannya. Ah, salahkan otakku yang selalu berpikir kejauhan.

"Tidak kok. Aku senang bisa bertemu lagi denganmu," ucapku jujur.

Soonyoung tersenyum. Senyumnya sangat manis, membuat mata sipitnya menghilang jadi dua buah garis tipis.

"Kau tidak memakai seragam, kalau begitu kau tidak sedang bekerja?" Aku menjawab pertanyaan Soonyoung dengan anggukan kecil.

"Kalau begitu, mau jalan-jalan sebentar?" tawarnya lagi.

Aku tersenyum dan mengangguk. "Habiskan makananmu. Aku akan bersiap-siap dan meminta izin pada Ayah terlebih dahulu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro