Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[JEONGHAN] Kehamilan Awal 3

Hyesung berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Raut wajahnya mengeras sejak mendengar kabar Nari yang pingsan karena demam tinggi. Ia sempat memarahi Wonwoo di telepon, menyuruhnya untuk segera membawa Nari ke rumah sakit. Demam tinggi pada ibu hamil bukan masalah kecil.

Saat mendengar kabar dari Wonwoo, Hyesung langsung bergegas ke instalasi gawat darurat. Walaupun jadwal jaganya sudah selesai, ia memutuskan untuk menunggu hingga Nari datang.

Gadis itu sampai di depan kamar rawat inap VIP bertuliskan nama Pyo Nari di depannya. Ia mengetuk pintu tiga kali. Setelah terdengar bunyi sahutan dari dalam, Hyesung membukanya perlahan.

Hyesung menyapa Jeonghan, Wonwoo, dan Areum yang sedang berdiri menunggui Nari. Wanita itu kini tertidur akibat obat yang diberikan oleh dokter. Hyesung berjalan mendekat. Ia menepuk pundak Jeonghan yang wajahnya tampak sangat lesu.

"Demam tipus. Percaya saja pada dokter. Nari eonni berada dalam penanganan dokter kandungan dan dokter penyakit dalam terbaik di rumah sakit ini," ucap Hyesung berusaha memberi semangat pada Jeonghan.

Jeonghan mengangguk. Ia mengusap wajah dengan kedua tangannya.

"Harusnya aku bisa menjaganya. Aku merasa sangat bersalah," ucap Jeonghan.

Hyesung mengangguk-angguk paham. Secara garis besar, Areum telah menceritakan permasalahan rumah tangga Jeonghan dan Nari. Untuk kali ini Hyesung angkat tangan. Ia memang ditugaskan sebagai konselor bagi para anggota Seventeen. Tapi kali ini permasalahannya berbeda. Jeonghan dan Nari harus bisa menyelesaikan masalah sendiri.

"Setelah kondisi Nari eonni membaik, kalian lebih baik bicara berdua," Hyesung menatap sendu ke arah Jeonghan yang terlihat sangat putus asa. "Sedikit mengalah padanya, Oppa. Ini untuk kebaikan keluarga kecil kalian. Aku yakin, Nari eonni juga bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan setelah peristiwa ini."

Hyesung menatap ke arah Areum dan Wonwoo yang masih setia berdiri di dekat jendela, mengatur jarak. Gadis itu mengangguk kecil. Ia mengerti kegundahan hati keduanya. Apalagi Areum merasa sangat bersalah karena ia tidak mengecek keadaan Nari semalam sebelumnya.

"Kalau begitu sebaiknya Wonwoo oppa dan Areum juga pulang beristirahat. Ini sudah malam. Tenang saja, Nari eonni sekarang ini dalam kondisi tidur bukan tak sadarkan diri. Kalau banyak orang di sini, malah akan mengganggu jam istirahat," ucap Hyesung.

Gadis itu kemudian menghadap ke arah Jeonghan. "Kalau butuh sesuatu, bilang saja pada perawat yang bertugas. Aku juga akan bermalam di sini, hitung-hitung sembari menyelesaikan paper-ku."

"Terima kasih," balas Jeonghan. Kali ini pria itu bicara sambil mengangkat wajahnya.

Hyesung tersenyum. Ia kemudian memberi sinyal pada Wonwoo dan Areum agar keluar ruangan bersama dirinya. Setelah berpamitan dan memberi dukungan pada Jeonghan, keduanya mengekori langkah Hyesung.

---

Malam berlangsung dengan cepat. Nari membuka kedua mata. Tangan kanannya terangkat memijit kepalanya yang terasa pening. Ia melirik ke sekeliling. Jam di dinding menunjukkan pukul setengah tujuh. Pantas saja matahari di musim panas sudah naik.

Nari menyadari sebelah tangannya terpasang selang infus. Ia mengernyitkan dahi. Wanita itu baru teringat kalau dirinya kemarin malam kembali ke apartemen Areum dengan keadaan kacau.

Sepanjang hari sebenarnya ia sudah merasa tidak enak badan. Usia kehamilan yang terbilang cukup muda, membuat dirinya terus-terusan mual. Percuma saja ia makan kalau lima menit kemudian isi lambungnya keluar lagi. Saking sibuknya bekerja, Nari bahkan tidak sadar sudah beberapa malam ia merasakan demam dan pusing kepala. Awalnya, ia menganggap itu semua efek samping lain dari kehamilan. Namun ia sungguh tidak kuat menahan sakit dan akhirnya memutuskan pulang. Begitu Areum membukakan pintu, ia langsung ambruk jatuh ke pelukan adik sepupu suaminya itu.

Tiba-tiba pintu kamar mandi mengayun terbuka. Jeonghan yang terlihat baru selesai mandi keluar dari sana. Tatapan matanya menangkap bayangan sang istri yang sudah terbangun.

"Kau sudah bangun?" sapa Jeonghan. Ia berusaha menampilkan senyum terbaiknya.

"Kenapa kau di sini?" tanya Nari dingin. Kepalanya menjulur seperti mencari-cari sesuatu. "Areum mana?"

"Dia ada di rumahnya," jawab Jeonghan. Pria itu tak merasa sakit hati sedikit pun. Ia menuju ke meja dimana sarapan Nari sudah tersedia. "Mau sarapan sekarang? Atau mandi dulu? Biar kubantu."

Nari merona mendengar tawaran Jeonghan. Ia kemudian berdeham kecil. "Kemarikan makananku."

Jeonghan tersenyum kecil mendengar nada dingin yang malu-malu dari suara sang istri. Ia menyiapkan meja makan Nari dan membawa nampan berisi bubur ke hadapan wanitanya itu.

"Kau harus menghabiskan semuanya kalau mau cepat sembuh," ucap Jeonghan dengan sedikit nada ancaman dalam perkataannya.

Nari mengangguk patuh. Ia sudah biasa mendapat perlakuan bossy dari suaminya. Untuk kali ini, ia mengalah. Entah mengapa nafsu makannya jadi besar. Sepertinya ada efek obat.

Jeonghan menarik kursi mendekat ke kasur Nari. Dari samping, ia mengamati kegiatan makan Nari yang terlihat sangat menarik. Nari sampai risih dibuatnya. Akhirnya, Nari meletakkan sendok dengan kesal di atas meja.

"Kenapa berhenti?" tanya Jeonghan heran.

"Kau membuatku tidak nyaman," jawab Nari enggan menoleh.

"Maaf," Jeonghan akhirnya mengambil ponsel dari atas meja dan memainkannya.

Nari sibuk menyendokkan makanannya ke dalam mulut. Jeonghan sendiri masih berusaha curi-curi pandang ke arah Nari, namun kali ini ia terlihat sangat hati-hati. Akhirnya seluruh makanan di atas nampan ludes tak bersisa. Nari bahkan bisa menghabiskan satu gelas susu langsung setelah menghabiskan buburnya. Selama sebulan akhir, baru kali ini wanita berambut panjang itu memiliki nafsu makan sebesar sekarang.

"Sudah," kata Nari singkat. Ia mendorong meja makannya menjauh.

Mendengar suara Nari, Jeonghan mengangkat wajahnya. Tanpa perlu diminta, pria itu menjauhkan piring-piring kotor dari tempat tidur sang istri.

"Mau langsung mandi?" tawar jeonghan.

Nari menggeleng. "Aku kekenyangan."

Mendengar jawaban itu, Jeonghan tertawa. Namun tak berlangsung lama. Ia menyadari bahwa Nari sedang memberikan tatapan mematikan padanya. Sepertinya ia masih belum mau berbaikan dengan Jeonghan.

Jeonghan kembali duduk di kursi yang tadi sempat ia tinggalkan. Ia menatap ke arah Nari. "Tidak ada yang mau kau ceritakan?" tanyanya lembut.

Nari mengernyitkan dahinya bingung. Melihat tidak ada tanda-tanda wanita itu akan buka mulut untuk menjawab pertanyaannya, Jeonghan tersenyum. Pria itu menyampirkan sejumput rambut di sisi wajah Nari dan menyelipkannya ke belakang telinga. Nari diam saja, ia tidak menolak perbuatan Jeonghan barusan.

"Aku senang kalian berdua baik-baik saja," ucap Jeonghan. Senyuman lemahnya terpampang di wajah. Ia mengusap sekilas perut Nari yang masih rata. "Kau kena demam tipus. Bagaimana bisa kau mengabaikan tanda-tandanya?"

"Tipus?" Tanya Nari dengan kedua mata terbelalak. Jeonghan mengangguk menjawab keterkejutan itu. "Ah, kukira mual dan demamku itu akibat efek samping dari kehamilan."

"Aku kan sudah bilang, kalau ada sesuatu yang membuatmu aneh, kau harus segera ke dokter," Jeonghan mulai mengomel lagi. Sadar dengan perubahan raut wajah Nari yang menunjukkan rasa tidak suka karena diperintah, Jeonghan meringis. "Maaf, kebiasaan."

Nari mengangguk. Untuk kali ini ia memaafkan kebawelan suaminya itu. Beberapa hari absen mendengar suaranya, membuat Nari sedikit rindu akan omelan Jeonghan.

"Lain kali akan aku lakukan."

"Anak pintar," puji Jeonghan. Ia benar-benar menganggap Nari sebagai anak kecil.

"I am not a girl anymore," protes Nari tak mau kalah.

"Yup, you are a mother," balas Jeonghan dengan senyum menggoda. Pipi Nari memerah melihatnya.

Hening. Nari tidak berniat membuka pembicaraan, sedangkan Jeonghan bimbang topik apa yang bisa membuat suasana kembali mencair. Sepanjang hidup mengenal wanita di hadapannya, baru kali ini Jeonghan merasa benar-benar kikuk. Setidaknya jika Nari sedang marah, ia tahu apa yang harus dilakukan. Namun sampai detik ini Jeonghan tidak tahu bagaimana perasaan Nari sekarang padanya. Tidak marah, tidak santai.

"Hmmm, Sayang," panggil Jeonghan dengan suara lembutnya. "Pulang ke rumah ya, jangan pergi-pergi lagi."

Nari mengangkat wajahnya yang sedari tadi tertunduk. Melihat respon itu, Jeonghan memberanikan diri menggenggam jemari tangan Nari.

"Maaf kalau ucapanku kemarin membuat perasaanmu sakit. Jujur saja, kemarin aku terbawa emosi. Maaf. Aku kira itu pilihan terbaik untuk kita." Nari hanya terdiam. Ia mendengarkan Jeonghan dengan kedua telinga awas. "Aku tidak akan memaksamu lagi untuk keluar dari pekerjaanmu. Aku tahu bahwa menjadi jaksa adalah cita-citamu sedari dulu."

"Kita cari cara lain ya, Sayang?" Bujuk Jeonghan. "Biar kau tidak terlalu lelah bekerja. Kesehatanmu dan Yoon junior perlu ditingkatkan lagi."

Nari menghela napas. Samar, ia terlihat mengangguk kecil. "Aku merasa diriku egois jika lebih mementingkan pekerjaan ketimbang kesehatan kandunganku," mata Nari tampak berkaca-kaca. Ia kini berani membalas tatapan khawatir sang suami. "Tapi jangan paksa aku untuk berhenti bekerja. Aku janji akan melakukan pekerjaan yang tidak terlalu berat selama mengandung."

Jeonghan berdiri. Ia merengkuh kepala istrinya dan membawanya masuk dalam dekapan di dada. "Jangan menangis," ucap Jeonghan pelan, tangannya tak berhenti mengusap punggung Nari. "Begitu pun tak masalah. Aku akan melindungi kalian berdua."

Nari mendorong dada Jeonghan pelan, membuat pria itu mengernyitkan dahinya. "Tolong ingatkan kalau aku terlalu keras kepala. Aku belum terlalu terbiasa dengan perubahan ini selama masa kehamilan," Nari menyeka sisa-sisa air matanya sendiri. "Rasanya aneh. Dulu aku bisa bergerak bebas dan begadang semauku. Tapi akhir-akhir ini aku seperti tidak bertenaga."

Dengan gemas, Jeonghan mencubit ujung hidung Nari yang merah. Wanitanya itu terlihat menggemaskan. Seperti anak kecil yang baru belajar mengenal hal baru.

"Kau sedang belajar menjadi seorang ibu," kata Jeonghan sembari terkekeh kecil. "Aku pun masih belajar agar menjadi seorang suami yang baik dan calon ayah yang tak kalah baik. Ayo kita belajar bersama."

Nari mengangguk. Ia ikut tertawa kecil ketika Jeonghan menghadiahi ciuman kecil di seluruh wajahnya.

"Ekhem," suara dehaman kecil terdengar dari arah pintu. Sontak pasangan itu menoleh ke sumber suara. Hyesung berdiri dengan seorang dokter pria di sebelahnya. "Maaf mengganggu aktivitas pagi kalian. Perkenalkan, ini dokter Lee, dokter kandungan yang akan menangani Nari eonnie selama di rawat di sini."

Dengan kikuk, Jeonghan-Nari saling bertukar sapa dengan dokter Lee. Hyesung berdiri di samping tempat tidur Nari ketika dokter Lee sedang melakukan pemeriksaan. Jeonghan melipir ke samping Hyesung.

"Hyesung," bisiknya lirih. "Tak bisakah kau carikan dokter kandungan wanita?"

Hyesung mengangkat alisnya, heran. "Ada. Tapi dokter Kim sedang cuti melahirkan. Tenang saja, dokter Lee tidak kalah handal dari dokter Kim."

"Bukan begitu," ucap Jeonghan sambil menggaruk kepala bagian belakangnya. "Aku cemburu melihat istriku diperiksa olehnya."

Hyesung memutar kedua bola matanya. Rasanya ia ingin menjitak kepala Jeonghan saat itu juga. "Baiklah, aku mengerti. Setelah keadaan Nari eonnie membaik, dia bisa memeriksakan diri ke klinik kandungan yang biasa. Tapi maaf, semua dokter obsgyn yang tersisa di rumah sakit ini semuanya pria."

"Tenang saja, Oppa," ucap Hyesung menenangkan. "Ini semua demi kebaikan kalian. Aku pun tidak memaksa jika kau mau memindahkan istrimu ke rumah sakit lain yang memiliki dokter kandungan wanita."

"Sudah selesai," suara berat dokter Lee memecah diskusi Hyesung dan Jeonghan. "Kandungan Nyonya Nari dalam keadaan baik. Kita lihat bagaimana pertimbangan dari dokter spesialis penyakit dalam nanti."

"Terima kasih dokter," ucap Jeonghan ketika dokter Lee berlalu keluar ruangan.

Hyesung tersenyum penuh arti pada Nari dan Jeonghan. Gadis itu mengerling nakal. "Sepertinya kalian berdua sudah baikan. Silahkan lanjutkan aktivitas kalian tadi."

"Ya! Han Hyesung!" pekikan Jeonghan tidak didengarkan gadis itu yang berlalu pergi. Nari hanya dapat meringis sambil menahan malu mendengar ucapan Hyesung.

--

Masalah Jeonghan-Nari resolve!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro