11
Melodi mengaduk kimchi jjigae sesuai dengan instruksi yang diberikan sang nenek. Gadis itu mengambil kuahnya menggunakan sendok. Dengan berhati-hati ia memberikannya pada sang Nenek untuk mencicipi masakan yang dibuatnya.
"Rasanya sudah pas. Matikan kompornya," perintah sang Nenek. Melodi menurut.
Gadis itu beralih mengatur meja makan. Ia meletakkan kompor portable kecil di atas meja. Tak lupa Melodi memastikan bahwa kompor tersebut masih bisa menyala. Gadis itu kembali berdiri dan mengambil loyang pemanggang dari lemari di dapur.
Menu utama makan kali ini adalah daging bakar. Bagi Melodi, itu sungguh pilihan makanan yang terlalu berat untuk disebut sarapan. Tapi apalah daya, sang nenek bersikeras memaksanya makankarena gagal sebagai menu makan malam kemarin. Apalagi Nenek sangat tahu bahwa Melodi menyukai daging bakar.
"Selamat pagi, Nek," sapa Minghao pada Nenek yang sedang menyusun daging mentah di atas piring.
"Selamat pagi Minghao," balas Nenek tak kalah ceria. "Tidurmu nyenyak?"
"Sangat nyenyak. Suasananya mengingatkanku pada rumah nenek di China," balas Minghao.
Kedua orang itu sudah berbincang dengan akrab mengenai keluarga Minghao. Akhirnya, Melodi memberi tahu sang Nenek perihal Minghao seorang idol ketika pagi ini hanya berdua di dapur menyiapkan sarapan. Nenek tentu saja terkejut. Apalagi ia tidak menyiapkan sesuatu yang istimewa untuk menyambut kedatangan Minghao yang mendadak.
Melodi tersenyum simpul ketika mendapati Nenek dan Minghao sedang mengobrol asyik sembari memasak bersama. Ternyata Minghao tidak seburuk itu jika bekerja di dapur. Setelah semua masakan sudah tertata rapi di atas meja, Melodi kembali ke dapur dengan sebuah botol di tangannya.
"Makanan sudah siap," seru Melodi. Gadis itu menarik satu mangkuk kecil dari lemari dan menuangkan bubuk berwarna merah dari botol yang dibawa ke dalamnya.
"Itu apa?" tanya Minghao penuh ingin tahu.
"Bubuk cabe," Nenek yang menjawab. Beliau sudah berlalu menuju ruang tengah dimana Melodi telah menyiapkan makanan. "Lidah cucuku tidak terlalu cocok dengan masakan Korea, jadi dia akan membawa bubuk cabe itu kemanapun akan makan saat disini."
Melodi terkekeh. Ia mengiyakan jawaban Nenek pada Minghao yang masih setia berdiri di sampingnya.
"Kau kesana saja dulu. Aku sudah hampir selesai disini," kata Melodi.
Minghao tidak menolak. Dengan patuh, ia berjalan ke ruang tengah menyusul Nenek. Melodi sendiri kembali melanjutkan pekerjaannya dan menyusul tak lama kemudian.
"Wah, terlihat lezat."
"Bukan hanya kelihatannya saja, tapi rasa masakan Nenekku sangat lezat," timpal Melodi.
Sang Nenek hanya tertawa kecil merasa tersanjung. "Sudah, sudah. Ayo makan dulu sebelum dingin."
"Baik, Nek," jawab Minghao dan Melodi serentak.
---
Minghao dan Melodi duduk bersisian di dalam subway. Beruntunglah saat itu keadaan tidak terlalu ramai. Minghao jadi dapat leluasa bergerak tanpa takut ada fans yang mengenalinya. Lagipula, dibandingkan dengan anggota Seventeen lain, pria asal China itu tidak terlalu mencolok.
"Rasa bubuk cabe milikmu tadi masih tertinggal di mulutku," kata Minghao.
"Tentu saja. Itu Bon Cabe level 30," ucap Melodi terkekeh. "Kalau kau mau, aku bisa membawakannya untukmu dari Indonesia."
"Tidak, terima kasih," tolak Minghao mantap. "Selera makanmu seperti Jun saja."
Melodi mengangkat kedua bahunya tampak acuh. "Karena aku tidak terlalu suka rasa masakan Korea, aku selalu menambahkan bubuk cabe pada tiap makananku. Padahal Papa pandai memasak makanan Korea, tapi di keluargaku hanya diriku sendiri yang tidak suka dengan rasanya," lanjut Melodi setengah berpikir. "Padahal dibanding dengan Kakak, penampilanku lebih terlihat seperti orang Korea. Banyak orang yang bilang aku lebih mirip Papa yang punya darah Korea asli. Pasti karena ini," ucap Melodi sembari menunjuk kelopak matanya yang single eyelid.
"Yeppeo," balas Minghao sembari mengamati kedua mata milik Melodi. "Aku senang sekarang kau bisa mengobrol dengan santai."
Melodi menggembungkan pipinya. "Kalau begitu, aku akan kembali bersikap dingin denganmu."
Minghao tertawa kecil. "Jangan begitu, Melodi-ssi. Ah, bisakah kita tidak bersikap terlalu formal? Kita kan seumuran, lagipula aku tidak sekaku itu harus mengikuti budaya hierarki Korea."
"Okay," ucap Melodi setuju. Gadis itu diam untuk mendengarkan bunyi pengumuman kereta. Ia menoleh ke arah Minghao. "Kau bukannya turun disini?"
Minghao menggeleng. "Aku mau ke apartemen Jihoon hyung. Kami akan membahas lagu baruku untuk solo debut di China."
Melodi menyelamati Minghao. "Akhirnya kau menyusul Jun."
Minghao meringis kecil. "Kau mau ikut kesana? Jihoon hyung pasti tidak akan keberatan. Ia terlihat sangat menyukaimu."
Melodi tampak menimbang-nimbang. Sehari sebelumnya ia merasa tidak begitu dekat dengan Seventeen. Hanya dalam waktu satu malam, Melodi merasa bisa percaya dan berteman dengan Minghao. Ia masih takut untuk menemui anggota Seventeen yang lain. Gadis itu tahu batasan.
"Kau tidak menjawab karena ragu," ucap Minghao setelah sekian lama menunggu jawaban gadis di sebelahnya. "Itu berarti sebenarnya kau ingin tapi ada hal yang kau takutkan."
Melodi mendongakkan wajahnya. Ia balas memandang ke dalam manik mata Minghao. Gadis itu meringis. Apa semudah itu pikirannya dapat dibaca?
Minghao menunjukkan senyum menenangkan. "Kalau begitu ikut saja. Disana hanya ada aku dan Jihoon hyung. Kau tidak perlu repot untuk menanggapi bawelan Seungkwan atau Soonyoung hyung."
Sepertinya Minghao memang punya kekuatan supranatural untuk membaca pikiran orang, batin Melodi. Pria itu tahu bahwa Melodi tidak gampang nyaman berada di lingkungan dan orang-orang yang baru. Jenis orang introvert.
"Kalau begitu, aku percaya padamu," jawab Melodi lirih sembari memalingkan wajah ke arah lain.
Minghao tersenyum jahil. "Apa? Aku tidak mendengarmu."
"Ihh, nyebelin!" ngambek Melodi dalam bahasa ibunya. Walaupun tidak mengerti, Minghao hanya tertawa. Ia merasa berhasil berbuat jahil pada gadis itu.
---
Apartemen milik Jihoon tidak terlalu besar maupun kecil. Ukuran apartemen dengan dua kamar tidur. Salah satu kamarnya, pria itu sulap menjadi sebuah studio musik mini lengkap dengan alat rekaman. Di bagian luar, ada sebuah kasur ukuran single bed yang sengaja diletakkan di ruang tengah. Di sisi lain tersedia alat pull up.
Melodi duduk dengan manis di sebuah sofa di ruang tengah. Sudah hampir satu jam dirinya hanya berdiam diri sembari memainkan ponsel di tangan. Gadis itu bosan. Minghao dan Jihoon belum juga selesai bekerja dan tidak kunjung keluar dari balik pintu yang bertuliskan "private room", yang Melodi yakini merupakan tempat dimana rekaman dilangsungkan.
Pandangan mata Melodi menangkap sebuah alat musik melodis yang terletak tak jauh dari televisi berada. Digital Piano tipe Upright. Dengan hati-hati Melodi membuka penutup tuts. Jari telunjuknya menekan sebuah tuts berwarna putih.
Ting!
Melodi segera menarik tangannya. Rasanya seperti ada aliran listrik yang menyambar dari arah piano itu. Gadis itu menggeleng pelan sembari memejamkan mata. Tidak, tidak. Itu pasti hanya pikirannya saja.
"Maaf sudah membuatmu menunggu lama," suara Minghao mengejutkan Melodi. Aliran listrik yang lain. "Ah, maaf. Apa aku mengejutkanmu?"
Melodi menggeleng keras. Ia mendapati Jihoon berdiri di balik punggung Minghao mengamatinya dalam diam. Gadis itu buru-buru menunduk dalam-dalam meminta maaf.
"Maaf. Aku tidak bermaksud memegang barangmu tanpa izin," ucap Melodi penuh rasa bersalah. Gadis itu segera mengembalikan posisi penutup tuts seperti sedia kala.
"Bukankah kau bisa memainkannya?" tanya Jihoon tampak santai. Pria itu berjalan mendekati piano dan memainkan beberapa nada. "Kurasa kau lebih jago memainkan piano ketimbang diriku. Mau bermain?"
Melodi terlihat ragu-ragu. "Aku sudah lama tidak bermain musik."
Melihat keragu-raguan Melodi, Minghao mengambil inisiatif. Pria itu mendorong bahu Melodi pelan dan mengarahkannya agar duduk di kursi piano yang tersedia. "Kalau begitu, pemanasan."
Melodi mendongak dan memberikan death glare ke arah Minghao. Yang ditatap hanya meringis.
"Kalau kau tidak cukup percaya diri untuk bermain solo, biar aku temani," ucap Jihoon. Pria itu sudah ambil ancang-ancang duduk di sebelah Melodi.
"Ei ei ei," cegah Minghao. Ia menatap Jihoon yang tampak kebingungan. "Jangan terlalu dekat."
Jihoon berdecak. "Tenang saja, bodoh. Aku tidak akan merebutnya darimu."
Melodi terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak mendengar pertengkaran kecil yang diciptakan oleh dua orang pria di sampingnya. Gadis itu menekan tuts yang mengeluarkan tangga nada harmonis dengan kedua tangannya. Otaknya berpikir. Berusaha mencari file data lagu apa yang akan ia mainkan.
"Bagaimana kalau memainkan lagu L-O-V-E dari Nat King Cole?" usul Melodi.
Adu mulut antara Jihoon dan Minghao otomatis berhenti. "Boleh. Aku tahu lagunya. Kau dulu yang main, aku mengikuti."
Melodi mengangguk. Gadis itu menekan deretan tombol putih dan hitam, mencari kunci yang pas untuk lagu yang akan dibawakannya. Tak lama kemudian, Melodi dengan lihai memainkan chord sebagai iringan. Jihoon menunggu gilirannya masuk. Dengan permainan piano duet, lagu itu terdengar lebih riang dan ringan.
L, is for the way you look at me
O, is for the only one I see
V, is very very, extraordinary
E, is even more than anyone that you adore
Can love
Is all that I can give, to you
Love, is more than just a game, for two
Two, in love can make it
Take my heart, and please don't break it
Love, was made for me and you
Minghao dan Jihoon tidak dapat menutupi keterpanaannya mendengar suara Melodi, yang tidak disangka-sangka akan menyanyikan liriknya. Melodi menoleh ke arah Jihoon sebagai teman mainnya tanpa kehilangan konsentrasi sedikitpun dari permainan piano. Di bagian verse berikutnya, giliran Jihoon yang ambil suara.
L, is for the way you look at me
O, is for the only one I see
V, is very very, extraordinary
E, is even more than anyone that you adore
Melodi dan Jihoon kini saling berpandangan. Mengerti dengan sinyal yang disiarkan melalui mata, keduanya menyanyi bersamaan dengan harmonis sembari tersenyum.
Can love
Is all that I can give, to you
Love, is more than just a game, for two
Two, in love can make it
Take my heart, and please don't break it
Love, was made for me and you
Love, was made for me and you
Love, was made for me and you
Penampilan keduanya berakhir manis, seperti pertunjukan di atas panggung besar. Minghao terpana dan hanya diam. Ia bahkan tidak sadar bahwa lagu yang dibawakan Jihoon dan Melodi sudah berakhir. Alasannnya, pertama, ia terlalu terpukau tidak menyangka bahwa Melodi begitu memukau ketika membuka suaranya untuk bernyanyi. Suara semanis madu. Kedua, ia melihat binar mata yang lebih hidup dibandingkan ketika mendapati Melodi menikmati penampilan Sam Kim kemarin malam. Ketiga, detak jantung Minghao terasa lebih cepat mengetahui bahwa akhirnya memori yang selama ini terpendam kini muncul ke permukaan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro