Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7

"Jadi apa kau benar akan langsung pulang?" tanya Minghao ketika sudah tiba di lantai dasar. "Sekarang baru pukul satu siang."

Melodi menoleh. Ia mengernyitkan dahinya, tampak bingung. Entah mengapa pria di sebelahnya ini bersikap sok kenal dengan dirinya. Itu membuat dirinya merasa tidak nyaman.

"Ya. Aku akan langsung pulang," jawab Melodi setengah hati. Ia merasa awas dengan pria di sebelahnya hingga meningkatkan kewaspadaan dirinya. Untuk apa jujur menjawab pada orang yang tidak dikenalnya?

Minghao mengangguk-anggukkan kepalanya. "Padahal aku mau jalan-jalan sebentar di sekitar Myeongdong. Kau boleh ikut jika tidak ada urusan. Pasti membosankan menghabiskan hari yang panjang di musim panas dengan berdiam diri di rumah."

Melodi memaksakan seulas senyum. "Terima kasih atas tawarannya."

"Ah!" Seru pria itu tiba-tiba. Ia memutar badannya hingga berhadapan dengan sang lawan bicara. Melodi hanya mampu mengangkat kedua alisnya keheranan. "Besok ada acara festival musik di Hongdae dan Seventeen akan perform disana. Apa kau akan menonton kami?"

Melodi tampak terkejut. Hongdae! Dirinya bahkan berencana pergi ke rumah sang nenek di Hongdae sore ini. Mengapa dari sekian banyak tempat dan waktu, ia harus bertemu dengan Seventeen?

"Aku... tidak punya tiketnya," ucap Melodi meringis. Sehabis ini ia harus mencari tahu dimana venue acara itu diadakan sehingga ia bisa menghindar.

"Kalau begitu aku akan memberikanmu tiketnya," ucap Minghao final.

"Ah.. tidak per...," ucapan Minji tergantung tanpa selesai.

Minghao mengangkat sebelah tangannya, mengisyaratkan kata tunggu. Pria itu menjauh sedikit dengan ponsel menempel di telinganya.

Melodi menghela napas panjang. Gadis itu memeluk tali tasnya erat-erat. Ingin rasanya ia langsung pergi dari sana, tapi perbuatannya itu jauh dari kata sopan. Lagipula dirinya merasa tidak punya urusan dengan Minghao, untuk apa dirinya menunggu.

"Maaf, telepon dari Mingyu," ucap Minghao. Ia kembali dengan senyuman lebar di wajahnya.

Melodi membulatkan bibirnya. Membentuk kata "ooh" tanpa suara. Sebenarnya ia bingung harus membalas ucapan Minghao tadi dengan apa. Toh dirinya tidak ingin tahu.

"Kau serius tidak mau ikut jalan-jalan denganku?" Melodi menggeleng tegas sebagai balasan. Minghao tampak mengerti. "Kalau begitu aku pergi dulu ya!"

Gadis itu menarik napas lega. Akhirnya Minghao pergi juga. Melodi membuka pintu kafe dan berjalan menuju halte bus tak jauh dari sana. Ketika sedang menunggu transportasi umum yang akan membawanya pulang, sebuah mobil sedan berwarna hitam terlihat berhenti di hadapan Melodi.

"Untuk tiketnya akan aku titipkan pada Kwak Minji!" seru Minghao yang ternyata adalah sang pengendara mobil. Pria itu tersenyum sembari melambaikan sebelah tangannya. "Hati-hati di jalan Melodi-ssi!"

Baru saja Melodi akan membuka mulutnya menyuarakan kata protes, pria itu sudah kembali menaikkan kaca jendela mobilnya. Minghao melajukan kendaraannya secepat kilat meninggalkan tempat itu.

"Ugh, menyebalkan," gerutu Melodi dengan bahasa ibunya.

---

Melodi menggandeng lengan sang nenek dengan penuh kasih sayang. Walaupun usianya sudah lebih dari setengah abad, beliau tetap aktif beraktivitas. Pengaruh pola hidup sehat. Melodi menilik kondisinya sendiri. Makan tepat waktu saja sudah syukur, apalagi olahraga.

"Kamu kok tiba-tiba mau liburan kesini?" tanya sang Nenek. Keduanya kini sudah duduk bersisian di atas ayunan rotan di halaman belakang rumah.

Melodi menggelayut manja, "Karena aku kangen Nenek."

Nenek mengelus tangan Melodi yang melingkari lengannya. "Nenek menyesal pernah menentang pernikahan ayah dan ibumu. Nenek jadi tidak dapat melihat proses dirimu bertumbuh."

Melodi mengangkat kepalanya dari bahu sang Nenek. "Yang penting sekarang Nenek bisa melihatku yang sudah dewasa ini."

Nenek tersenyum mendengar kalimat yang keluar dari kedua bibir Melodi. Wanita tua itu menyampirkan sejumput rambut ke belakang telinga sang cucu. "Syukurlah kau tumbuh menjadi gadis yang cantik."

Melodi tertawa kecil mendengar pujian itu. "Aku berjanji akan mengunjungi nenek lebih sering." Ucapan Melodi terhenti. "Ah, bagaimana kalau natal nanti aku kembali ke sini? Akan aku ajak Andre Oppa, Eomma, dan Appa."

"Nenek akan sangat senang," jawab sang Nenek.

Melodi tersenyum. Ia kembali menyandarkan kepalanya pada bahu sang nenek. Kelopak matanya menutup perlahan. Gadis itu menikmati udara sepoi-sepoi yang sedari tadi memainkan rambutnya. Walaupun sudah memasuki musim panas, ia masih dapat merasakan hawa musim semi di taman kecil terawat milik neneknya itu.

Gadis itu teringat bagaimana perjuangan kedua orang tuanya dalam mempertahankan cinta mereka. Bahkan ketika tidak ada sanak keluarga yang mendukung keputusan keduanya, mereka memilih merantau ke ibu kota negara Indonesia dengan bekal seadanya. Itu cerita lama. Dengan bantuan waktu, semuanya kembali membaik. Bahkan merasakan bagaimana sang Nenek mencurahkan rasa sayangnya pada Melodi, membuat gadis itu ragu sesaat apakah wanita tua di sampingnya itu dulu tega mengusir ayahnya yang memilih pergi menikahi seorang wanita berumur empat tahun lebih tua darinya.

"Jika kau lelah, tidurlah di dalam. Nenek akan menyiapkan kamar untukmu," ucap Nenek.

Melodi membuka kedua matanya. Ia menggeleng pelan. 

"Aku suka dengan udara segar disini, Nek. Nanti malam aku akan menginap disini, jadi biar nanti saja aku beres-beresnya," Melodi tersenyum menenangkan. "Nenek teruskan saja merajutnya. Maaf kalau kedatanganku mengganggu dan menyita waktu Nenek."

Nenek mengamati wajah Melodi dengan matanya yang sudah mulai rabun. Wanita tua itu mengusap pipi sang cucu dengan penuh kasih sayang.

"Tentu saja kau tidak mengganggu, cucuku," jawab Nenek. "Nenek senang kau masih mau mengunjungi nenek. Kau boleh menginap disini sepuasmu."

"Terima kasih, Nek," Melodi mengalihkan pandangannya pada hasil rajutan sang nenek yang belum selesai. "Nenek mau membuat apa?""

"Syal. Untuk ayahmu," jawab Nenek. "Kalian semua akan kebagian nantinya. Maka dari itu pastikan kalian semua ada di sini saat malam natal nanti ya."

Melodi terlihat kaget. Namun ia kemudian tertawa renyah. Kedua lengannya terentang memeluk sang nenek.

"Makasih Nenek. Aku pasti akan kesini. Jadi Nenek bisa melihatku menggunakannya dengan baik," ucap Melodi riang.

Nenek membalas pelukan Melodi dengan setulus hati. Melodi kemudian melepaskan rengkuhannya setelah beberapa saat. Gadis itu kembali menyandarkan punggungnya pada ayunan.

"Kalau begitu, besok ikut Nenek ke pasar ya. Nenek sudah lama tidak membelikanmu baju."

Mulut Melodi terbuka. Ia kemudian menggeleng. Kedua tangannya bergerak bersamaan, mengisyaratkan kata tidak. 

"Tidak perlu, Nek. Aku masih punya banyak baju," tolaknya pelan agar sang nenek tidak sakit hati.

Nenek tampak tak ingin dibantah. "Terakhir kali kau kemari sudah dua tahun yang lalu. Nenek mau menghabiskan waktu bersama cucu Nenek dengan berbelanja. Sudah lama juga Nenek tidak jalan-jalan."

Melodi akhirnya mengalah. Ia menganggukkan kepalanya. Tidak ada gunanya menolak keinginan Nenek.

"Baiklah, tapi jangan lama-lama ya Nek. Aku tidak ingin Nenek sakit karena terlalu lelah."

Nenek mengibaskan sebelah tangannya. "Nenek masih cukup sehat. Bahkan jika kau meminta Nenek untuk menemanimu menonton konser Big Bang, Nenek pun masih sanggup."

Kedua bola mata Melodi nyaris keluar saking besarnya dia melotot. Konser Big Bang, kata Nenek? Melodi geleng-geleng kepala. Neneknya ternyata cukup nyentrik. Ia membayangkan sang Nenek ikut jingkrak-jingkrak sembari mengayunkan light stick berwarna kuning di salah satu tangannya. Melodi tidak ingin tertawa, ia segera menepis pikirannya barusan.

"Memang Nenek tahu Big Bang itu siapa?" tanya Melodi setengah menggoda.

Sang Nenek malah membusungkan dadanya. "Nenek bahkan punya album dengan tanda tangan Seungri di dalamnya. Kau bisa melihatnya di rak ruang televisi kalau tidak percaya."

"Benarkah?!" Melodi menutup mulutnya yang sukses menyuarakan rasa keterkejutannya.

Nenek mengangguk. Ia tampak senang mendapati raut wajah sang cucu yang terlihat sangat priceless. Dengan bangga, wanita tua itu kembali berfokus dengan alat rajut di tangannya.

Melodi mengalihkan pandangan. Ia masih belum sembuh dari keterpanaannya. Jangan-jangan, karena Nenek tinggal di Hongdae, beliau banyak gaul dengan mahasiswa Universitas Hongik. Melodi bahkan kalah keren jika dibandingkan neneknya itu.

Kalau begini, sepertinya bayangan Melodi yang menganggap sang nenek merupakan fans Big Bang benar adanya. Benar-benar Nenek ajaib!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro