Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18: Survivor

Srak... Srak...

Jeongin bisa merasakan bulu kuduknya tiba-tiba meremang saat dengar suara tersebut. Suaranya terdengar seperti seseorang sedang menggores bebatuan dengan sesuatu. Rasanya begitu asing. Kaki yang sedaritadi melangkah menyusuri jalan setapak mulai melambat seiring suara gesekan yang kian terdengar.

Hari sudah mulai malam, namun kedelapan pemuda tersebut masih belum menemukan tempat bermalam yang aman, masih sibuk hilir-mudik menyusuri setiap jalan hingga membuat mereka mulai tersesat di wilayah penuh pepohonan yang menjulang tinggi. Cahanya begitu minim akibat terhalang oleh pohon-pohon tersebut. Udaranya pun sudah mulai terasa dingin menyapa kulit tanpa balutan jaket hangat itu.

Srak... Srak...

Suara itu kembali terdengar. Kali ini semakin kencang, dibarengi dengan teriakan ahuu yang begitu nyaring dan saling bersahutan.

Chan merasakan keganjalan di dalam hatinya. Ia memutuskan untuk hentikan langkah kaki yang kemudian diikuti oleh tujuh orang lainnya. Han meringis kecil, merasakan lukanya kian nyeri akibat lengan yang gemetar merespon suara tersebut.

"Firasatku benar-benar tak enak," bisik Yongbok seraya mencengkram lengan kakak tirinya tersebut.

Changbin mengangguk setuju. Ia edarkan pandangnya ke seluruh penjuru hutan yang gelap. Sama sekali tak ada sesuatu yang tertangkap di indera penglihatannya. Meskipun begitu, bisa Changbin rasakan suara ahuu yang saling bersahutan semakin dekat dengannya.

"Ah, gawat." Felix membuka suaranya. Dengingan itu kembali muncul, membuat pening di kepala mulai menyapa. Felix sungguh tak suka sensasi ini, sensasi yang akan ia rasakan kala hal buruk akan muncul. "Ayo kembali."

"Kenapa? Ada yang salah?"

Felix tak menjawab. Tangannya beralih memijat pangkal hidungnya untuk redakan nyeri tersebut. Seperkian detik berikutnya, Felix bisa mendengar suara Pollux yang berujar,

Ahool, monster level pertama ada di dekat sana. Tipe monster nokturnal dengan bentuk seperti seekor kelelawar.

"Mungkin sisa dua jam lagi sebelum matahari terbenam." Manik matanya mulai berubah warna menjadi orange. Ia fokuskan mana miliknya untuk memanggil roh hewan yang dapat membawa mereka keluar dari sana sekaligus dan secepat mungkin.

Seekor rusa dengan tanduk yang cantik mulai muncul menyanggupi panggilan dari tuannya. Ukurannya terbilang sangat besar, mampu membawa delapan orang tanpa membuang-buang waktu. Warnanya cokelat keemasan dengan sayap indah di sisi kanan dan kiri tubuhnya. Farrabi adalah namanya, seekor roh hewan selain Phoenix yang bisa Felix panggil.

Farrabi mulai merendahkan posisi tubuh, mempersilahkan yang lain untuk lekas naik ke atas punggungnya. Tentu saja mereka bingung melihat Felix seperti itu. Ingin bertanya, namun Felix meminta mereka untuk segera naik sebelum monster itu bangun dan menyerang mereka.

Keadaan di sini benar-benar tidak memungkinkan, jadi mereka harus segera keluar dari sana. Cahaya yang tidak memungkinkan akan membuat mereka kewalahan andai harus melawan beberapa monster. Dibanding dengan para monster yang memang memiliki kemampuan melihat dalam kegelapan dengan baik, tentu membuat para manusia seperti mereka kalah telak.

Mau tak mau, tanpa banyak protes dan bicara lagi, ketujuh orang tersebut segera naik ke atas tubuh Farrabi. Disusul oleh Felix yang juga turut naik di akhir. Farrabi kembali berdiri. Ia bentangkan sayap indahnya, bersiap untuk terbang tinggi di atas langit. Sayang sekali, baru saja Farrabi mengepakan sayapnya sebagai permulaan, salah satu monster yang dimaksud oleh Felix telah meraih kakinya lebih dahulu sehingga membuatnya hampir tersungkur ke tanah andai tak memiliki keseimbangan yang baik. Meskipun begitu, Farrabi tetap berusaha terbang sekalipun monster yang menggenggam kakinya mulai menancapkan kuku-kuku panjang.

Rupa Ahool layaknya kelelawar. Mimiliki dua sayap yang menyatu dengan tangannya dengan ukuran yang tentunya besar bukan main. Telinganya runcing, gigi taring besar yang lancip, kuku panjang, dan wajah seperti seekor kera. Berbulu hitam juga memiliki ekor di belakangnya.

Minho mendecak kecil merasakan guncangan tersebut. Kembali ia munculkan senapannya untuk membidik Ahool yang bergelayut pada kaki Farrabi.

Tembakan pertama ia lakukan, tetapi meleset karena peluru ditepis oleh monster tersebut dengan begitu mudah.

Kini giliran Chan yang melakukan serangan. Setidaknya untuk melepaskan kuku Ahool yang menancap pada kaki hewan tersebut. Namun lagi, bongkahan es runcing yang coba Chan layangkan bisa dengan mudah Ahool hancurkan.

Hyunjin tak bisa menggunakan kekuatannya. Tidak ada darah di sekitar sana sehingga tak memungkinkan dirinya untuk melakukan hal yang sama seperti siang tadi. Han pun sedang terluka, sedangkan Felix hanya bisa memanggil satu roh hewan untuk saat ini. Mana-nya belum mampu memanggil lebih dari satu.

Farrabi mulai berteriak kesakitan. Kuku panjang nan tajam milik Ahool mulai merobek kulit kakinya. Bahkan hewan itu menabrak beberapa pepohonan, membuat keseimbangan penumpangnya pun mulai hilang.

"Hyunjin, gunakan kekuatanmu dari darah hewan ini!" titah Chan masih mencoba melukai tangan Ahool dengan es-es runcing miliknya.

"Aku sudah lakukan itu, brengsek! Tapi lihatlah monster sialan ini, tidak ada satupun dari kekuatanku yang mampu melukainya!"

"Biar aku yang coba." Giliran Han yang berbicara.

Saat sedang ancang-ancang untuk melompat turun, pergelangan tangannya di tahan oleh Changbin. Pemuda Seo tersebut menggelengkan kepala tanda jika Han tak bisa melakukan hal itu mengingat luka pada lengannya belum benar-benar pulih. Jangankan pulih, darahnya pun bahkan masih sering kali merembes memenuhi kain perban yang melilitnya sehingga harus diganti beberapa jam sekali.

Jika Han turun sekarang, yang ada justru ia akan semakin terluka. Tangannya yang terluka benar-benar tidak bisa digerakan.

"Kak Bin, aku harus coba melepaskan cengkraman kukunya dari kaki hewan ini." Netra Han tampak terlihat bergetar kecil kala bersitatap dengan netra Changbin yang indah, membuat yang lebih tua menghela nafasnya kasar.

"Tidak," tolaknya tetap pada pendirian. "Kau terluka, Han. Lukamu bahkan belum mengering. Kita cari cara yang lain." Changbin tatap Han dengan sendu. Di dalam hatinya, ia sungguh merutuk karena tak bisa melakukan apapun yang berarti untuk membantu mereka keluar dari kondisi tersebut.

Andaikan, kekuatan miliknya dapat bangkit dengan cepat, Changbin rasa ia bisa membantu sedikit.

Andaikan, ia mampu mengobati luka Han hingga benar-benar pulih, Changbin rasa dirinya dapat mengurangi sedikit beban.

Andaikan....

"Apa saat ini kau sedang berandai-andai aku akan meminjamkan kekuatanku padamu?"

Pandangan matanya tiba-tiba memutih begitu saja kala suara seseorang memenuhi pikirannya. Tak lama setelahnya, Changbin mendapati dirinya telah berada di sebuah dataran yang asing. Di hadapan Changbin terdapat danau yang luas dengan beberapa bebatuan mengapung di sana. Jangan lupakan pula pohon besar yang tumbuh di tengah-tengah danau.

Changbin sendirian di sana. Ia tak bisa menemui teman-temannya, seakan dirinya dibawa pergi menuju dunia yang tak ia ketahui. Kening pemuda tampan itu berkerut heran, tampak tengah menelaah setiap sudut yang tertangkap di netra. Oh, mungkinkah ini dunia yang sempat Minho ucapkan? Dunia di mana para roh pemilik kekuatan itu berada.

"Tidak." Changbin meneguk saliva-nya sendiri seraya memandang serius siluet yang berdiri di tengah-tengah danau. "Aku ingin membuat kesepakatan denganmu."

Suara itu tampak tertawa geli mendengar penuturan dari Changbin. "Well, mari kudengar kesepakatan apa yang kau tawarkan."

Nafas Changbin tercekat. Rasa takut itu tiba-tiba menjalar di sekujur tubuhnya. Otaknya berhenti bekerja, dan suaranya enggan untuk keluar. Ia terlalu nekat, Changbin tahu itu. Padahal dirinya bahkan tak memiliki keberanian yang begitu besar. Bayang-bayang jika roh yang berada di dalam tubuhnya memiliki rupa yang menakutkan membuat nyali Changbin ciut begitu saja.

Changbin mungkin akan diam membisu di sana andaikan tak mengingat wajah penuh keteguhan dari teman-temannya. Maka dari itu, ia kembali yakinkan dirinya sendiri untuk berujar,

"Aku adalah wadah-mu. Gunakanlah aku sesuai keinginanmu. Tak perlu meminjamkan kekuatan padaku, kau bisa mengontrol tubuh dan kesadaranku semaumu." Ia tarik nafasnya dalam-dalam. "Jadi kumohon, bantulah teman-temanku setiap berada dalam kondisi yang dapat membunuh mereka."

Ia kembali tertawa. "Sebegitu inginnya kah kau menyelamatkan mereka?" tatapan tajamnya menusuk tepat di netra Changbin, mencari setitik ketakutan di sana. Tetapi tak kunjung ia temukan karena tatapan itu penuh dengan keteguhan. Hingga membuatnya menyetujui, "Baiklah jika begitu."

Changbin bisa melihat siluet itu berjalan di atas bebatuan yang mengapung. Sampai sosoknya benar-benar dapat dilihat dengan jelas oleh si pemuda. Rubah berekor sembilan dengan bulu putih yang terlihat sangat lembut. Ia menggunakan beberapa aksesoris yang semakin membuat dirinya terlihat begitu elegan dan cantik di saat yang bersamaan. Tubuhnya tak begitu besar seperti Betelgeuse ataupun roh-roh yang lain. Persis seperti rubah pada umumnya.

Ah, pikiran Changbin terlalu berlebihan. Karena sesungguhnya, rupa dari roh itu jauh lebih baik dari ekspektasi yang dimunculkan oleh otaknya.

"Seo Changbin." Rubah itu memanggil. Ia sudah duduk dengan manis tepat di hadapan Changbin, mendongak untuk tatap wajah yang menunjukkan ekspresi seakan memuja tersebut. "Aku, Regulus, akan meminjamkan kekuatanku padamu. Gunakanlah sebaik mungkin untuk selamatkan teman-temanmu yang terluka."

Seo Changbin

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro