[JEONGHAN] Happiness over Jealousy 1
Seorang wanita berjalan dengan anggun membelah kerumunan fans yang menutupi pintu masuk. Ia tampak sedikit menunduk dan membenahi letak kacamata gelapnya yang sudah berada di ujung hidung. Dengan bantuan seorang sekuriti, ia berhasil masuk ke dalam gedung tanpa usaha yang terlalu besar. Setelah yakin bahwa tidak ada seseorang yang akan memfotonya, wanita itu melepas kacamata dan memasukkannya ke dalam hand bag yang dibawanya.
"Nari-ya, lewat sini," seorang pria memanggil nama sang wanita. Yang dipanggil menoleh dan mengangguk. Ia berjalan di belakang pria itu, mengekori ke tempat yang ditunjukkannya.
"Kau tunggu saja dulu di dalam. Mereka masih bersiap-siap di balik panggung," ucap pria yang ternyata adalah manajer boy group bernama Seventeen.
Nari mengangguk sembari tersenyum manis. "Terima kasih," Nari kemudian masuk ke dalam ruangan yang di bagian pintunya terdapat tulisan "Seventeen". Hanya ada beberapa orang staff di dalam. Nari menyapa mereka dan duduk di salah satu sofa disana.
Ia melepas blazer yang masih membalut tubuhnya dan menyampirkannya di lengan sofa. Karena gerah, wanita itu menggulung lengan kemeja putihnya hingga siku. Nari menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Pandangan kedua matanya terpaku pada salah satu layar televisi yang menampilkan suasana di atas panggung.
Senyuman Nari mengembang ketika mendapati satu per satu member group Seventeen berjalan ke atas panggung sembari menyapa para penggemarnya. Ada perasaan menghangat ketika ia melihat suaminya tersenyum lebar sembari melambaikan tangan dengan riang. Sungguh, Jeonghan yang berada di atas panggung dan di rumah sangat berbeda seratus delapan puluh derajat. Nggak benar-benar beda sih. Tapi setidaknya Nari tahu bahwa ada sisi lain Jeonghan yang hanya ditunjukkan pada orang-orang terdekatnya. Hal itu membuat Nari merasa spesial.
Nari melihat penampilan Seventeen yang selalu memukau. Entah bagaimana ketiga belas pria itu dapat menyanyi sambil menari dengan baik. Bahkan gerakan mereka selalu terlihat sangat kompak. Membuat sedap mata yang melihatnya.
Seventeen membawakan dua buah lagu comeback mereka dalam acara ini. Walaupun hanya menonton dari layar, Nari tidak dapat menutupi rasa puasnya ketika penampilan boy group itu berakhir. Ia bahkan memberikan standing ovation dan bersorak heboh. Beberapa staff sampai memberinya tatapan aneh. Nari tidak menggubris. Dalam pikirannya hanya ada perasaan senang melihat orang-orang yang dikenalnya menikmati penampilan mereka sendiri di atas panggung. Dalam hati Nari berharap semoga comeback Seventeen kali ini pun dapat berbuat manis.
Suara ramai samar-samar terdengar dari arah pintu. Nari menegakkan tubuhnya. Ia dapat mendengar suara Soonyoung mendekat. Tak lama kemudian pintu ruang tunggu terbuka lebar. Wajah para member muncul di ambang pintu. Nari menyambutnya dengan senyuman manis.
"Woah! Ada kejutan dari kakak ipar!" Seungkwan yang melihat keberadaan Nari menyapa gadis itu dengan ramah.
"Annyeong! Selamat atas keberhasilan comeback kalian!" Nari mengedikkan dagunya ke arah layar yang terpasang di dinding. "Aku melihat penampilan Seventeen. Sungguh kalian tidak pernah mengecewakan!" puji Nari dengan tulus sembari memberikan dua jempol tangannya.
"Jangan berlebihan, Noona!" ucap Chan malu-malu. "Aku yakin kau pasti lebih fokus pada Jeonghan hyung."
"Itu sih sudah pasti," Jeonghan muncul di ambang pintu. Pria itu berjalan menghampiri Nari dan mencium kening istrinya dengan mesra. "Kau langsung kemari dari Beijing?"
Nari mengangguk. "Pelatihan yang sangat membosankan. Aku bahkan sangat merindukan Seoul walaupun hanya pergi selama seminggu."
Jeonghan menyentil dahi Nari. "Bilang saja secara terus terang kalau kau merindukanku."
Percakapan pasangan muda itu terinterupsi oleh dehaman seseorang. Jisoo lewat di balik punggung Jeonghan. "Carilah tempat mengobrol yang lebih private. I don't wanna hear your lovey-dovey talks!"
Nari hanya tertawa menanggapi sindiran rekan kerja suaminya itu. Jeonghan sendiri pura-pura tidak mendengar. Ia sudah sering mendapatkan ucapan serupa dari member lain juga. Yah, bilang saja kalau mereka iri karena tidak memiliki istri yang sehebat Nari, pikir Jeonghan.
Jeonghan menarik sebelah tangan Nari pelan hingga wanitanya itu kembali duduk di sofa. Nari menurut. Ia menyorongkan sebotol air mineral ke arah Jeonghan yang langsung menenggak habis isinya.
"Kau tidak punya jadwal setelah acara ini kan?" tanya Nari.
Jeonghan menyipitkan matanya. Ia kemudian menggeleng. "Tidak ada. Kenapa? Kau ingin kencan?"
Nari menjitak kepala Jeonghan karena tahu pria di hadapannya itu pasti sedang berpikiran mesum. "Temani aku pergi ke acara makan malam kantor ya. Aku harus hadir karena Papa juga hadir."
Jeonghan mengeluh tanpa kentara. Sebenarnya ia bukan benci harus menemani wanitanya menghadiri sebuah acara formal, hanya saja Jeonghan sangat malas karena ia harus melihat hubungan Nari yang sangat dekat dengan rekan kerjanya. Apalagi sekarang Nari sudah dipindahtugaskan ke dalam divisi kriminalitas. Notabene rekan kerjanya kebanyakan adalah pria.
Nari menarik-nari lengan kemeja yang digunakan Jeonghan. "Mau ya? Papa membawa Mama, aku juga harus membawa pasanganku dong."
"Kau tidak bisa minta izin saja? Kan baru tiba dari Beijing?" usul Jeonghan. "Lagipula aku ingin menghabiskan waktu berdua saja denganmu."
"Tidak bisa," jawab Nari tegas. "Kan aku sudah bilang, ini adalah acara Papa. Kau mau membuat malu Papa?" Jeonghan tidak bisa berkutik mendengar perkataan istrinya.
Mengetahui ketidaknyamanan Jeonghan, Nari mengelus lengan pria itu penuh kasih sayang. "Aku janji tidak akan lama. Aku akan minta izin pada Papa untuk pulang lebih awal, Papa pasti mengerti," bujuk Nari. "Aku juga tidak akan membuatmu cemburu, Jeonghan-ah."
Jeonghan mengangkat kepalanya. Ia menemukan kesungguhan dalam ucapan Nari. Pria itu membalas senyum manis nan menenangkan yang disuguhkan Nari.
"Kalau begitu, aku pulang dulu ya," ucap Nari sambil bangkit dari duduknya. "Aku masih harus istirahat dan menyiapkan baju untukmu dan gaun untukku."
"Kau tidak mau pulang bersamaku?" tanya Jeonghan. Ia menggenggam sebelah tangan Nari, membimbing gadis itu berjalan keluar ruangan. Sebelah tangannya yang lain membawakan blazer formal milik Nari.
Nari menggeleng pelan. "Sepertinya kau masih lama. Aku tunggu kau di rumah saja," Nari mengecup pipi Jeonghan cepat sebelum ada orang lain yang lewat. Gadis itu melepaskan tangan Jeonghan dan berjalan menjauh. "Sampaikan salamku pada yang lain. Aku pergi dulu ya."
---
Nari mematut dirinya di depan cermin. Dress hitam panjang yang membungkus tubuhnya terlihat sangat indah. Ia kemudian menambah aksen warna merah pada ikat rambut yang digunakan untuk menggelung rambutnya, membuat leher jenjangnya terekspos sempurna. Sekali lagi Nari membenahi riasan wajahnya agar tampak natural.
Jeonghan berjalan ke arah pintu kamar. Pria itu sudah tampak rapi dalam balutan jas dan celana bahan berwarna senada dengan gaun Nari. Ia hanya berdiri bersandar di ambang pintu mengamati Nati yang belum selesai berdandan. Jeonghan menekuk wajahnya, tampak sangat kesal.
Pandangan mata Nari bertemu dengan milik Jeonghan di cermin. Gadis itu membalikkan punggungnya hingga kini bisa melihat langsung ke arah suaminya yang sedang cemberut. Nari sadar. Jeonghan pasti cemburu karena pria lain akan melihat dirinya dalam pakaian semewah ini.
"Kenapa? Aku terlihat jelek ya?" tanya Nari pura-pura tidak tahu.
Jeonghan mendengus kesal. "Lebih baik kau pakai jubah tembus pandang milik harry potter saja kalau begitu. Aku tidak ingin pria lain melihatmu begini."
Nari berjalan menghampiri Jeonghan. Ia membenahi letak dasi yang digunakan Jeonghan. "Hei, aku kan jarang-jarang terlihat feminime seperti ini."
"Kau kan milikku seorang," ucap Jeonghan masih kesal.
Nari tersenyum manis. Lucu juga sikap cemburu dan protektif Jeonghan seperti ini. Ia berjinjit dan mengecup bibir Jeonghan sekilas. Pria itu terpaku dengan tindakan tiba-tiba istrinya yang sangat jarang dilakukannya itu.
"Aku memang milikmu," Nari tersenyum lebar. Ia kemudian berjalan kembali menuju meja rias untuk mengambil tas tangannya yang tertinggal. "Sayang, aku minta tolong ambilkan heels merah di rak sepatu paling atas."
Jeonghan meneguk ludahnya susah payah. Ia kemudian berdeham kecil sembari memalingkan wajahnya yang sudah memerah ke arah lain.
"Kau harus menepati janjimu siang tadi. Kita pulang cepat, arrasseo?"
Nari tertawa kecil ketika Jeonghan sudah keluar dari kamar untuk menuruti permintaannya. Ia tahu apa yang diinginkan oleh Jeonghan saat ini. Pria itu pasti sudah menahan diri sejak pertama kali tahu bahwa Nari sudah kembali berada di Korea.
---
Jeonghan dan Nari berjalan beriringan memasuki ballroom sebuah hotel ternama di Seoul. Acara malam ini dihadiri oleh berbagai orang dengan latar belakang hukum kelas atas. Sebenarnya Jeonghan sedikit gugup. Acara malam ini tentu saja berbeda dari menghadiri acara penerimaan award akhir tahun. Keberadaan Nari di sisinya membuat rasa percaya diri Jeonghan sedikit demi sedikit tumbuh. Sepertinya sahabat kecil yang kini menjadi istrinya itu menyadari ketakutan Jeonghan. Maka dari itu, Nari selalu mengalungkan tangannya pada lengan Jeonghan dan tidak pernah pergi jauh dari sisi pria itu.
"Papa!" sapa Nari begitu menemukan sosok ayah dan ibunya di tengah kerumunan.
"Akhirnya kau datang juga," Papa mengecup pipi putri semata wayangnya. Pandangan pria berumur lebih dari setengah abad itu kemudian beralih pada Jeonghan yang berdiri di sisi Nari. "Yoon Jeonghan! Sudah lama tidak melihatmu. Selamat ya atas comebacknya."
Jeonghan tersenyum sopan. "Terima kasih, Papa. Lain kali aku dan Nari pasti akan datang berkunjung ke rumah."
"Jangan lupa, Mama terus menunggu kabar baik dari kalian lho," kali ini Mama ikut angkat bicara. Ia mengerlingkan sebelah matanya dengan jenaka ke arah Nari dan Jeonghan. Nari hanya tersipu malu mengetahui apa yang diinginkan sang ibu.
"Tadi aku melihat Mr. Ji juga hadir di acaranya ini, sepertinya aku harus menyapanya dulu, Pa," ucap Hyesung.
"Tentu saja, dear," ucap Papa. "Perkenalkan juga Jeonghan padanya. Dia kan tidak sempat datang ke acara pernikahanmu saat itu."
Nari mengangguk patuh. Ia kemudian berpamitan pada kedua orangtuanya dan menyeret Jeonghan pergi dari sana.
Sepanjang sisa malam itu, Jeonghan harus pasrah mendengarkan banyak hal yang didiskusikan sang istri dan rekan-rekan kerjanya seputar masalah hukum. Jeonghan tidak mengerti sama sekali. Berkali-kali ia harus menjaga diri agar tidak terlihat sangat bosan. Bahkan Jeonghan sibuk memikirkan bagaimana agar ia bisa menguap tanpa diketahui yang lain.
---
"Pyo Nari?"
Baik Jeonghan dan Nari sama-sama membalikkan badan ke arah sumber suara. Nari menjerit tertahan ketika menyadari siapa yang baru saja memanggil namanya. Gadis itu bahkan melepaskan gandengannya pada lengan Jeonghan dan bergegas menghampiri kenalannya itu. Jeonghan mengernyit tak suka. Ini pertama kalinya Nari melepaskan genggaman tangannya dari Jeonghan dan meninggalkan dirinya.
Nari tampak antusias menjumpai seseorang. Jeonghan mengikuti langkah istrinya dari belakang dengan kedua tangan terbenam di dalam saku celana. Ia menunggu dengan sabar Nari yang asyik berbincang akrab dengan pria yang tak Jeonghan kenal. Bahkan Nari melupakan kehadirannya dirinya disini.
"Hm, your date?" tanya lawan bicara Nari sambil melirik ke arah Jeonghan dengan pandangan bingung.
Nari mengikuti arah pandang pria itu. Gadis itu ber-ah ria ketika melihat wajah Jeonghan yang masam. Cepat-cepat ia menarik lengan Jeonghan agar berdiri di sisinya.
"My husband, Yoon Jeonghan," ucap Nari riang. Ia kemudian melihat ke arah Jeonghan. "Ia temanku yang sama-sama mengambil gelar master di Amerika, Park Kyung."
"Ah, mantanmu di Amerika sana?" sindir Jeonghan. Nari sampai memelototkan kedua matanya mendengar kalimat itu keluar dari mulut Jeonghan. "Kenapa? Aku benar kan?"
Pria bernama Kyung itu hanya tertawa melihat perubahan raut wajah Jeonghan. Ia kemudian menoleh ke arah Nari. "Jadi ini sahabat kecilmu yang dulu sering kau ceritakan? Yah, aku juga tahu sih kalau sedari dulu hatimu selalu hanya untuknya."
Nari melihat ke arah dua orang pria jangkung di hadapannya. Ah, kenapa jadi seperti ini keadaannya. Jeonghan bahkan secara terang-terangan menatap Kyung dengan pandangan siap membunuh. Nari berdeham kecil untuk menarik perhatian keduanya.
"Haha, kalian ini," Nari tertawa canggung. "Bagaimana kalau kita cari makanan dan tempat mengobrol yang lebih asyik? Disini terlalu berisik."
"Okay," sahut Kyung menyanggupi. "Kau pergi duluan saja ke balkon. Aku masih harus mencari partnerku."
Nari melongo ketika melihat kerlingan mata jenaka Kyung. Mantan yang sekarang berubah menjadi teman dekatnya itu ternyata sudah punya gandengan! Nari tidak mampu menutupi rasa terkejutnya.
"Kau berhutang banyak cerita padaku!" Pekik Nari tertahan. "Jangan coba-coba kabur. Kau harus segera pergi ke balkon ya!"
Kyung tertawa dan mengangguk menyanggupi. Ia melambai ke arah Nari sebelum berlalu pergi mencari kekasihnya seperti yang ia bilang pada Nari.
Jeonghan berdeham kecil. Ia sedikit tersinggung mengetahui Nari memiliki teman pria yang bisa sedekat itu. Selama ini ia sungguh berpikir bahwa hanya dirinya lah satu-satunya teman pria Nari yang bisa membuat gadis itu seantusias ini.
Nari menoleh ke arah Jeonghan. Ia kemudian menarik tangan suaminya itu untuk memilih camilan malam yang tersedia. Jeonghan diam seribu bahasa. Pria itu menurut saja ditarik kesana kemari oleh Nari.
---
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro