Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[JEONGHAN] Kehamilan Awal 2

Sudah hari kelima Nari tinggal di apartemen Areum. Hubungan antara Nari dan Jeonghan belum juga membaik. Hal itu menyebabkan beberapa orang lain terkena dampaknya.

Selama satu tahun tinggal bersama, akhirnya muncul juga pertengkaran yang tidak diinginkan. Kekeraskepalaan Nari dikombinasikan dengan sikap overprotektif nan egois Jeonghan. Kombinasi yang sempurna untuk keduanya tidak saling sapa beberapa hari belakangan.

Malam dimana pertengkaran itu terjadi, Nari memilih mengunci kamar hingga membuat Jeonghan terpaksa harus tidur di kamar lain. Paginya, Jeonghan terlambat bangun. Ketika ia berlalu ke kamarnya, Nari sudah tidak ada. Dicari ke seluruh penjuru rumah pun tidak kunjung ketemu juga. Pria itu benar-benar panik. Pasalnya, kunci mobil yang biasa ia taruh di laci meja rias juga ikut raib. Benar saja, begitu di periksa ke garasi, sudah tidak ada mobil sedan miliknya. Nari kabur.

Selama setengah jam Jeonghan hanya mampu mondar-mandir di ruang tengah. Ia mengetuk-etukkan ponsel ke kepalanya. Telepon Nari tersambung, namun tidak kunjung diangkat. Sudah puluhan kali Jeonghan mencoba menghubungi istrinya itu, hasilnya selalu gagal. Ia berusaha berpikir positif, mungkin saja Nari memang tidak mau menjawabnya, bukan karena ada sesuatu yang terjadi pada wanita itu.

Ia mencari nomor telepon rumah Nari. Ibu jarinya tertahan di udara ketika akan memencet tombol berwarna hijau. Pandangan Jeonghan terarah ke jam dinding. Masih pukul delapan. Terlalu pagi untuk membuat kekacauan. Lagipula kalau Nari benar pulang ke rumahnya, sudah bisa di pastikan bahwa ibu mertua Jeonghan akan memberi kabar padanya. Jeonghan menggeleng pelan. Kalau ia memaksakan menelepon kesana dan ternyata Nari tidak ada, itu namanya sama saja dengan bunuh diri. Memberi tahu bahwa dirinya sedang ada masalah dengan wanita itu secara tidak langsung pada mereka.

Jeonghan memutar otak. Kalau begitu kemana perginya Nari? Ia anak tunggal, tidak ada tempat saudara yang bisa ia tinggali juga. Tiba-tiba sebuah nama terlintas di pikiran Jeonghan. Yoona! Sahabat karib Nari di tempat kerjanya! Dengan cepat, Jeonghan mencari nama Yoona di dalam kontak ponselnya.

Selama tiga menit percakapannya dengan Yoona berlangsung, wajah Jeonghan menjadi mendung. Nari tidak ada di kediamannya. Istrinya itu juga tidak menghubungi Yoona sekali pun.

Jeonghan makin frustasi. Kemana lagi ia harus mencari Nari?

Ponsel Jeonghan bergetar. Pria itu segera membuka pesan masuk tanpa melirik siapa pengirimnya. Sedetik kemudian, ia menghembuskan napas lega.

"Nari eonni ada di tempatku. Aku memberitahumu tanpa sepengetahuannya. Biarkan Nari eonni istirahat disini. Oppa berhutang cerita padaku!"

Kini Jeonghan bisa merasa sedikit lega setelah membaca pesan dari adik sepupunya itu. Setahunya, saat ini Areum sedang berfokus menyiapkan novel baru. Itu berarti Areum akan menghabiskan banyak waktu di rumah. Pasti ia bisa mengawasi Nari dengan baik.

Pria itu mengetikkan pesan balasan pada Areum. Jeonghan kemudian terdiam beberapa saat. Baru kali ini Nari marah dan benar-benar pergi dari rumah. Sepertinya, ucapan Jeonghan semalam benar-benar membuat hati sang istri terluka.

"Ah, molla!" gerutu Jeonghan sambil mengusap wajahnya kasar dengan kedua tangan.

---

"Hyung, kau sudah berbaikan dengan Nari Noona kan?"

Jeonghan mengangkat wajahnya dari layar ponsel. Ia mendapati wajah datar Wonwoo. Pria itu kemudian menjatuhkan diri di samping Jeonghan.

"Aku mau mengajak Areum kencan sebelum pekerjaan kita makin banyak," ucap Wonwoo lagi. "Tapi, kalau Areum terus-terusan menjadi pengasuh ibu hamil, bagaimana bisa?"

Jeonghan memukul belakang kepala Wonwoo sedikit keras. Dongsaeng-nya itu mengaduh dan mengumpat.

"Sabarlah sebentar lagi. Nari masih belum benar-benar mau bertemu denganku."

Wonwoo menghentikan gerutuannya. Pria itu kini menatap Jeonghan penuh simpati. Ia sangat kenal dengan kakaknya ini. Sepertinya, Jeonghan benar-benar merasa bersalah. Lihat saja, sejak Nari dikabarkan kabur dari rumah, Jeonghan jadi makin jarang tertawa. Tersenyum pun tidak bisa. Sepertinya pria itu akan merasa bersalah jika bersenang-senang ketika masalahnya dengan sang istri belum selesai.

"Hmmm," Wonwoo berusaha memilih kata-kata yang tepat. "Memang, hyung bilang apa pada Nari Noona malam itu?"

Jeonghan menoleh ke samping. Ia mengamati mata Wonwoo yang penuh rasa ingin tahu. Ia kemudian mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Aku menyuruhnya berhenti kerja," ucap Jeonghan selirih angin.

"Heol!" Wonwoo terlonjak kaget. "Pantas saja noona marahnya lama. Kau kan tahu hyung, bagaimana kerasnya perjuangan Nari noona untuk mendapatkan pekerjaan impiannya itu."

"Arra, arra," jawab Jeonghan. Ia makin kesal ketika Wonwoo mengingatkan akan hal itu. Jeonghan bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu.

"Hyung, mau kemana?" seru Wonwoo. Ia mengikuti langkah-langkah Jeonghan.

"Aku mau mengantar baju ganti Nari ke apartemen Areum," jawab Jeonghan tanpa minat.

"Ikut hyung!" pekik Wonwoo. Tak ada balasan dari Jeonghan, Wonwoo menganggapnya sebagai persetujuan.

---

Jeonghan memarkirkan mobilnya di basement. Salah satu tangannya menenteng paper bag berisi baju Nari. Sebenarnya ia melakukan hal ini murni atas inisiatifnya sendiri. Sekalian mencari alasan agar dapat bertemu dengan wanitanya itu.

Pertengkaran keduanya sengaja disembunyikan dari orang tua mereka. Hal itu juga yang mendasari Nari lebih memilih tinggal di tempat Areum ketimbang pergi ke rumah orangtuanya. Pada awalnya, Nari ingin pergi ke rumah Yoona, namun ia mengurungkan niatnya mengingat sahabatnya itu sedang sibuk mengurus putra sulungnya yang kini berusia dua tahun.

Begitu membaca pesan dari Areum, Jeonghan langsung melesat ke kediaman adik sepupunya itu menggunakan taksi. Seperti dugaan, Nari enggan bertemu dengan Jeonghan. Ia memilih mengunci kamarnya. Karena tak mau keluar juga sebelum Jeonghan pulang, akhirnya pria itu mengalah. Masalahnya, Nari belum makan sama sekali. Kalau ia ikut keras kepala, yang ada Nari tidak akan mau membuka pintunya dan makin kelaparan di dalam sana. Jeonghan pulang. Ia membiarkan Nari tinggal sementara waktu di sana dengan syarat mobilnya ia bawa pulang. Ia tidak ingin terjadi hal-hal aneh jika Nari memaksa ingin menyetir seorang diri.

Wonwoo menekan bel apartemen Areum. Jeonghan berdiri gelisah. Tangannya memeluk sebuah paper bag berisi baju milik Nari di depan dada.

Tak lama menunggu, Areum membuka pintu. Ia tersenyum lebar mendapati dua orang pria itu. Wonwoo langsung memeluk gadis manis di hadapannya. Jeonghan yang jengah melihat kemesraan dua orang itu, mendorong mereka pelan agar menyingkir dari jalan masuk. Ia menghempaskan diri di sofa ruang tengah kediaman Areum.

"Nari belum pulang?" tanya Jeonghan. Matanya menangkap bayangan jam dinding yang telah menunjukkan pukul enam sore.

Areum ikut bergabung duduk di sofa. Wonwoo mengikuti langkah gadis itu.

"Bukannya sejak semalam, eonni sudah pulang ke rumah?"

Jeonghan menegakkan punggungnya. "Apa?" serunya kaget.

Areum mengernyitkan dahi. Ia kemudian mengangguk. "Kemarin pagi, eonni sudah mulai masuk kantor lagi. Sebelum pergi dia bilang akan pulang ke rumah kalian," Areum menghentikan ucapannya. "Sejak semalam ia juga tidak pulang kemari. Kupikir kalian sudah berbaikan."

"Dia juga tidak pulang ke rumah," ucap Jeonghan was-was. "Ah, kemana lagi sih dia?"

"Tenang hyung, tenang," ucap Wonwoo.

Jeonghan melayangkan tatapan tajam pada dongsaeng-nya itu. "Mana bisa aku tenang. Istriku menghilang tanpa kabar!"

"Coba hubungi Yoona eonni," usul Areum. "Siapa tahu dia masih di kantor."

Jeonghan mengikuti saran adik sepupunya. Ia menunggu dengan was-was. Raut wajahnya seketika berubah ketika penantian panjangnya berakhir.

Areum dan Wonwoo mengamati Jeonghan yang sedang berbincang dengan Yoona. Dilihat dari raut wajahnya, sepertinya tidak bagus. Pria itu terlihat kesal ketika mengakhiri sambungan telepon.

"Bagaimana hyung?"

Jeonghan menatap Areum dan Wonwoo bergantian. "Yoona bilang, hari ini Nari sudah keluar kantor pukul empat sore, sesuai jadwal. Semalaman Nari begadang kerja di sana. Belum lagi, Yoona juga bilang kalau akhir-akhir ini Nari terlihat lesu dan pucat."

"Ayo kita cari hyung," seru Wonwoo. "Aku takut terjadi apa-apa. Apalagi Nari noona sedang mengandung."

Tiba-tiba bel apartemen Areum berbunyi. Pemiliknya mengerutkan dahi bingung. Seingatnya ia tidak ada janji dengan siapapun hari ini, kecuali dengan Jeonghan dan Wonwoo.

Gadis itu bergegas ke arah pintu, meninggalkan Jeonghan dan Wonwoo yang sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Tiba-tiba gadis itu menjerit keras. Jeonghan yang mendengarnya melesat bagai kilat menghampiri Areum.

"Ada apa?" tanya Wonwoo yang sampai terakhir.

Pria itu terkejut. Pemandangan di depannya sungguh di luar dugaan. Nari jatuh ke dalam pelukan Areum. Menyadari bahwa sang istri tak sadarkan diri, Jeonghan segera mengangkat tubuh istrinya ke dalam kamar.

"Hubungi Hyesung," perintah Jeonghan entah pada siapa.

Wonwoo mengeluarkan ponsel dari saku. Areum sendiri masih terlihat syok melihat keadaan Nari yang sangat kacau. Dengan sebelah tangan, Wonwoo mengusap punggung Areum agar kekasihnya itu lebih tenang.

"Halo?" suara Hyesung terdengar di dering kelima.

"Hyesung-ah," panggil Wonwoo dengan nada panik. "Gawat!"

---

Hayoloh, jangan lama-lama marahan sama pasangan yaa, wkwk 😉

Btw, di sini Wonu-Areum sudah jadian. Couple ini putus-nyambung nya tuh epic banget. Sampai penulisnya aja ikutan bingung 🙄

Vomment ya, guys!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro