Do you want to be my girlfriend?
Tanaka Midori
"Aku pulang!" seruku begitu sampai di rumah.
Masuo menyambutku. Ia keluar dari kamarnya sembari berlari kecil.
"Kakak!" teriaknya senang.
Aku tersenyum lebar membalasnya. Kuberikan pelukan sekilas dan kukecup pipi kanannya. Ia menghindar. Haha, masih saja tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil rupanya.
"Kau senang aku pulang?" tanyaku menggoda adik terakhirku ini.
"Tentu saja. Jadi tidak ada yang membelaku di rumah kalau aku sedang malas membantu pekerjaan di restoran," ucapnya sambil meringis lebar.
"Kau ini," aku mengacak rambutnya gemas.
"Kenapa baru pulang setelah dua bulan?" kali ini Takuo angkat bicara.
Ya ampun, anak ini. Walaupun sudah lama tidak bertemu, ia tetap saja bersikap dingin. Takuo bahkan tidak perlu repot untuk memberikan sapaan akrab padaku. Namun aku tahu, dibalik itu semua dirinya mengkhawatirkan diriku.
"Aku kan punya pekerjaan baru di Tokyo. Kau harus mulai terbiasa lagi dengan menjadi leader dari adik-adik lainnya. Paham?"
"Iya, aku tahu," jawabnya malas.
Aku tersenyum tipis. Dulu saat aku bersekolah di Tokyo pun, Takuo sudah terbiasa berperan sebagai anak tertua di rumah. Ia yang menggantikan semua tugasku. Sebenarnya aku merasa kasihan padanya karena harus kembali merantau, padahal ia sedang mempersiapkan diri untuk masuk universitas ternama di Tokyo. Namun adikku itu benar-benar bisa diandalkan. Ia berhasil meyakinkanku bahwa ia mampu melakukan tugas-tugasku sembari mengurus studinya. Toh, Keisuke juga akan ikut membantu, begitu katanya.
Ponselku bergetar. Aku meraihnya keluar dari kantung jaket. Parah, aku tidak bisa menyembunyikan senyum bahagia begitu tahu siapa pengirim pesan ini.
"Pasti si Kwon Soonyoung," tembak Takuo tepat sasaran.
Aku mengangkat kepala. Tidak mengelak, aku membenarkan ucapannya. "Dia hanya menanyakan kabarku apakah sudah sampai rumah dengan selamat atau belum."
"Kak, aku juga sering chatting dengan Kak Soonyoung lho," Masuo ikut membanggakan diri. "Katanya ia akan mengundang kami sekeluarga menonton konser Seventeen mendatang di Osaka. Sayang, jadwal manggung mereka masih lama."
"Dia berkata seperti itu?" tanyaku menanggapi. Aku menepuk puncak kepala Masuo pelan. "Kau tetap harus mendahulukan sekolahmu dibandingkan nonton konser. Walaupun itu konser Soonyoung. Mengerti?"
Masuo mengerucutkan bibirnya. "Tapi, kalau jadwal konsernya tidak bertabrakan dengan jadwal ujianku di sekolah, aku boleh menontonnya kan?"
"Hmm, lihat nanti," ucapku menggodanya. Haha, aku makin gemas dengan tingkah adik kecilku ini. Bibirnya terlihat terjepit diantara dua pipi tembam putihnya.
"Ayah, Ibu, dan Keisuke ada di restoran. Kakak mau kesana?" tanya Takuo menyela. Terlihat sekali ia berusaha mengalihkan topik pembicaraan dari sosok bernama Soonyoung. Yup, aku sendiri tidak mengerti dengan sikap Takuo yang selalu berubah-ubah jika ada hal terkait Soonyoung sedang dibahas.
"Tidak. Aku mau istirahat dulu saja di kamar," tolakku. "Mungkin nanti malam aku baru kesana untuk membantu."
"Kalau begitu, aku bantu kakak bawa tas ke kamar ya," seru Masuo semangat. Ia sudah bergerak menjinjing tas besarku ke dalam kamar.
"Kak," panggil Takuo lagi sebelum aku menghilang di balik pintu. "Kau harus benar-benar istirahat. Jangan main ponsel terus. Istirahatlah dengan benar."
Aku tertawa kecil sambil mengangguk. "Iya, iya. Tenang saja Takuo."
--
Kwon Soonyoung
Aku pulang dari acara perayaan ulang tahun Hyesung. Jam sudah menunjukkan tengah malam. Jika hari biasa, aku pasti sedang menjalankan aktivitas rutinku. Menelepon Midori.
Sayangnya, ini bukan hari biasa. Midori pulang ke Osaka setelah sekian lama sibuk bekerja di Tokyo. Sore tadi ia mengirimku pesan agar tidak meneleponnya dulu malam ini. Takuo cemburu padaku, katanya. Haha, dasar bocah.
Alhasil, aku hanya bisa berguling-guling di atas kasur tanpa kegiatan apapun. Bosan. Aku melihat layar ponsel yang tidak menunjukkan notifikasi satupun. Dengan malas, akhirnya aku mengembalikan benda berbentuk segi empat itu ke atas meja.
Malam ini berlangsung sangat meriah. Member Seventeen berhasil kembali mendekatkan Jihoon dan Hyesung. Bahkan, Jisoo hyung memaksa gadis itu agar mau menerima bantuan Jihoon untuk mengantarnya kembali ke rumah sakit memenuhi panggilan tugas.
Aku menatap nyalang ke langit-langit kamar. Kira-kira sekarang Jihoon dan Hyesung sedang apa ya? Apa keduanya sudah kembali menjadi "akrab" seperti empat tahun lalu? Semoga saja usaha Jihoon akan membuahkan hasil manis malam ini.
Aku berguling dan memeluk bantal. Saat ini banyak member Seventeen yang sudah tidak sendiri. Maksudku, sudah mulai mencari pasangan. Entah sudah benar-benar resmi sebagai kekasih, atau baru hanya sekadar dekat. Agensi kami bahkan mulai membiarkan kami berkencan di bawah perlindungannya. Jadi masalah hal remeh begini kami sudah cukup terbuka pada para manajer hyung.
Hm, tapi kalau mau ditilik lagi, aku bahkan belum memiliki hubungan yang jelas dengan Midori. Sejak kejadian satu bulan yang lalu ketika aku mengunjunginya di Tokyo, hubungan kami makin dekat sih. Awalnya aku memang takut kami akan berpisah. Namun, ternyata pertengkaran kecil membawa manfaat baik juga dalam hubungan. Midori jadi lebih jauh terbuka mengenai perasaannya padaku. Ia bahkan sudah mulai terbiasa dengan kelakuanku yang haus akan skinship.
Tenang saja. Kami baru melakukan hal sebatas pegangan tangan dan pelukan. Tidak lebih.
Menjalin hubungan tidak jelas seperti ini terlalu lama pun tidak baik. Aku membuat perjanjian dengan diriku sendiri. Kalau setelah malam ini Jihoon mengatakan hubungannya dengan Hyesung kembali terjalin, aku akan memantapkan diri lagi untuk menembak Midori. Meresmikannya sebagai kekasihku.
---
Tanaka Midori
"Benarkah? Jadi kau sudah memutuskan akan kembali menerima Jihoon lagi?" Aku menurunkan majalah yang sedang aku pegang saking tidak percayanya dengan berita yang aku dengar.
Yup. Saat ini aku sedang menghabiskan me time dengan mempercantik diri di salon sambil bercengkerama dengan Hyesung melalui telepon.
"Untuk apa aku berbohong padamu?" balas Hyesung dari seberang. "Aku bahkan langsung menghubungimu begitu Jihoon oppa pergi dari sini untuk kembali menggarap lagunya yang belum selesai."
Aku membenahi earphone di telinga yang tanpa sengaja tertarik karena aku terlalu antusias mendengar kabar baik dari sahabatku ini. Aku kemudian kembali menyandarkan punggung di kursi dan menikmati pijatan ringan di kakiku.
"Baguslah... menurutku, kalian berdua sudah nyaman satu dengan yang lain. Mau bagaimanapun, kalian akan tetap bersama pada akhirnya," kataku menyuarakan pendapat. "Just make sure that you wont do your last mistake ever again. I am rooting for you two."
"Are you nagging at me?" Hyesung tertawa renyah membalas ucapanku. "Okay, okay. Aku akan berusaha keras untuk kali ini. Kau lihat saja nanti."
Aku tidak mampu menyembunyikan senyumku. Aku tulus mengharapkan keduanya hidup bahagia bersama. Jika kalian melihat bagaimana terpuruknya seorang Han Hyesung selama empat tahun belakangan ini, kalian pasti akan berharap hal yang sama denganku. Lee Jihoon adalah obat bagi Hyesung. Mereka membutuhkan satu sama lain.
Senyumku tambah lebar ketika membaca nama Soonyoung di ponsel. Ia menginterupsi panggilanku dengan Hyesung. Ah, pasti cowok ini akan bicara panjang lebar karena semalam tidak bisa menghubungiku.
"Hyesung, aku ada telepon," ucapku memberi tahu.
"Apakah lebih penting dari teleponku?" tanyanya dengan nada merajuk. Aku tahu dia hanya bercanda.
"Ya, sangat penting," aku mengakhirinya dengan tawa renyah. "Aku akan menghubungimu lagi nanti. Sering-sering main ke Jepang ya, bawa juga Jihoon bersamamu. Kau sendiri yang bilang Jepang sudah menjadi rumah keduamu."
"Ya, ya, kau ini bawel sekali," cibir Hyesung. "Aku harus membersihkan rumah. Sampai bertemu nanti."
Setelah selesai mengucapkan salam perpisahan, aku segera mengangkat telepon masuk dari Soonyoung. Aku tidak mau membuatnya menunggu lama.
"Hal...," aku siap menyapanya dengan suara riang.
"Midori, apa kau mau menjadi kekasihku?"
"lo...," aku berhasil menyelesaikan kata yang belum selesai akibat interupsi dari sang penelepon.
Tunggu. Apa tadi Soonyoung bilang? Aku tidak mendengarnya dengan jelas.
"Midori, apa kau mau menjadi kekasihku?" Bagai bisa membaca pikiranku, Soonyoung mengulanginya lagi.
Ah, jadi itu yang dia katakan. Dia bertanya apa aku mau menjadi... kekasihnya. Wait. What? Dia menembakku?! For real?!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro