Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[VERNON] My Favourite

Empat hari setelah hari Valentine adalah ... tanggal delapan belas! Bagi Minji tentu itu bukan sekadar hari biasa. Ulang tahun Hansol merupakan hari yang spesial!

Sejak jauh-jauh hari, Minji sudah menyiapkan kado. Awalnya dia mau membeli aksesoris, namun Minji pikir itu terlalu berlebihan. Lagipula dengan uang yang dimiliki Hansol, laki-laki itu pasti bisa membeli barang serupa yang lebih mahal.

Pilihan Minji jatuh pada sweater rajut warna krem. Dia menambahkan inisial nama Hansol di bagian kerah sweater. Semoga saja baju hangat tersebut tidak sembarangan dipakai member Seventeen lain. Kalau sudah di asrama, para laki-laki memang biasa sembarangan mengambil baju apa saja yang terlihat mata. Barang-barang diklaim sebagai milik bersama.

Hubungan Minji dan Hansol masih sama seperti dulu. Meskipun Sofia, adik Hansol sekaligus sahabat Minji, melanjutkan sekolah ke negeri Paman Sam, hal itu tidak membuat Minji dan Hansol saling menjauh. Dulu, keduanya terbiasa menjalin komunikasi dengan perantara Sofia. Karena sekarang tidak ada Sofia, kesempatan itu malah menjadi ajang pendekatan secara langsung.

Hansol dan Minji tidak menjalin hubungan khusus. Risikonya terlalu besar. Apalagi ketenaran Seventeen sudah tidak bisa dipandang sebelah mata. Hansol dan Minji makin jarang bertemu tatap muka, namun bukan berarti tidak ada kabar sama sekali.

Pukul 23.50. Kurang sepuluh menit lagi menuju pergantian hari. Minji menunggu dengan harap-harap cemas. Bolak-balik dia melirik ke arah kotak berisi sweater yang dia beli dan kue ulangtahu yang dia siapkan.

Tepat pukul 00.00, Minji meraih ponsel. Dia menekan tombol hijau pada nama kontak Hansol. Nada dering terdengar, namun tak kunjung diangkat. Minji menyerah, dia beralih pada aplikasi kirim pesan. Gadis itu mengetik satu teks singkat berisi ucapan selamat ulang tahun.

Satu menit. Sepuluh menit. Setengah jam. Minji yang lelah menunggu, melemparkan ponselnya begitu saja ke atas kasur. Dengan berat hati, Minji membereskan kue dan memasukkannya kembali ke lemari pendingin.

Percuma. Minji pasti bukan orang pertama yang memberikan ucapan selamat pada Hansol. Minji membenamkan wajah di bantal. Dia kesal, tapi, ya mau bagaimana lagi? Dirinya yang salah karena menganggap bahwa Hansol akan suka dengan semua persiapannya.

---

Minji mengerjapkan mata. Hal yang pertama kali dia lihat adalah dinding kamar yang semalam dia hias dengan aneka pita dan balon. Gadis itu mencari-cari ponselnya di balik selimut. Alasannya terbangun pada pukul dua dini hari seperti ini adalah dering ponsel yang menandakan ada telepon masuk.

"Halo," jawab Minji malas-malasan. Dia menguap lebar, masih mengumpulkan kesadaran.

"Maaf, aku tidak mendengar panggilan darimu," jawab Hansol di seberang sana. "Kau sudah tidur?"

"Menurut Oppa bagaimana?"

Hansol tertawa kecil. "Kau dengar suara ribut di belakang? Para hyung masih sibuk berpesta padahal birthday boy mereka sudah lelah."

"Kalau begitu tidur saja sana."

"Kau marah? Aku tidak sengaja mengabaikan panggilanmu, Kwak Minji."

"Aku tidak marah, Oppa. Aku mengantuk."

"Tidak ada yang mau kau sampaikan padaku?"

"Aku sudah menulisnya di pesan."

"Aku ingin mendengarnya langsung darimu."

"Saengil chukhahae, Hansol Oppa."

"More lovely, Minji."

Minji mengulum senyum. Pipinya merona. Dia lupa kalau dirinya tadi tidur dalam keadaan suasana hati yang kurang baik.

"Saengil chukhahae, Oppa!" ulang Minji dengan aegyo. Akhir-akhir ini Hansol jadi sering memintanya melakukan hal tersebut.

Terdengar kekehan dari seberang. Hansol tampak sangat puas. Minji sampai bisa membayangkan senyum manis laki-laki yang sudah lama ia sukai itu.

"Aku sudah menyiapkan banyak hal."

"Oh ya?"

Minji mengangguk, meskipun tahu bahwa Hansol tidak bisa melihatnya. "Aku menyiapkan kue dan hadiah. Bahkan aku menempelkan pita dan balon di dinding kamarku. Akhir-akhir ini sedang populer fansign dengan video call, kan? Aku iri. Aku ingin mencobanya dengan Oppa."

"Kalau begitu, ayo kita video call. Kau kan penggemar paling berharga di hidupku."

"Ya!" seru Minji. Gadis itu mengipas-ipas tangannya ke wajah. "Oppa santai sekali mengatakannya! Jangan membuatku tersipu."

"Aku tidak bermain-main dengan ucapan seperti itu, Minji."

"Wajahku saat ini sedang memerah."

Hansol sukses tertawa terbahak-bahak. Minji yang mendengarnya jadi kesal. Gadis itu hanya diam menunggu hingga Hansol tidak lagi menggodanya.

"Hei, aku ingin melihat wajahmu. Ayo kita video call."

"Sebentar. Aku ambil kue dulu," ucap Minji.

Minji menyiapkan semuanya seperti sedia kala. Ponsel diletakkan di meja dalam posisi yang stabil. Kue diatur sedemikian rupa agar terlihat. Tak lupa, Minji kembali berdandan. Penampilannya saat bangun tidur benar-benar berantakan.

"Yeoboseyo," sapa Hansol dengan suara beratnya.

Minji tersenyum lebar. Ia membalas sambil melambaikan tangan. "Halo, Oppa!"

"Timer sudah jalan. Kau punya waktu dua menit."

Mata sipit Minji membuka lebar. Hansol langsung tertawa melihat reaksi terkejut gadis itu. Minji benar-benar lucu.

"Kau kejam."

"Mian, mian," ucap Hansol setelah tawanya berhenti. "Yang dibelakangmu itu, kau sendiri yang menyiapkannya?"

"Siapa lagi kalau bukan aku?"

Hansol tersenyum manis. "Lalu, mana kueku?"

"Ini," jawab Minji sambil menunjuk. "Memang tidak terlihat."

"Aku tidak bisa membaca tulisannya."

Minji mengambil ponselnya, lalu ia menyorotkan kamera langsung pada tulisan di atas kue. "Happy birthday, Hansol Oppa!" baca Minji dengan suara imut.

"Terima kasih, Minji-ya."

"Tidak perlu berterimakasih, aku yang akan memakan kue ini," balas Minji. Ia kembali meletakkan ponsel di tempat semula.

"Baguslah. Kau harus banyak makan karena masih dalam masa pertumbuhan."

"Ya! Oppa! Huh, kau sungguh menyebalkan."

"Memang benar, kan? Aku sudah ulang tahun berkali-kali, dan kau tetap saja tak kunjung dewasa."

"Kau baru berusia dua puluh satu tahun, Oppa."

"Dan kau hanya berusia lima belas tahun."

Minji mengerucutkan bibirnya. Dia paling tidak suka membahas usia dengan Hansol. Laki-laki itu selalu menganggapnya seperti anak kecil.

"Hei, jangan merajuk," bujuk Hansol. "Ini hari ulangtahunku."

"Aku tak peduli."

"Aku ingin melihatmu tersenyum."

Blush! Minji tidak imun terhadap gombalan-nada-serius-ala-Hansol. Kau tahu, itu mustahil!

"Ah, baiklah, aku mengalah. Lihat, aku lebih dewasa daripada Oppa."

Hansol mendengus geli. Ingin rasanya kembali menggoda gadis itu, tapi Hansol tahu, salah-salah dirinya justru membuat Minji menangis kesal.

"Tidak ada kado untukku?"

"Kau ini serakah sekali."

"Aku hanya bertanya."

Minji mengambil hadiah yang sudah ia siapkan daritadi. Ia menunjukkannya pada Hansol.

"Jangan berharap banyak. Aku hanya gadis kecil berusia lima belas tahun yang belum bisa menghasilkan uang sendiri."

"Aku selalu suka semua kado darimu," balas Hansol bijak. "Itu apa? Aku boleh melihatnya?"

Seketika ide jahil Minji muncul. Dia menggeleng. Tangannya kembali meletakkan hadiah Hansol di lantai.

"Kalau Oppa mau melihatnya, Oppa harus bertemu denganku!"

Kedua alis Hansol terangkat. "Hanya itu saja syaratnya?"

"Hmp," jawab Minji sambil mengangguk semangat.

"Baiklah. Akhir minggu ini aku akan ke rumahmu."

"Tiba-tiba?!"

"Aku tidak ada jadwal akhir minggu ini."

"Heol!"

"Kau tidak mau?"

"Aku mau!" balas Minji cepat. "Aku tidak menyangka bahwa kau akan menjawabnya dengan begitu cepat."

Hansol terkekeh. "Kau pikir hanya kau saja yang menahan rindu?"

Pipi Minji merona merah. Gadis itu tidak bisa membalas tatapan mata Hansol. Dia tidak tahu. Malam ini sikap Hansol amat sangat manis. Minji tidak terbiasa, pun bukan berarti tidak menyukainya.

"Jangan berpikir macam-macam. Aku merindukanmu sebagai adik kecilku."

"Ugh." Bagai diajak terbang ke awan, lalu dihempaskan. Begitulah perasaan Minji saat ini.

"Belajarlah dengan benar dan tumbuhlah dengan baik. Aku akan mengawasimu. Sampai saat itu tiba, baru aku akan merindukanmu dalam konteks lain."

"Baiklah," jawab Minji pasrah. "Oppa, aku minta maaf. Aku gagal menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat padamu."

"Tidak masalah. Kau tetap menjadi orang paling favorit yang sejauh ini telah memberiku ucapan selamat."

Berat, sangat berat. Disuruh untuk tidak berharap, nyatanya Hansol selalu memberi harapan. Argh, Minji bisa gila kalau begini terus!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro